Selasa, 07 November 2017

C.I.N.T.A

                


Siapapun kita, pasti mempunyai seseorang yang kita sukai secara diam-diam. Saat kita mengingat seseorang itu, maka terasa seperti sesak di dada tapi kita terus menyukainya. Walaupun kita tak tahu lagi di mana dia sekarang, apa kabarnya..??, tapi dialah yang membuat kita seperti yang kita harapkan. Hal kecil yang di sebut dengan CINTA
                Siang itu aku pulang bersama teman-temanku sambil bercanda ria dan mampir ke toko buku milik Dion. Setelah aku masuk aku langsung menuju ruang baca dimana di sana terdapat sebuah jendela kaca besar yang menghadap ke arah jalan besar sedangkan teman-temanku yang lain memesan makanan di kantin. Sambil memperhatikan sosok cewe yang sudah lama ku impikan sedang berhenti di depan lampu lalu lintas di atas motor Scopy miliknya.
                “ oh, jadi kita kemari tiap pulang kampus karena ini..??” ujar Dion diikuti Niko dan Rio.
                “ apa maksudmu, motornya itu lo yang aneh..!! timpalku, tapi mereka hanya berguman dan menahanku  sambil berterik-teriak ke arah gadis itu.
                “ Hey, lihat dia. Dia sangat tampan..!!” teriak Dion sambil mengacak-acak rambutku. Gadis itu hanya terdiam kerena memang tak mendengar teriakan teman-temanku karena berada di dalam ruangan, sedangkan Mona sedang di jalan raya.
                “ dia sangat pintar, tak heran jika kau suka padanya..!!” timpal Rio sambil mengikuti arah motor itu motor itu pergi.
                “ apa kau sudah gila yah..?? tidak seperti itu..”
***
                Di kampus keesokan harinya saat  jam kosong, kami berempat hanya nongkrong di bangku taman kampus sambil memperhatikan cewe-cewe yang lalu lalang di seputaran kampus.
                “ kayaknya si Niken ok tuh..!!” timpal Rio sambil memandang ke arah Niken yang baru saja dari kantin.
                “ Nina juga tuh..” potong Dion
                “ ni dia yang paling ok bro, Nunung..!!” Niko tak mau kalah, tapi sayangnya yang dia maksud adalah si Nunung.
                ” hahahaaa..” tawa kami berempat tiba-tiba meledak mendengar candaan Niko, Nunung memang sudah menjadi bahan candaan kami berempat sejak masuk di Universitas itu.  Anak yang hitam dan sok cantik itu, datang menghampiri kami berempat. Tapi sebelum sampai di tempat kami, kami lebih duluan cabut dari tempat nongkrong kami itu. untuk mengikuti mata kuliah Bahasa Inggis.
                “ kenapa kalian tampak murung jika belajar Bahasa Inggris..??” tanya Dosen Bahasa Inggris kami, Ibu Nay yang sejak dulu tergila-gila pada Dosen Bahasa Indo Pak Steve. Sambil membagikan hasil MID tes yang di lakukan minggu lalu. Sambil tersenyum karena dapat nilai yang bagus, aku menerima kertas jawabanku.
                “ jangan senyum gitu, Raf. Kamu pintar dalam mata kuliah ibu, tapi di mta kuliah lain SO BAD (sangat buruk)..” ujarnya sambil kembali membagikan kertas jawaban pada teman-temanku yang lain, “ baiklah kita belajar Vocab and Grammar..!!!” jelasnya sambil menulis judul pembahasan kami hari itu, sedangkan Niko dan Dion hanya saling kirim catatn kecil melalui buku Niko lalu  serahkan padaku
“””...namanya Mona anak kelas 3 Agri...
Aku lalu membalasnya..
..benarkah..??”
Mereka membalasnya lagi..
“...2 orang cowo keluar karena dia..”
Aku balas lagi...
..benarkah..??
                “ ya, teman sekolahku pernah satu kelas dengannya..!! bisik Niko pada Dion, dan karena saking seriusnya mereka tidak melihat Ibu Nay mendekati mereka. Ibu Nay tidak menegurnya hanya mengambil secarik kertas dan menulis
“...apa uang sedang kalian bicarakan..??
Dan saking seriusnya mereka, mereka membalas tulisan itu tepat di bawah tulisan Ibu Nay dengan balasan..
“..bukan urusanmu..!!
Kemudian Ibu Nay membalasnya kembali..
..tapi aku sedang menagajar..!!
Dengan bersama Niko dan Dion membaca balasan itu
“ tapi aku sedang mengajar..??” ujar mereka serempak sambil melihat ke arah Ibu Nay yang sedang memolototi mereka. Dion langsung nyengir kuda, melihat siapa yang ada di depannya.
“ Dion..!!” ujar  Ibu Nay “ stand up (berdiri)..” perintah Ibu Nay, Dion kemudian berdiri. “ you’re the inspiration, apa artinya..??” bentak Ibu Nay. Dion yang gegalapan hanya salah tingkah menatap ke arahku, aku lalu menaikkan kertas yang sudah ku tulisi sebelumnya dengan arti dari yang di petanyakan Ibu Nay.
“ Oww, kau adalah inspirasiku artinya bu..!!!” ujar Dion gemetaran.
“ benar,kau adalah inspirasi..” ulang Ibu Nay sambil kembali ke mejanya dan melihat pak Steve sedang lewat di depan kelas kami .
“ kau adalah inspirasi. Benar, itu adalah hal yang harus kita perjuangkan. Bahkan aku sedang merasakannya” ujarnya sambil berjalan menuju pintu keluar kelas sambil memandangi Pak Steve yang tersenyum padanya. Sadar akan ucapannya, Ibu Nay langsung terdiam dan menyuruh Dion duduk lalu kembali menjelaskan. Saat itu juga aku minta ijin untuk ke toilet. Sambil pura-pura ke toilet, aku lalu berlari ke ruang kelas Mona mana sang gadis pujaan ada di sana. Sambil berjalan perlahan, aku lalu meliriknya. Hmm, ternyata dia sedang belajar. Dan saking grogi aku benar menuju toilet dan hanya cuci muka saja. Saat kembali dari toilet gadis itu terlihat keluar kelas tapi saat berpapasan dengannya tiba-tiba dia terjatuh, sontak aku menolongnya.
“ kamu tidak apa-apa..??” tanyaku sambil membatunya bediri.
“ tidak apa-apa, thanks ya..!!” ujarnya sambil berdiri dan berlalu sambil menunduk
Saat jam kosong, aku sedang nongkrong dikantin tanpa teman-temanku yang entah pergi kemana. Saat sedang asyik mengetik cerpen, suara lembut menegurku.
“ hai, kamu yang tadikan..??” tanyanya memastikan.
“ hai, iyya itu aku. aku Rafley..” jawabku pendek sambil menahan rasa gembiraku.
“ Mona, kamu jurusan Pertanian juga..??” tanya lagi.
“ aku ujurusan pertanian juga..” jawabku lagi.
“ oh, aku kirain jurusan Manajemen..” sahutnya
“ tidak apa-apa..”  jelasku.
“ aku boleh duduk di sini..??” tanyanya lagi.
“ silahkan, inikan tempat umum..” jawabku sambil menutup laptopku.
“ thanks. Oh ya kamu kelas berapa..?? tanyanya lagi.
“ kelas 4 D,  kamu sendiri..??” introgasiku.
“ 4 B..”
***
 Aku memasuki ruangan tata usaha cuma ada 2 orang pegawai yang tampak sibuk." apa aku yang selalu kepagian ya..??" gumanku dalam hati, tiba-tiba Hp aku berbunyi  dan ternyata pesan singkat dari Indi teman kelas aku yang sudah lama aku kagumi sejak semester awal, tapi karena dia sudah mempunyai pacar maka aku tidak penah menembaknya bahkan dia tidak pernah tahu kalau aku suka padanya.
" sekarang kamu dimana..??"
Akupun membalasnya
" dah di kampus nih..!!!"
" tungguin aku dong di gerbang tengah..."
" ok, aku tungguin deh...!!"
" ok, thanks..". Berselang 15 menit Indi datang dibonceng ma Obet pacar si Indi, aku hanya sedikit jealous melihat kemesrraam mereka, Indi lalu turun dari motor dan menghampiriku sedangkan Obet hanya menundukkan sedikit kepalanya tanda pamit sama aku demikian juga aku.
" yang lain mana..???" tanya Indi sambil duduk di sampingku.
" tidak tahu juga, mereka tidak sms juga ma aku..?!!" jawabku pada Indi sambil menghela nafas berat.
" mereka lagi dalam perjalanan nich..." ucap Indi sambil membuka sms entah dari siapa. Berselang 8 menit datanglah si Nurul, Ima juga Ika yang tampak kecapian habis naik motor angkot datang menghampiri kami berdua.
" dosennya masuk jam berapa..??" tanya Ika sambil ikut duduk.
" katanya tadi sih jam 9.." jawab Indi sambil smsan.
" masih 1 jam lagi donk.." seru Ima sambil duduk di dekatku.
" iyya.." ujar Ika membenarkan ucapan Ima.
" tidak apa-apa kan, daripada telat.." sahutku sambil smsan sama Andy yang baru ingin berangkat dari kosnya.
" iyya juga sih.." ucap Ima membenarkan ucapanku.
" dah pade sarapan belum..??" tanyaku pada semuanya.
" ke kantin yuk.." sajak Indi.
" mggak ah, males dah sarapan tadi pagi.." kilah Ika
" kamu, Rul..??" tanya Indi pada Nurul.
" tidak, males.." jawab Nurul cuek bebek pada kami.
" Nurul kenapa Ndi..??" bisikku pada Indi yang manyun setelah di cuekin sama Nurul.
" tidak tahu juga tuh, dari kemarin dia begitu.." bisik Indi pula
" sudalah kalau begitu, duluan ke kantin saja yuk.." sajakku pada Indi
" yuk.." sahutnya sambil mengikutiku, walaupun aku tau Indi hanya menganggapku teman tapi aku sangat senang dekat dengannya.
" kami duluan, sms aku jika dosen sudah datang ya.." pamitku pada semuanya sambil diikuti Indi.
" iyya.." ujar Nurul jutek, meski aku tahu apa yang menyebabkan Nurul judes pada Indi dan aku aku tetap diam saja.
" thanks.." balasku seraya menatap wajahnya yang cemburu. Sepeninggalan aku dan Indi ke kantin, teman-temanku yang lain tampak meninggalkan tempat nongkrong mereka entah mereka. Malam menjelang di meja belajarku kubuka buku merahku yang berisi kegiatan pribadiku, yang jelasnya sih buku harianku.
***
1 Bulan Kemudian..
Setelah melewati liburan yang sangat menyenangkan, kini tiba saatnya aku untuk kemabali masuk kampus setelah pengurusan KRS yang melelahkan. Semangat yang menggebu-gebu menemani tiap langkah kakiku,karena kembali bercanda gurau dengan teman-temanku lagi. Aku tak sabar untuk berjumpa dengan seorang yang selama ini aku puja, Mona. Tiba di kampus, aku langsung menuju ke teman-temanku, yang kebetulan berada di gerbang. Ternyata disana juga adaMona. Alangkah bahagianya hati ini.
“ Hey apa kabar..?” tanya Rio
“ Baik bro.! Kalau kalian gimana kabarnya..?” jawabku.
“ Sama bro.! Kabar kita baik juga..” jawab Niko
“ Yuk kita masuk ke ruangan. Anak-anak udah dipanggil tuh!” ajak Dion yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
***
Suatu ketika aku mencoba memberanikan diri untuk terbuka terhadap perasaanku pada pada Mona . Aku masih belum berani berkata langsung kepadanya. Aku mencoba mengutarakan isi hatiku hanya lewat sms. Tak lama kemudian, dia membalas pesan singkatku itu. Rasanya jantungku berdetak lebih cepat. Dengan rasa gugup aku membuka sms balasannya.
“ Maaf ya Rafley..! Aku lebih suka kita berteman.” isi dari sms Mona. Rasa malu, kecewa, sedih bercampur menjadi satu ketika membaca sms itu. Tapi aku menerima itu dengan besar hati.
“ Baiklah kalau itu mau kamu.! Tapi aku takkan pernah berhenti untuk mencintaimu. Karena bagiku mencintaimu adalah hal yang paling indah yang pernah aku rasakan.” Balasanku. Setelah kejadian itu, langsung menyerah. Selang beberapa lama, aku mencoba fokus pada pendidikanku dulu. Aku juga mencoba fokus pada kegiatan UKM di kampusku. Suatu saat, aku berbincang dengan teman-teman tim yang lain. Dalam perbincangan itu, kita membahas tentang masalah percintaan. Tiba-tiba seorang temanku berkata bahwa Mona baru saja jadian dengan ketua koordinatorku yaitu Ebot. Aku pun langsung kecewa dan sedih mendengar hal itu.
“ Hm.. Aku ke kelas dulu ya, soalnya udah ada dosen.” kataku berbohong. Aku sudah tidak sanggup untuk mendengarkan cerita mereka.
Sejak kejadian itu, aku mencoba untuk move on. Aku sempat jadian dengan seorang cewek. Tapi itu tidak bertahan lama. Aku meminta dia untuk putus. Hati ini bukan tempat untuk dia, hati ini adalah tempat Mona. Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikannya.
Hubungan Mona dan Ebot pun sudah mulai merenggang. Tidak lama kemudian mereka putus. Mereka jadian sudah hampir 4 bulan. Aku merasa senang mendengar kabar mereka sudah putus. Aku kembali mencoba untuk mendekati Mona. Aku bahkan pernah beberapa kali nembak dia. Tapi lagi-lagi aku tidak menyatakannya langsung. Aku hanya berani lewat sms. Dan hasilnya pun sama. Dia menolak aku lagi. Kira-kira sudah 5 kali aku menyatakan perasaanku kepadanya, dan tidak ada 1 pun yang diterima. Itu pun bukan alasanku untuk menyerah.
***
Di kontrakanku yang sederhana bersama tiga orang temanku Kak Sandi, Rio dan Rey dan seorang sepupuku Intan. Walau kami cukup akrab satu sama lain tapi kami tidak satu kampus hanya kak Sandi dan Rey yang satu kampus tapi beda Fakultas, sedangkan Rio dan Intan masing-masing kuliah tepisah. Tiba di kosku, aku langsung saja masuk ke kamarku yang berantakan, maklumlah kamar cowo. Setelah lepasin sepatu dan meletakkan tasku, aku lalu menyalakan mp3 kemudian menghempaskan tubuhku keatas kasur.
" kak, makan dulu.." ujar Intan sambil membuka pintu kamarku.
" nanti saja deh Tan, lagi capek nih.." ujarku tanpa menoleh ke arahnya.
" ya sudah kami berempat duluan ya kak.." ujarnya masih berdiri di ambang pintu kamarku.
" iya..iya.." ujarku malas, terdengar suara pintu kamarku tertutup. Tiba-tiba Hp aku berbunyi dan ternyata sms dari Indi.
" Raf, lagi ngapain.." tanya Indi di smsnya.
" lagi suntuk saja, letih juga.." jawabku.
" ke sini donk ajarin aku kerja laporan Agro.." mohonnya.
" Ndi, aku tidak enak sama sepupu dan Kak Obet.." jelasku lagi.
" ya sudah aku bareng sepupuku saja yah, tidak apa-apakan..??" jelasnya.
" ya okelah aku tunggu.." ujarku lalu meletakkan hp itu ke kasur. Aku lalu bangkit dan keluar kamar.
" kalau kakak mau makan ambil sendiri di dapur ya.." ujar Intan sambil membaca novel di depan Tv di temani Rio dan Rey.
" iyya. Eh, beresin kamar aku dulu donk teman aku mau datang ni.." mohonku pada Intan. Tanpa banyak bicara Intan beranjak ke kamarku. 5 menit kemudian ia kembali keluar
" dah beres tuh kak.." ujarnya sambil ke bali ke posisinya semula.
" thanks ya sayang. Kalau ada temanku yang nyariin aku bilang aku tunggu di kamarku ya.." ujarku sambil mencium keningnya kemudian kembali ke kamarku. Berselang 30 menit pintu kamarku di ketok dan belum aku menyahut berhamburlah Indi masuk.
" yaa, lagi ngapain.." ujarnya sambil duduk di dekatku.
" ah, ngagetin saja. Ni lagi siapin bahan laporan kamu.." jelasku sambil membuka file-file yan ada dalam laptopku.
" hehe, maaf ya kalau ngerepotin..." ujarnya sambil membuka tasnya dan mengeluarkan bingkisan.
" kenapa bawa beginian segala.." ujarku sambil membuka bingkisan itu dan ternyata mereka membawa kue tart kesukRamku.
" ah tidak apa-apalah, lagian tidak enak kalo datang tidak bawa apa-apa.." jelasnya lagi sambil menghidupkan laptopnya.
" kalo begitu sering-seringlah datang kemari, hehehe..." candaku sambil melahap kue itu.
" ah kamu biasa saja, enak di kamu dong.." ujarnya lagi.
" ya sudah kerjakan sekarang, ni filenya.." jelasku sambil memberinya fd berisi file yan sudah aku copy.
" tapi ajari aku cara buatnya.." rengeknya manja. Membuatku menggelang-geleng saja.
" btw, katanya mau bareng sepupu kok sepupunya tidak ada..??" tanyaku.
" katanya sih malu sama kamu.." jelasnya serius mengerjakan laporannya. Aku tak menjawab, hanya memperhatikannya. Sambil sesekali melap keringatnya.
" panas ya..??" tanyaku, ia hanya tersenyum aku lalu nyalakan ac dan meng sms Intan agar membawa juice ke kamarku.
" kak ni juicenya.." ujar Intan sambil membawa Nutrisari yang sudah ia seduh lebih dahulu dengan air es
" thanks ya Tan.." ujarku sambil lanjut mengsajari Indi sedangkan Intan beranjak keluar dari kamarku.
" mereka diluar siapa..??" tanya Indi sambil berhenti sejenak.
" teman-teman satu kos aku, yan cewe itu sepupu aku Intan namanya.
" oww.." ujarnya sambil kembali melanjutkan ketikannya.
***
                Keesokan harinya, tampak Indi sangat senang sekali. Ia menghampiriku dan tersenyum bahagia.
" ada apa kok kayak orang gila begitu..??" tanyaku sambil berjalan menuju Fakultas.
" maksudmu..??" tanyanya heran sambil menjajari langkahku.
" senyum-senyum sendiri seperti itu.." jelasku sambil berjalan beriringan dengannya.
" hehe, thanks ya. Laporan aku nilainya memuaskan.." jelasnya pula.
" oww, laporan yang kemarin toh. Baguslah kalau kamu dapat nilai yang bagus pula.." ujarku mulai paham.
" yuk ke kafe depan.." sajaknya sambil menarikku.
" maaf Ndi aku sibuk nih.." tolakku dengan halus tak mau membuat pacarnya befikir macam-macam terhadapku.
" sibuk apaan, nanti aku bantu deh.." jelasnya lagi.
" janji..??" tanyaku.
" janji.." ujarnya sambil terus menarikku.
" baiklah.." ujarku sambil mengikuti langkahnya menuju kafe depan kampus kami. Tiba di kafe, seorang pelayan menghampiri kami.
" kamu mau pesan apa..??" tanya Indi padaku.
" samain saja deh.." ujarku sambil menyalakan laptopku.
" Hamburger dua sama Bog Cola juga dua ya mbak.." ujar Indi pada pelayan itu.
" pacar kamu mana..??" tanyaku pada Indi.
" masih ada kelas katanya.." jawabnya sambil sesekali menatapku membuatku sedikit risih.
" ada apa..??" tanyaku.
" kamu sendiri sudah punya pacar..??" tanyanya sambil terus menatapku serius.
" belum, masih sementara mencari.." jelasku sambil melihat file-file buku tahunanku. Tak berapa lama pesanan kamipun datang.
" ayo makan.." ujarnya, aku hanya mengangguk.
" kamu sama Kak Obet gimana..??" tanyaku ingin tahu.
" biasa saja.." ujarnya agak sedikit malas membahas pacarnya itu.
" kamu kenapa..??, ada masalah ya..??" tanyaku lagi. Ia menghela nafas beratnya.
" iyya sih tapi aku malu jika ngomongnya di sini.." ujarnya lagi.
" ya sudah.." ujarku lagi. Keluar dari kafe tampak Ima dan Winda sedang nongkrong di taman kota seberang jalan sedang menatapku dan buang muka setelah aku perhatikan. Aku dan Indi lalu ke parkiran menuju motorku.
" aku antar pulang ya.." tawarku pada Indi, ia hanya mengangguk. Aku lalu membukakan pintu untuknya.
" thanks ya.." ujarnya lagi, giliranku yang mengangguk dan meninggalkan kampusku menuju kosan Indi.
" jadi gimana, apa masalahmu..??" tanyaku lagi.
" tapi janji ya, jangan beritahu siapa-siapa.." jelasnya iba.
" janji.." ujarku.
" hmm, Raf. Gimana sih cara menghindari permintaan pacar yang aneh-aneh..??" tanyanya sambil tertunduk.
" aneh-aneh..??, maksud kamu..??" tanyaku heran.
" maksudnya, minta cium misalnya.." jelasnya lagi, aku sedikit terkaget lalu tersenyum.
" itu sih terserah kamu, kan itu prifacy kamu. Jadi cobalah jelaskan kepadanya, kalau dia benar-benar menyayangimu pasti dia hormati keputusannmu.." jelasku panjang.
" tapi, aku merasa sayangku padanya tak seperti dulu lagi..." ujarnya lagi.
" makin sayang atow sebaliknya..??" tanyaku heran dengan pernyataanya.
" ya aku sudah kurang sayang padanya, karena sifat egoisnya itu.." jelasnya lagi.
" ya sudalah, nanti aja disambung.." ujarku berhenti di depan kosnya, ia hanya mengangguk.
" mampir dulu yuk.." ujarnya sambil turun dari motorku.
" kapan-kapan saja deh.." jelasku.
" thanks ya, hati-hati.." ujarnya, aku hanya mengangguk sambil memutar arah motorku. Pagi-pagi aku sudah di kampusku sambil meletakkan sepucuk surat dan setangkai bunga mawar merah di meja kerja Indi, lalu aku kembali keluar. Jam 07.00 Indi sudah datang dan kaget melihat apa yang ada di atas meja kerjanya. Sambil mengambil mawar dan surat itu ia tampak bingung dan penasaran.
“ wah..wah..kayaknya kamu punya pengagum rahasia tuh..” Ujar wiwik.
“ iyya nih Win..” Ujarnya masih penasaran, aku hanya tersenyum melihatnya dari meja belakang.
“ siapa ya..” Ujar Winda ikut penasaran.
“ tidak tau juga..” Ujar Indi. Saat istirahat tampak Indi ke taman belakang kampus yang memang selalu sunyi jika masih pagi, kecuali sore. Sambil dari atas lantai dua aku memperhatikan Indi membuka suratku itu. Ia tampak tersenyum saat selesai membacanya, aku rasa ia merasa senang di sanjung. Tapi saat itu Obet  datang menghampirinya, cepat-cepat ia masukkan surat dan mawar itu ke dalam tasnya. Lalu mereka berlalu. Selama 5 semester aku menjadi pengagum rahasia Indi membuatku semakin dekat dengannya dan semakin menggilainya.
***
Acara perkuliahan usai hampir jam 11 malam, karena buru-buru pulang teman-temanku meninggalkan aku dan Indi di Fakultas kami.
" kamu di jemput, ya..??" tanyaku pada Indi sambil berjalan menuruni anak tangga dari Fakultas kami dengan santai.
" tidak.." jawabnya pendek.
" lho, kenapa..??" tanyaku lagi.
" Obet dah tidur tuh, dari tadi aku telpon-telpon tidak di jawab.." jelasnya sambil memasang muka cemberut.
" yee, jangan cemberut gitu donk. Nanti aku yang antar pulang, tapi jalan kaki ya.." tawarku pada Indi karena kebetulan hari itu aku tak membawa motorku, aku lebih memilih jalan kaki saja daripada naik angkot malam-malam begini.
" iyya deh, lagian aku takut naik kendaraan umum malam-malam begini. Motor kamu di mana..??" jelasnya sambil melintasi jalan setapak di belakang gedung FKIP bersamaku.
" bengkel.." jawabku singkat.
" kamu biasa pulang sambil jalan kaki lewat jalan ini kan..??" tanya Indi sedikit khawatir saat kami mulai menapaki gang.
" tidak terlalu sih, itupun tidak malam-malam seperti ini.." jelasku, Indi tampak mencengkram lengan baju hitamku.
" ahk, jangan buat aku takut donk.." ujar Indi berusaha menyembunyikan rasa takutnya.
" takut..?? jangan aneh-aneh deh.." tanyaku, Indi hanya mengangguk pelan. Aku lalu menggandeng tangannya begitu aku meraihnya, ia mencengkramnya kuat-kuat dan berpeluk di lenganku. " jalannya pelan saja, ok.." saranku padanya yang aku rasa tangannya gemetaran . Tapi tiba-tiba, dari arah depan ada beberapa pemuda yang tampak mabuk sedang menghampiri kami, aku dan Indi hanya berusaha menghindar tapi sialnya para pemuda itu langsung menghajar hingga babak belur karena tidak mengubris mereka, Indi hanya menjerit minta tokamung kemudian saat itu aku tak sadarkan diri.
***
Saat aku sadar kembali, aku sudah berada di tempat tidur dan aku sadar bahwa aku berada di rumah sakit. Aku lihat di sampingku ada seorang cewe sedang tertidur sambil memeluk tanganku
" Indi.." panggilku, saat itu juga orang yang aku maksud terbangun
" eh, sudah sadar Raf.." desahnya, aku hanya mengangguk dan tersenyum tapi rasa sakit menyelimuti semua mukaku
" aaoww..!!" desisku sambil memegang bagian yang sakit di mukaku.
" jangan bergerak banyak dulu Raf.." saran Indi sambil berdiri karena merasa iba dengan keadanku, aku hanya mengangguk
" bagaimana keadaanmu..??" tanyaku mengkhawatirkan keadaan Indi, aku menyangka dia diperkosa dan semacamnya.
" aku baik-baik saja kok.." jawabnya sambil tersenyum dan membelai rambutku.
" jangan bohong.." ujarku lagi khawatir.
" iyya, aku tidak bohong kok.." jelasnya lagi sambil tersenyum.
" baguslah kalau begitu.." ujarku sedikit lega karena dia baik-baik saja
" ya sudah, kamu istirahat saja dulu gih.." sarannya sambil kembali membaringkanku perlahan, saat berbaring aku meraba pinggangku yang terbalut perban dan merasa sakit juga perih.
" ini kenapa..??" tanyaku pada Indi
" kena pisau.." jawabnya pendek sambil tertunduk lemah, aku hanya menghela nafas berat. " maksih ya sudah menyelamatkan aku, seandainya malam itu tidak ada kamu aku tak tahu akan terjadi apa terhadap diriku.." sambungnya.
" sshhhttt, yang jelas kamu baik-baik saja itu sudah cukup.." hiburku sambil tersenyum dan membelai pipinya.
" tapi, bagaimana denganmu..??" ujarnya penuh kekahawatiran.
" Ndi aku ini cowo, jadi seperti ini hal biasa kok.." jelasku, ia hanya menghela nafas pasrah walaupun sebenarnya aku takut mati, sesaat kemudian sepasang suami istri yang menurutku berusia setengah baya memasuki ruangan tempatku di rawat.
" ayah ibu.." panggil Indi kemudian, aku hanya sedikit terkaget. Orang yang dimaksud pun hanya tersenyum dan mendekatiku, ternyata yang datang adalah orang tua Indi.
" bagaimana keadaanmu nak..??" tanya ayah Indi kemudian
" Baik om.." jawabku ragu
" oh iya, aku Pak Zul ayahnya Indi dan ini istri om.." jelasnya memperkenalkan diri
" iyya om, jadi merepotkan.." ujarku sambil berusaha berbaing.
" tidak apa-apa nak, kamu tiduran aja yah. Om cuma mau berterima kasih kepadamu yang sudah melindungi putri bungsu kami.." jelasnya lagi, Indi hanya tersenyum.
" sudah tugas aku om sebagai cowo sekaligus teman.." ujarku merendahkan diri, om Zul hanya tersenyum bangga
" sekali lagi om berterima kasih ya nak, nah sebagai ucapan terima kasih kami juga maka semua biaya administrasi om yang tanggung..." jelasnya lagi sambil menatap bangga diriku
" maksih om, jadi merepotkan.." ujarku lagi merasa malu.
" tidak apa-apa kok, kalau ada keperluan jangan sungkan sama om.." jelas om Zul lagi.
" baik om.."
" kalau begitu om pamit dulu masih ada meeting nich, tapi di telepon Indi di suruh kemari..." pamitnya sambil meninggalkan kami berdua.
" thanks ya.." ujarku pada Indi saat kedua orang tuanya menghilang di balik pintu.
" untuk apa..??" tanyanya.
" untuk semuanya.." jelasku pendek, Indi hanya mengangguk.
" lagian ini pantas kamu dapatkan kok.." jelasnya lagi.
" tapi kok, ayah kamu kelihatan buru-buru amat..??" tanyaku heran.
" lagi sibuk di pabrik, kan tadi dengar kalau ada meeting di kantornya.." jelasnya.
***
Saat aku kembali masuk ke kampus beberapa hari kemudian, teman-temanku terlihat heran melihatku karena mukaku agak lebam dan masih di perbannya kepalaku.
" kamu kenapa, Raf..??" tanya Andy heran dengan keadanku yang masih di perban.
" biasa habis berantem, maklum cowo macho.." candaku yang disambutnya dengan senyuman saja.
" ahk, sialan kamu. Aku serius nich.." jelasnya ingin tahu.
" liat saja nich, babak belur di hajar sama orang mabuk di gang belakang kampus saat pulang.." jelasku membuatnya terkekeh
" kuat juga.." potong jay
" kuat apaan, untung saja ada orang yang nyelamatin aku.." terangku
" bersyukurlah kalau gitu.." ujar jay lagi.
" tapi bukannya kamu ada motor..??" tanya Andy heran.
" kebetulan masuk bengkel.." jelasku sambil duduk dengan mereka di bawah pohon palem.
" oww, eh Raf mau ikut kemping ke gunung tidak..??" tanya Andy sambil mengahampiriku dan sedikit berbisik.
" mau, kapan..??" balasku kegirangan.
" minggu ini, bareng anak-anak.." jelasnya.
" ah kamu ya, ngajak kemping tuh liat kondisi orangnya donk.." ujar Ima agak marah.
" tau ni si Andy.." tambah Nurul.
" okelah kalau begitu.." ujarku bersemangat, ingin rasanya hari itu cepat tiba. " kamu ikut, Ndi..??" tanyaku pada Indi yang duduk di dekatku membuat Nurul kembali jekamuus.
" iyya dong, tapi kamu yakin dengan keadaan seperti ini mau ikut..??" tanyanya memandangiku penuh kekwatairan.
" iyya juga sih, tapi aku ingin ikut.." jelasku agak kecewa dengan keadanku.
" jangan ikut, ok.." cegah Nurul.
“ iyya, kenapa sih apa-apa Indi melulu yang di dengarin..” ujar Ima agak jengkel karna aku tidak pernah menggubisnya sama sekali setiap melarangku.
" wee, ada dosen tuh.." potong Andy
" mana..???" tanya jay sambil mengamati diantara kerumunan mahasiswa lain.
" sudah menuju Fakultas, yuk kita susul saja.." saran Andy sambil bangkit dari tempat duduknya, yang lain cuma ikut saja termasuk aku dan Indi.
" kamu ikut kemping Raf..?? Tanya zhoel yang menjajari langkahku ketika di tangga.
" iyya, kamu sendiri..??" balasku.
" kurang tahu nich, soalnya aku tidak ada tenda.." jelasnya.
" tenang aku punya di kos kok, kita satu tenda saja jadi kamu ikut saja.." saranku.
" baiklah.." ujarnya sambil memasuki ruangan kelas. Di dalam kelas Tity datang di ikuti Nina, sambil membawa undangan.
" teman-teman, datang ya ke ultah aku besok malam. Soalnya aku undang kalian nich tanpa terkecuali.." ujarnya sambil Nina menyebar undangannya menurut nama mereka yang sudah tertera di undangan itu.
" pasti.." ujar zhoel.
" ok deh.." sahut Ram.
" thanks ya undangannya.." sahut Winda.
" iyya, atas kedatangannya aku ucapin thanks ya sebelumnya.." ujarnya lagi sambil menuju kursinya setelah dosen memasuki ruangan.
***
Keesokan harinya dengan kursi roda aku di bawa suster keluar jalan-jalan di sekitar ruanganku di rawat tiba-tiba Indi datang, hari itu ia kelihatan begitu cantik membuatku bersemangat untuk cepat sembuh. Aku sungguh bangga di jeguk oleh cewe secantik dia.
" hey..." sapa Indi.
" hay.." balasku agak bersemangat.
" suntuk, ya..??" tanya Indi sambil mengambil alih kursi roda itu dan membawaku ke kursi yang ada di bawah pohon mangga.
" iyya nich, jadi aku minta suster yang tadi untuk membawaku jalan-jalan saja.." jelasku.
" pilihan yang pintar.." ujarnya sambil membawaku ke bawah pohon mangga.
" maksudmu..??" tanyaku tak mengerti maksud dari ucapannya.
" susternya cantik juga.." jawabnya, aku hanya tersenyum mendengar penjelasannya.
" tidak kalah cantik sama kamu kok.." ujarku membuat Indi tersipu.
" ahk, kamu bisa saja.." ujarnya.
" kalau kamu susternya sih aku maunya tidak pengen sembuh saja.." gombalku padanya.
" maksudmu..??" tanyanya.
" ya, aku pengen dirawat terus sama suster secantik kamu.." jelasku, Indi kembali tersenyum.
“ akh,gombal..” serunya sambil sama-sama tersenyum.
 Sesaat kemudian Ima dan Nurul datang, dari wajah mereka terlihat khawatir.
" lho Raf, kenapa bisa ini terjadi..??" tanya Ima sambil membelai pipiku yang masih. Aku hanya tersenyum padanya. Sedang Nurul hanya terdiam dan menatap Indi seperti biasa, terlihat cemburu padanya.
***
                Teman-temanku pun selalu mendukungku untuk jadian dengan Indi, termasuk saudara teman baiknya Lina.
“Tenang saja Raf! Mereka pasti tidak akan lama.” Kata Dessy, temanku.
“Iya Des! Aku yakin pasti dia akan menerimaku.” Ucapku.
“Itu semua bisa diatur bro!” ujarnya.
“Oke lah! Thanks atas dukungannya. Hahaha..” jawabku senang.
***
Ternyata apa yang dikatakan temanku benar. Setelah 2 minggu pacaran, akhirnya Indi putus dengan Eki. Sungguh sangat bahagia hati ini.
“Ini saatnya aku untuk beraksi! Hahaha” celotehku.
Ujian semester  sudah dilalui. Kini sudah tidak ada kegiatan belajar mengajar lagi di sekolah. Kami lebih sering berkumpul mengahabiskan waktu dengan bersenang-senang. Suatu ketika aku dan teman-teman duduk di depan kelas sembari berbincang-bincang.
“Hey! Gimana si Indi?” ledek Ekzel.
“Apanya? Dia sehat-sehat kok!” jawabku malu.
“Masih setia nggak ni?” ledeknya lagi.
“Oh.. So pasti dong! Hahaha” jawabku.
“Cie.. Cie.. Yang lama menunggu tapi tak bisa memiliki.” ledek Sutra.
“Oh ya, gimana ya supaya aku bisa jadian dengan Indi?” tanyaku.
“Ya ditembak!” jawab On, temanku.
“Iya! Tapi aku malu nembak langsung ke dia.” ujarku
“Kenapa harus malu?” tanya Yovi.
“Iya juga si! Tapi kapan waktu yang tepat ya?” tanyaku lagi
“Gini aja, tanggal 3 nanti kan ultah aku, jadi biar kita yang ngatur.” ujar Terry.
“Oke lah kalau begitu! Hahaha” jawabku bahagia.
***
Sunggu aku sangat bahagia memiliki sahabat seperti mereka. Mereka selalu ada saat aku membutuhkan mereka. Aku sudah tidak sabar menunggu tanggal 3 nanti.
“Ku menanti seorang kekasih yang tercantik yang datang di hari ini, adakah dia kan selalu setia, bersanding hidup penuh pesona, harapanku!” nyanyianku yang menggambarkan rasa tidak sabar menantikan momen spesial malam nanti. Malam nanti temanku Terry akan membuat pesta ultahnya.  Aku pun mempersiapkan apa yang harus aku lakukan malam nanti. Aku bahkan juga sudah meyiapkan kata-kata yang tidak romantis, tapi tetap kena di hati. Walaupun kata-kata itu sederhana, tapi cintaku tetap luar biasa kepada Indi.
Akhirnya malam tiba. Aku segera menuju ke tempat pesta ultah Terry dilaksanan. Langkah kakiku terasa berat melangkah, karena rasa gugup membebani diri. Karena tempatnya dekat dari rumahku, jadi 10 menit jalan kaki sudah nyampe. Tiba disana aku biasa-biasa aja. Aku tidak memperlihatkan rasa gugup ku.
“Teman-teman, terima kasih atas kehadiran kalian. Saya sangat bahagia kalian boleh hadir ke ulang tahunku.” ucap Terry.
“Oke teman-teman! Saatnya kita makan! Tapi sebelum itu kita berdoa dulu.” tambahnya
Selesai berdoa kita langsung lanjut makan-makan. Aku sangat menikmati makanan yang disediakan. Begitupun teman-teman yang lain. Saking menikmati, aku lupa bahwa saat itu aku akan nembak Si Indi. Saat baru selesai makan, tiba-tiba Terry berdiri.
“Oke teman-teman! Jika sudah selesai makan, saat ini salah seorang teman kita akan mengungkapkan persaan kepada seorang teman kita.” ucap Terry.
“Untuk itu, kepada orang yang dimaksud agar berdiri, dan maju ke depan.” tambahnya.
Aku tidak langsung berdiri, aku mencoba mengulur waktu. Tapi temanku Sutra dan Christan terus memaksaku agar cepat maju.
“Sudah sana cepat maju, ini kesempatan bagus bro.” kata Sutra yang masih tengah asik menikmati makanannya.
“Baiklah bro! Doa’in aku yah! Hehe” kataku bercanda.
“Iya, sudah sana cepat maju.” tambah Christan yang masih menikmati makanannya juga.
Aku langsung berdiri dan maju ke depan dengan rasa percaya diri yang tinggi. Aku sudah tidak takut lagi jika ditolak. Aku sudah terbiasa ditolak, sampai-sampai aku sudah mati rasa.
“Cie… Cie… Cie… Cie…” suara ejekan teman-teman.
“Oke Raf, silahkan duduk. Dan untuk Indi, silahkan juga maju dan duduk di depan Raf.” kata Terry.
Tampak wajah Indi seperti orang bingung. Tapi tak lama, dia pun maju dan duduk di kursi yang sudah disediakan Terry.
“Oke Raf, silahkan!” ucap Terry
“Mona, kamu udah tau kan kalau aku udah lama nyimpan perasaan ke kamu. Dan aku juga udah beberapa kali nyatain ke kamu. Saat ini, di tempat ini, ijinkan aku bertanya. Kamu mau nggak jadi pacarku?” ucapku dengan nada yang pelan.
Indi terlihat malu waktu itu. Dia hanya tertawa-tawa saja.
“Udah Mon terima aja. Dia itu udah 5 tahun memendam perasaan ke kamu. Bayangin aja Lit, 5 tahun! Gue sendiri ngga pernah nemuin cowo yang sesetia ini.” kata Yovi meyakinkan.
“Mon, disini aku nggak maksa kamu, apapun jawaban kamu aku akan nerima. Gimana Lit?” ucapku.
“I.. I.. Iya.. Aku mau!” jawab Indi dengan senyuman.
“Bener Moa? Terima kasih Mon. I love you so muchhh…” ucapku tidak percaya, sembari memegang tanggannya.
“Iya bener! I love you too..” katanya.
Betapa bahagianya hati ini ketika aku bisa jadian dengan dia. Ternyata jika kita menunggu dengan penuh kesabaran, hasilnya pasti tidak akan mengecewakan.
Malam itu terasa begitu indah. Aku menghabiskan malam bersama teman-teman dan pacarku, Indi.
Hari-hari aku lewati dengan dia. Aku mencoba menciptakan suasana yang romantis. Jika biasanya hp ku sunyi, kini seakan tak pernah berhenti berbunyi. Untunglah aku tidak pernah menyerah. Jika aku menyerah mungkin hal ini tak akan terjadi. Aku tidak menyerah karena aku mencintai dia bukan karena aku membutuhkannya, tapi aku membutuhkannya karena aku mencintainya.
Selang 3 minggu kita pacaran, tibalah pada hari yang aku tunggu-tunggu yaitu hari ulang tahunku. Hari ulang tahunku kali ini terasa spesial. Hari ini adalah sweet seventeen untukku. Dan betapa bahagianya aku karena di sweet seventeenku kali ini, aku jadian dengan orang yang aku puja selama 5 tahun ini.
“Kriiiggg..” suara hp-ku berbunyi. Ternyata sms dari Indi.
“Happy birthday sayang! Wish you all the best.. Maaf ya aku nggak bisa kasi hadiah. I love you!” bunyi sms-nya.
“Makasih sayang! Iya ngga apa-apa kok. Dengan kamu nerima cintaku, itu lebih dari sebuah hadiah. I love you too!” balasanku.
Waktu itu dia lagi liburan dengan keluarganya, jadi aku nggak bisa ketemu dengan dia. 6 minggu sudah hubunganku dengan dia. Tapi aku merasakan kalau dia sudah bosan denganku. Aku terus menyelidiki apakah anggapanku benar. Aku masih belum menemukan kebenarannya.
“Sudahlah! Ini pasti cuma perasaanku saja. Aku harus tetap positif thinking.” gumamku.
Suatu ketika aku berkumpul dengan teman-temanku. Disitu aku mencoba curhat dengan mereka.
 “On, tampaknya dia udah bosan denganku.” curhatku pada On, temanku.
“Ah.. Itu pasti cuma perasaan kamu saja..” jawab Yovi.
“Raf, aku mau bilang sesuatu ke kamu.” kata Terry.
“Apa Ter?” kataku penasaran.
“Waktu aku jalan-jalan dengan Indi dan Lina, disitu Lina bilang ke aku kalau Indi nerima kamu cuma terpaksa. Katanya dia nerima kamu cuma karena ada teman-teman.” kata Terry.
Mendengar hal itu, aku seperti ditampar 10 kali. Lagi-lagi rasa malu, kecewa, sedih menyerah hatiku. Tapi aku tetap berusaha tegar. Akupun lalu menghentikan pembicaraan dengan teman-teman, dan kembali ke rumah. Setibanya aku di rumah, aku langsung menanyakan kebenaran berita itu kepada Indi via sms.
“Mon..! Bener ngga kalau kau nerima aku karena terpaksa? Kalau memang itu bener, lebih baik kamu putusin aku aja.” tanyaku.
“Iya bener..! Maaf ya!” jawabnya
Membaca jawabannya itu, aku langsung merasakan ini seperti akhir dari hidupku. Aku tidak sanggup lagi menerima semua ini. Aku lalu mengambil handphone dan curhat kepada Dessy.
“Des! Aku udah putus dengan Indi..!” curhatku kepada Dessy teman dekat Indi.
“Hah.. Kenapa? Kok bisa?” jawabnya heran.
“Aku udah tahu kalau dia nerima aku karena terpaksa..!” jawabku.
“Kamu tahu dari mana Raf’..?” balasnya.
“Aku tahu dari Terry, tapi sumbernya dari Lina..!” jawabku
“Dasar goblok! Dia pernah curhat ke aku, dia bilang dia memang nerima kamu terpaksa, tapi lama-lama dia udah nyaman dengan kamu.” Balasnya.
“Hah.. Emang iya..? Dasaar goblokkk…” balasanku dengan rasa sesal.
“Tapi kenapa waktu aku tanya dia balas iya..?” tambahku.
“Dia orangnya emang gitu! Dia ngga mau ngemis-ngemis cinta ke cowok.” balasnya.
“Okelah Des..! Thanks..!” jawabku.
“Iya masama..!” balasannya.
Membaca pesan-pesan singkat dari Dessy, timbul penyesalan yang amat dalam. Entah apa yang merasuki otakku sehingga aku boleh percaya dengan celoteh-celoteh ini. Dasar goblok! .Tapi aku tidak habis pikir, kenapa saudaranya bisa berkata seperti itu.
Seiring waktu berjalan aku mencoba minta maaf ke Indi atas kekhilafanku. Aku berkata yang sebenarnya ke dia bahwa aku sudah tahu kebenarannya.

“Iya! Aku udah maafin kamu sejak awal kok..” itulah kalimat yang dikatakan Indi waktu aku memita maaf kepadanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suatu ketika, aku pernah harus merelakan sesuatu Sesuatu yang sama sekali tidak ingin kulepas Butuh proses yang cukup kuat untuk bisa meyaki...