Senin, 04 Mei 2015

That's You

 
Hari pertama di kampus aku sibuk mencari ruangan kelas baruku. Tak terasa karena asyik sendiri mendengar lagu daru Hp aku melalui ear phone, aku menabrak seseorang, Bruuukk..!!
” Maaf ya..!!” ujarku dengan refleks langsung membantunya mengambil buku-buku yang berserakah di lantai depan fakultas Seni, ya kayak di sinetron-sinetron gitulah. Tapi aku ngga doyan sinetron ya. Ok balik ke Disa.
“ Saya yang harusnya minta maaf. Tadi aku buru-buru dan tidak melihatmu, maaf ya..” jelasnya sambil menerima buku di tanganku, aku hanya terbengong sendiri menatap siapa yang ada di depanku. Oh ya namaku Rey Yudistira Purboseno Setya Adi Pamungkas, hehehe kepanjangan ya biasanya dipanggil Rey.
Aku baru mendaftar di sebuah Universitas swasta di kotaku aku mengambil Jurusan Seni, ya maklumlah aku suka menggambar dan sejenisnya apalagi kalau sudah bertemu teman sejatiku (Gitar maksudnya). Aku seperti bermimpi karena bercakap dengan wanita yang aku taksir. Di kelas, kerasa seperti waktu mendaftar masuk SMA 3 tahun yang lalu. Tak seorangpun yang aku kenal, yang aku lakukan hanyalah duduk di pojokan kelas sambil sibuk sendiri dengan Tabku.
Banyak sih yang satu kelas waktu SMA mendaftar di kampus itu tapi beda fakultas. Karena memang aku orangnya pemalu, jadi sulit untuk cepat beradaptasi. Tapi saat Cewe yang aku tabrak tadi muncul di pintu kelas, aku menatapnya hingga aku tak sadar kalau cewe itu sudah berada di sampingku.
“ Eh, kamu..” ujarnya heran sambil duduk di kursi yang ada di sampingku.
“ Eh, hey. Kelas kamu di sini juga..??” tanyaku sambil meletakkan Tabku di atas meja. Cewe itu hanya mengangguk sambil tersenyum.
“ Oh iyya, aku Rey..” ujarku memperkenalkan diri sambil menyodorkan tanganku. Ya, kesan pertama buatlah seindah mungkin.
“ Aku Disa, Disa Herningtyas Kharisma Dewi..!!” serunya sambil tersenyum dan menjabat tanganku sedangkan aku sedikit terbenggong. “ Kepanjangan ya..??” sambungnya sambil menarik tangannya dari genggamanku aku mengangguk, padahal lebih panjang nama aku. Hahahahaa....
“ Baru pertama di Kota ini juga..??” tanyaku penasaran, karena rata-rata mahasiswa adalah pendatang.
“ Ngga juga, aku tinggal dekat sini kok. Kamu sendiri.??” jelasnya. Wow, mendengar jawaban itu pasti aku langsung di cap sok tau deh sama dia.
“ Oww, kalau aku baru sih. Tapi kalau kenalan banyak di Universitas lain..!!” jelasku. Jawabannya ngeles aja, nahan malu soalnya.
“ Oh ya,..??” tanyanya tidak percaya. Aku hanya mengangguk lemah. Tak lama kemudian seorang Dosen memasuki ruangan kelas kami, dengan tiba-tiba ruangan kelas yang ribut itu menjadi hening seketika.
***
            Hari itu kami tidak belajar maklumlah mahasiswa baru harus di perkenalkan beberapa penjelasan tambahan selain dari brosur yang di berikan waktu mendaftar beberapa hari yang lalu, dosen cuma memberikan arahan serta perkenalan seputar kampus dan perkenalan teman-teman sekelasku.
Hari itu pula, semua mahasiswa tampak senang sekali dengan lingkungannya yang baru. Meskipun sedikit lelah sih, tapi karena kehadiran Disa membuat aku bersemangat. Cewe itu serasa special di hatiku, apakah aku jatuh cinta padanya secepat ini. Setelah dosen keluar dari ruangan kelas, aku dan Disa menyusul dengan berjalan beriringan. Awalnya memang Disa agak risih dengan tingkah sok akrabku padanya.
            “ Kantin yuk..!!” ajaknya sambil menoleh ke arahku keheranan. Yeah aku memang selalu sok akrab pada seseorang yang aku terlanjur kenal pertama kali.
            “ Ok..” ujarku sambil berjalan menuju kantin Fakultas kami. Kapan lagi bisa jalan bareng cewe cantik pikirku dengan modal nekatku. Sok akrab.
            “ Oh ya, kamu bawa kendaraan ngga..??” tanyaku sambil duduk di kursi kantin berhadapan dengannya sambil menaruh ransel kami masing-masing di tempat duduk yang ada di sebelah kami.
            “ Hmm, bawa. Memangnya kenapa..??” tanyanya sambil melihat menu yang di tempel begitu besarnya yang berada di belakangku.
            “ Ngga kok, cuma nanya aja..” jelasku sambil menatapnya yang sedang sibuk dengan pesanannya.
            “ Ohh..”
            “ Oh ya, mau pesan apa..??” tanyaku lagi.
            “ Hmm, bakso aja deh..” jelasnya sambil tersenyum padaku.
            “ Mbak, baksonya 2 ya..” ujarku setengah berteriak.
            “ Kamu ngekos atow tinggal rumah..??” tanyaku kepo abis.
            “ Rumah, dekat sini kok. Bentar mampir aja dulu kalau pulang..” jelasnya.” Kamu sendiri, pasti ngekos ya..??” tanyanya mencoba menebak.
            “ Hehehe, kamu kan tau sendirilah kalau cuma pendatang..” jelasku agak tersipu. Dia hanya tersenyum. Aduh, aku menyakan hal yang sama tadi karena sekarang aku grogi menghadapinya.
“ Kali aja ada keluarga kamu tinggal di kota ini..” tambahnya. Dan benar saja, beberapa bulan tinggal di kota provinsi kami ternyata aku mempunyai sepupu yang tinggal tak jauh dri tempat aku ngekos.
“ Ngga tau deh Dis..” ujarku lesu karena lapar.
Tak lama kemudian pesanan kami datang dan tanpa banyak bicara kami langsung melahap makanan kami masing-masing karena saking laparnya.
Di parkiran motor, aku dan Disa menuju motor masing-masing. Dalam perjalanan pulang, karena Disa yang jalan duluan Disa berhenti di sebuah rumah yang menurutku lumayan mewah.
            “ Ni rumah mama aku, mampir yuk..” ajaknya sambil turun dari motornya dan membuka pintu pagar lalu membawa motornya masuk. Aku hanya menunggunya diluar pagar.
            “ Dis, lain kali aja yah aku masuk. Kan aku sudah tahu rumah kamu, jadi kalo ada urusan nanti aku mampir...” ujarku pada Disa yang heran melihatku tak mengikutinya ke dalam halaman. Disa lalu turun kembali dari motornya dan menghampiriku. Gila kan, baru kenal beberapa jam saja akrabnya minta ampuun banget nget nget. Jadi aku ngga mungkinlah untuk menerima dulu ajakannya.
            “ Oke deh, makasih ya sudah antar aku pulang ke rumah..” ujarnya sambil berdiri di depan pintu pagarnya, aku hanya mengangguk. Gila aja ngantar pulang, kebetulan aja kitakan searah otomatis aku melewati rumahnya yang lebih dekat dengan kampus.
             “ Aku pulang dulu yah..” pamitku sambil menyalakan mesin motorku, giliran dia yang mengangguk. Didalam kamarku yang berantakan aku hanya menyibukkan diriku bermain game online dari Tabku. Saat bosan bermain game tiba-tiba aku teringat Disa, aku hanya termenung aku merasa sangat bodoh karena tidak meminta nomor Handphonenya tadi saat mampir di depan rumahnya.
***
            Pagi sekitar jam 8.00, aku sudah berpakaian rapi. Karena aku ada kelas jam 9.00, ya agak cepat memang sih karena sudah kebiasaan semenjak masuk SMA. Setelah badan wangi, aku lalu memanaskan motor matic yang sudah stand by di depan kamarku. Setelah sarapan ala kadarnya dan membereskan buku-buku kedalam ransel milikku dan taklupa gitar kesayanganku, aku lalu berangkat. Tiba di depan rumah Disa, tampak sudah sepi. Pasti Disa sudah berangkat, gumanku dalam hati. Aku hanya melanjutkan perjalananku menuju kampus tercinta. Setelah memakir motorku dengan baik, aku lalu berjalan gontai menuju fakultasku.
            “ Rey..” panggil seseorang dengan suara yang lembut. Aku menoleh kearah datangnya suara itu, terlihat Disa setengah berlari ke arahku.
            “ Eh, kamu Dis. Aku kirain tadi kamu sudah berangkat duluan, jadi ngga nunggu kamu..” ujarku sambil berjalan beriringan dengannya.
            “ Ngga apa-apalah, oh ya minta PIN atau apalah yang jelas bisa hubungi kamu..” ujarnya sambil duduk di taman fakultas kami. Ingin rasanya aku berteriak mendengar hal itu. Yah, hampir miriplah dengan anak kecil yang di beri mainan. Senengnya gimana gitu, hahahhaa.
            “ Ni...” ujarku sambil memberinya Barcode BBM serta nomor aku.
            “ Ok..” ujarnya saat selesai mengambilnya.
            “ Kamu sudah sarapan, sarapan yuk..!!” ajakku sambil menatapnya.
            “ Memangnya kamu ngga sarapan ya kalau ke kampus..??” tanyanya
            “ Sarapan sih tapi masih lapar nih, maklumlah anak kosan..” jelasku membuatnya tersenyum.
            “ Ayo..” ujarnya sambil menarik tanganku membuatku tambah besar kepala setiap perlakuannya terhadapku.
***
            Setelah kuliah kami usai, seperti biasa kami berdua berjalan menuju parkiran. Walaupun sudah ada teman-teman kelas kami yang sudah kenal nama, namun tak seakrab hubunganku dengan Disa.
            “ Disa..” panggilku sambil mengambil helmku.
            “ Ya, kenapa Rey..??” tanyanya sambil menoleh ke arahku.
            “ Aku ngga bisa pulang bareng nih..” ujarku agak kecewa.
            “ Oh, ngaa apa-apa kok. Aku bisa pulang sendiri kan..??” ujarnya sambil tersenyum. Aku hanya ikut tersenyum. “ Aku akan kabari kamu kok kalau aku sudah dirumah, ok..!!” sambungnya lagi. Aku hanya mengangguk.
            “ Ya udah, aku berangkat duluan yah..” pamitku sambil menyalakan motor dan bergegas.
            “ Ya, hati-hati..” pesannya, aku hanya mengangguk. Hari itu aku harus ke kos sepupuku yang sedang sakit. Sebenarnya sih aku paling malas kalau harus bertemu dengannya lagi. Bagaimana tidak, aku sebagai sepupu tertua tidak pernah dia hormati saat aku menasehatinya. Saat selesai menjenguknya yang hanya terbaring lemas di kasurnya. Aku lalu pulang ke kosku, tapi di tengah perjalanan terlihat kerumunan orang dan akupun bertanya kepada sala satu orang di sana.
            “ Ada apa ini pak..??” tanyaku sambil menepikan motorku.
            “ Ada kecelakaan mas..!!” jawabnya sambil setengah berlari menuju kerumunan tersebutaku lalu memarkir motorku bersama gitar kesayangaku tentunya didepan salah satu warung makan  dan ikut di belakangnya. Setibanya di kerumunan orang tersebut aku tak bisa berkata-kata saat aku melihat siapa yang kecelakaan.
“ Disa..Dis..” ujarku sambil memeluknya yang tak sadarkan diri. “ Panggilkan taksi pak, tolong..” sambungku dengan wajah yang pucat karena melihat Disa bersimbah darah dan itu adalah pengalaman pertamaku berurusan dengan darah. Setelah di rumah sakit aku lalu menghadap ke dokter karena mencari keluarga Disa.
            “ Adek ini siapanya korban..??” tanya pak dokter.
            “ Saya temannya pak..!!” jelasku berharap-harap cemas.
            “ Adek tahu keluarga korban..??” tanya pak dokter lagi.
            “ Ngga pak, kami mahasiswa baru jadi belum terlalu saling kenal..” jelasku lagi berharap cemas.
            “ Baiklah kalau begitu, hmm korban butuh darah AB. Karena kebetulan stok di rumah sakit ini sudah habis, dia butuh donor..” jelas pak dokter lagi. Weh buset dah, pecakapannya sinetron banget yah kalau ada kecelakaan butuh darah yang jarang ada yang di cari.
            “ Saya aja dok kalau begitu, golongan darah saya kebetulan AB kok..” jelasku merasa senang bercampur cemas karena takut jarum suntik sebenarnya dan lagi-lagi melibatkan darah. Waduhh..
            “ Baiklah..” ujar pak dokter. Di dalam ruang perawatan, para suster menyedikan alat untuk transfusi darah. Aku lalu berbaring di bangsal dan kemudian Disa yang sudah sadar di dekatkan padaku cuma alat transfusi yang mengantarai kami berdua. Aku menatapnya dengan rasa khawatirku sedangkan dia hanya tersenyum. Sementara para perawat menyediakan alat transfusinya aku hanya terus menatapnya yang masih tersenyum padaku. Hingga jarum donor tertancap di lengan kananku yang tidak aku rasakan sama sekali saking terpesonanya melihat Disa begitu dekat. Dia tersenyum.
***
            Saat selesai mendonorkan darahku, aku lalu istirahat sebentar dan setelah itu aku menuju kamar dimana Disa di rawat, aku masih gemetar ini donor darah perdanaku. Saat aku memasuki ruangan tempatnya diawat, aku hanya tersenyum melihatnya sedang tertidur. Dia terlihat sangat damai, meski luka memar di wajahnya belum sembuh. Aku menghampirinya dan mengeluarkan Handphonennya dari aku celanaku, aku lalu mencari kontak yang kemungkinan kenal dengan Disa dan kebetulan aku menemukan nama kontak dengan nama “Mom’s” aku lalu menelponnya.
            “ Assalamu Alaikum, benar ini dengan mamanya Disa..??” sapaku sedikit grogi. Karena bertemu mama Disapun ngga pernah, lebih-lebih kenal orangnya.
            “ Iyya, ini siapa ya. Disa mana..??” ujar tante Ayu.
            “ Maaf tante, ini mengenai Disa. Disa sedang di rumah sakit karena tadi kecelakaan, tapi..” jelasku sedikit gugup, tapi langsung di potong saja.
            “ Apa..??” teriak tante Ayu, sambil berteriak dengan nada yang sedang menangis dan panik.
“ Tante sabar dulu, Disa sekarang sudah aman dan sedang istrahat sekarang. Tante ke rumah sakit saja dulu..” jelasku sambil menyebutkan alamat serta nama RS di mana Disa di rawat.
            “ Baiklah, tunggu tante yah..” ujarnya sambil menutup telepon. Aku kembali duduk di samping Disa kemudian membelainya, setelah itu aku keluar dari rangan itu menuju ruang tunggu menunggu Mama Disa. Tak lama kemudian, seorang ibu-ibu datang dengan tergesasah-gesah.
            “ Tante..” ujarku sambil berdiri menyambut beliau, tapi aku dicuekin dan langsung memasuki ruangan di mana anaknya di rawat. Tante Ayu hanya terisak di samping anaknya.
            “ Kamu yang telpon tante..??” tanyanya padaku yang sedang berdiri di sampingnya. Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan itu.” Kenapa ini bisa terjadi Nak..??” sambung mama Disa.
            “ Maaf tante, sayapun tidak tau secara pasti kejadiannya. Cuma kecelakaan ini sudah terjadi saat saya pulang dan melihat kerumunan. Dan ternyata yang kecelakaan itu Disa, jadi langsung saja aku bawa kemari..!!” jelasku lemah sambil tertunduk.
            “ Nama kamu siapa..??” tanya mama Disa.
            “ Saya Rey tante, teman sekelas Disa. Tapi tante ke ruang dokter dulu untuk menanda tangani berkas dari dokter dan mengurus biaya administrasi.” jawabku memperkenalkan diri.
            “ Baiklah, jaga Disa dulu yah..” ujarnya sambil bergegas, aku hanya mengangguk. Tak lama setelah mamanya ke ruang dokter, Disa terbangun.
            “ Rey..!!” suara lembut itu membangunkan lamunanku.
            “ Disa kamu sudah bangun, istirahat saja dulu..” jelasku mencegahnya bangkit. Disa hanya pasrah saja.
            “ Mama mana..??” tanyanya sambil menatapku.
            “ Mama kamu sudah aku kabari kok dan sekarang lagi di ruangan dokter, Dis. Kamu istarahat saja dulu.!!” jelasku lagi. Disa hanya mengangguk sambil sedikit meringis.
            “ Thanks ya Rey..” aku hanya tersenyum “ kalau ngga ada kamu, aku ngga tau akan bagaiman nantinya..” sambungnya lagi sambil terus menatapku membuatku mati gaya.
            “ Stt.. tenang aja, ok. Selama aku masih di dekat kamu, pasti kamu akan selalu aku tolongin kok..” jelasku lagi. Disa kembali tersenyum.
            “ Thanks ya..” ujanya, kau hanya mengangguk. Lalu pamit pulang ke pondokku karena aku merasa sudah lama berda di RS. Dengan taksi aku tiba di depan rumah makan di mana motorku aku parkir, tapi sayangnya gitarku sudah tidak bersamanya. Dengan sedikit bersedih aku pulang. Aarrrhggg, gitar kesayanganku hilang..!!. Terpaksa aku harus membeli yang baru.
***
            Selama Disa beristirahat di RS, aku selalu galau saat menunggu dosen ngga tau kenapa. Bukanya karena aku ngga akrab dengan temanku yang lain, cuma aku merasa tidak lengkap tanpa Disa apalagi gitarku hilang. Aldo temanku yang kebetulan sedikit akrab denganku hanya sibuk dengan game onlinennya. Ngga ada yang nyari Disa , nyinggungpun ngga ada. Tiap hari aku hanya ngetwit dan maen game sambil nungguin dosen, BBMan ma Disa ngga mungkin karena Hpnya aku yang pegang untuk sementara.
            “ Katanya Disa kecelakaan ya Rey..??” tanya salah seorang temanku yang mungkin keheranan melihatku ke kampus sedang nongkrong tanpa Disa beberapa hari ini. Dia Yupi, yang aku dengar-dengar juga suka pada Disa.
            “ Iyya..” jawabku lemah, Yupi duduk di dekatku.
“ Apa Disa kecelakaan..??” tanya Raisa kaget mendegar jawabanku yang kebetulan sedang membereskan bukunya di belakangku. Aku kembali mengangguk untuk menjawab pertanyaan Raisa.
            “ Aku ingin menjenguknya bentar habis kuliah..” ujarnya, aku menatap ke arahnya sedikit menyesal juga sih memberi tahunya.
“ Aku ikut ya, Yup..!!” harap Raisa, tapi di cuekin oleh Yupi.
            “ Sudah tau dimana dia di rawat..??” tanyaku padanya masih terus menatapnya, ya pastilah tatapan orang cemburu. Tapi apa boleh buat sudah terlanjur aku memberitahunya, ya mau tidak  mau aku harus memberitahu semuanya.
“ Belom, di RS mana Rey..!!” jawab Raisa cepat-cepat sambil duduk di kursi tak jauh dari tempatku duduk. Tapi Yupi dan aku cuek bebek padanya.
            “ Itulah yang ingin aku tanyakan padamu, dia di rawat di RS mana Rey..??” jelasnya, aku hanya menghela nafas berat dengan sedikit cemburu.
“ Dia di rawat di RS..” Aku lalu menyebut salah satu rumah sakit besar di kota kami.
“ Thanks ya..” ujarnya menepuk bahuku sambil berdiri dan berlalu.
Aku hanya mengangguk
***
Setelah kuliahku selesai, aku bergegas ke rumah sakit untuk menjenguk Disa, di perjalanan aku membelikannya bunga dan sempat macet. Selama 15 menit perjalanan aku memarkir motorku di depan RS dimana Disa di rawat. Setelah itu aku lalu berjalan ke ruangan dimana dia di rawat. Dan seperti dugaanku disana sudah datang Yupi sedang bercanda dengan Disa, karena mendengar suara pintu terbuka baik Disa maupun Yupi menoleh ke arahku dan dengan cepat aku menyimpan bungan mawar yang aku beli ke punggungku.
“ Hei Dis..” sapaku sambil menatap Yupi yang sedang mengenggam tangan Disa dan dengan sengaja menciumnya. Apa sih maksud ni anak dan lagi katanya Raisa ikut, sekarang dimana tu anak.
 “ Eh Rey..” sapa Yupi, aku hanya tersenyum yang di paksakan padanya.
“ Hai Rey.. balasnya sambil tersenyum dan menarik tangannya dari genggaman tangan Yupi yang duduk di sisi kirinya.
“ Giamana kabarmu hari ini..?? tanyaku sambil menyelipkan bunga mawarnya ke punggungku hingga tersembunyi di balik ransel dan punggungku.
“ Baik kok. Kamu sendiri, kok pucat. Kamu sarapankan tadi..??” tanya Disa panjang. Aku hanya mengangguk bohong.
“ Oh ya Dis, ini untukmu..” ujar Yupi sambil memberi rangkaian bungan yang besar pada Disa, aku lihat Yupi sengaja memberikannya di depanku.
“ Wah bangus banget, thanks ya Pi..” ujar Disa sambil mencium bunga itu lalu meletakkannya di meja kecil dekat kepalanya. Yupi terlihat tersenyum sambil mengangguk.
“ Aku ke toilet dulu yah.. pamitku tanpa menunggu balasan dari Disa. Sakit hati coy ceritanya, ternyata bukan cuma aku yang suka sama Disa tapi ada Yupi dari sekian banyak saingan yang belum menampakkan batang hidungnya. Balik dari toilet Yupi masih di sana.
“ Dis, aku Cuma mau balikin ini kok.” Ujarku sambil menyodorkan HP miliknya.
“ Aku kira sudang hilang, thanks ya Rey..” ujanya sambil menerima Hpnya. Aku hanya mengangguk.
“ Aku pamit yah. Istrahatlah..” ujarku sambil berlalu. Sedikit kecewa sih.
“ Rey..” panggil Disa tapi sengaja aku tidak mempedulikannya. Keluar dari ruangan Disa aku lalu membuang bunganya ke tong sampah dan langsung pulang ke kosku.
***
Hari ini tepat seminggu Disa di RS, aku sudah di kampus sambil duduk sendiri di pojokan kelas. Seperti kebiasaanku di hari-hari sebelumnya datang sejam lebih awal, aku hanya update status dan maen game di dalam kelas kalau bukan di kantin kampus. Tak sadar bahwa seseorang telah berdiri di depanku, aku menghentikan kegiatanku dan menatap orang itu dan disampingnya ada Yupi.
“ Disa, kapan keluarnya..??” tanyaku tanpa menaggapinya serius. Ada raut yang aneh di wajahnya, sebenarnya aku ingin sekali memeluknya tapi ada Yupi di sampingnya. Dan itu tak mungkin aku lakukan karena kami di kelas sekarang.
“ Kamu kenapa Rey..?? tanya Disa heran dengan tingkahku yang berubah drastis padanya.
“ Aku ngga apa-apa kok, aku ke kantin dulu yah..” pamitku tanpa mengajaknya seperti kebiasaanku padanya pada hari hari sebelumnya dan tanpa menyapa Yupi yang masih berdiri di samping Disa.
“ Rey..” panggil Disa sambil memburuku tapi Yupi mengahalanginya.
“ Dis, kamukan baru sembuh..” cegah Yupi, Disa hanya terdiam dan duduk di tempat duduknya. Di kantin aku hanya nongkrong tanpa memesan apapun. Saat itu aku serba salah, aku marah pada Disa tanpa sebab, apa karena aku cemburu pada Yupi. Tapi aku tak memperlihatkan padanya. Tak lama kemudian Yupi datang.
“ Kamu kenapa Rey..??” tanya Yupi dengan nada meledek, aku berusaha menahan emosiku.
“ Ngga apa-apa kok, kenapa..??” jelasku tanpa menatapnya.
“ Sikapmu terlihat aneh pada Disa, kalian lagi bertengkar ya..??” tanya Yupi lagi sambil duduk di depanku.
“ Ngga..” jawabku pendek dan seenaknya saja.
“ Oh ya, mending kamu ngga usah dekati Disa lagi..” ujarnya sambil melempar bunga mawar yang aku beli waktu menjenguk Disa ke atas meja , aku sempat kaget. Yupi yang merasa kau cuekin saja pergi, tak lama setelah itu aku beranjak ke toilet lagi tanpa mempedulikan bunga yang ada di diatas meja. Saat kembali lagi aku tak menyadari bunga itu sudah hilang.
***
            Pulang dari kampus aku ngga bisa membuat alasan saat Disa memaksaku untuk ikut dengannya, entah apa yang membuatnya seperti itu. Dia tiba-tiba menarikku ke taman samping gedung fakultas kami.
            “ Rey, aku mau bicara..” ujarnya sambil menarikku.
“ Ada apa Dis..??” tanyaku sambil menuruti kemauannya menuju taman samping fakultas dan duduk disana di bawah pohon.
“ Ada apa Rey, ada yang salah denganku hingga kamu dingin seperti ini padaku..??” tanya Disa yang masih berdiri didepanku menatapku yang tertunduk.” Aku minta maaf jika aku keluar dari RS tanpa memberi tahumu, karena aku ingin kamu merasa surprise itu aja. Tapi nampaknya malah aku yang terkejut melihatmu bersikap dingin seperti ini..” Ujarnya panjang lebar.
“ Aku minta maaf Dis..” ujarku lalu meninggalkannya di taman sendirian. Tiba di kos, tanpa melepaskan pakaianku aku lalu menjatuhkan diri ketas kasur menatap kosong langit-langit kamarku. Taklama kemudian Tabku berbunyi, aku lalu mengeluarkannya dari ranselku dan melihat BBM dari Disa.
From: Disa
Aku minta maaf, Rey..
25/05/14 14:45
To: Disa
Minta maaf untuk apa sih Dis.??
25/05/14 14:46
Satu menit, dua menit hingga 10 menit berlalu tanpa ada balasan dari Disa. Dari pesannya itu tersirat sesuatu, dengan buru-buru aku keluar kamarku dan menuju rumah Disa dengan buru-buru pula. Tiba di rumahnya tampak lengang, aku mencoba mengetok pintu rumahnya. Tokk..tok.tokk.. Taklama kemudian pintu terbuka dan terlihat Disa yang membukakan pintu, aku menghembuskan nafas legaku dan langsung memeluk Disa.
“ Maafin aku Dis..” ujarku masih memeluknya secara refleks.
Disa tak menjawab ia hanya tersenyum dan membalas memelukku.
“ Aku kira kamu kenapa-kenapa dengan pesanmu yang seperti itu..” jelasku sambil melepas pelukanku, dia hanya terseyum.
“ Kenapa dengan pesanku..??” tanyanya sambil menatapku.
“ Aku kira kamu kecewa denganku dan melakukan hal-hal bodoh, dan ternyata aku terlalu parno..” jawabku sambil tersenyum, dia tertawa sambil melepas pelukan kami.
“ Aku memang kecewa denganmu. Kenapa tadi kamu cuekin aku sihh..” ujarnya, saat itu juga aku menatapnya serius sekaligus heran.
“ Aku minta maaf, aku ngga tau dengan sikapku yang tadi..” ujarku sambil tertunduk.
“ Aku kecewa karena kamu lebih memilih tempat sampah untuk bunga secantik ini..” ujarnya sambil menunjukkan bunga mawar yang akan aku berikan tapi karena terlanjur cemburu pada Yupi, jadi aku membuangnya ke tempat sampah. Aku hanya kaget karena ia mengetahui hal itu.” Aku sudah dengar dari Yupi tadi waktu kalian di kantin..” tambahnya lagi, aku tambah kaget ternyata dia mengikutiku..
“ Aku minta maaf, Dis. Aku hanya merasa tidak pantas memberikannya padamu..” jelasku.
“ Jangan minta maaf terus, nanti stok maaf untuk habis..” candanya, aku hanya tersenyum. “ Yuk..” ajakanya menarikku masuk kedalam rumahnya karena jujur kakiku mulai keram karena berdiri terlalu lama di depan pintu apalagi perutku lapar.
“ Mamamu mana..??” tanyaku sambil duduk di ruang tamu sambil jelalatan seperti biasa.
“ Mama lagi keluar kota, setengah jam yang lalu..” jelasnya sambil kedalam rumahnya yang besar itu, tak lama kemudian dia kembali dengan membawa juice
“ Ada urusan apa..??” tanyaku lagi.
“ Ngga tau tuh..” jawabnya sambil menyodorkanku segelas juice, tapi tiba-tiba KRIIIUUUSSXX. Perutku protes, karena belum diisi sejak tadi pagi. Aku hanya menunduk malu. Disa terlihat tersenyum.
“  Yuk..” ajaknya lagi sambil menarik tanganku ke dalam rumahnya menuju dapur.
“ Kita mau kemana Dis..??” tanyaku tapi ikut saja.
“ Menyelesaikan masalahmu..” ujarnya sambil memandang ke perutku kemudian sambil tersenyum dia menatapku.
Aku hanya tersenyum
***
Saat pulang dari kampus, Disa memaksaku lagi untuk singgah ke rumahnya dia turun dari motornya di halaman rumahnya yang luas, dia lalu bergegas  ke arahku dan langsung merebut kunci kontak motorku.
“ Disa, ngga boleh gitu dong. Aku mau pulang nih..!!” ujarku sambil masih di atas motorku.
 “ Ngga aku kasi kalau ngga masuk dulu..” ujarnya sambil berjalan menuju pintu utama rumahnya.
“ Dis, aku ada urusan ni..” jelasku lagi.
“ Paling alasan lagi, iyyakan Rey..??” tanyanya, aku terdiam.
“ Nggalah Dis..!!” jawabku ngeles
“ Ya udah masuk dulu..” ujarnya ngotot
“ Baiklah, tapi Cuma bentar yah..”
“ Terserah, yang jelas kamu masuk dulu..”  ujarnya sambil menggandeng tanganku memasuki rumahnya yang besar itu. Aku hanya ikut saja dengan canggungnya, apalagi Disa menggandeng tanganku.
“ Assalamu Alaikum..” ujarku sambil mataku jelalatan kiri kanan atas bawah ketika memasuki rumah itu.
“ Duduk dulu, kamu mau minum apa,,??” tanyanya lagi.
“ Apa aja deh Dis..” ujarku ambil duduk dengan canggungnya.
“ Ok, tunggu yah..” ujarnya lagi, aku hanya mengangguk sedangkan Disa berlalu ke dalam rumahnya. Tak lama kemudian Disa kembali bersama mamanya, Tante Ayu datang.
“ Dah lama Rey..??” tanya Tante Ayu.
“ Baru kok Tante..” jawabku sambil berdiri menyalamiya.
“ Oww, duduk silahkan dulu..” ujarnya ramah. Sedangkan Disa menyodokan minuman yang di bawanya.
“ Iyya tante, terima kasih..” ujarku lagi.
“ Gimana kabar nih, sehat..??” tanya Tante Ayu lagi, sedangkan Disa duduk di sampingku.
“ Alhamdulillah Tante sehat, tante sendiri..??”
“ Yah, seperti yang kamu lihat lah nak. Eh kata Disa kamu ngekos dekat sini yah..??” tanya mama Disa, aku hanya tersenyum.
“ Iyya tante..!!” jawabku lagi.
“ Tapi ngga pernah Disa tuh diajak ke kos dia..!!” potong Disa, aku hanya tersenyum malu-malu sambil tertunduk.
“ Maklumlah tante, sayakan orang baru di sini. Kenal Disa aja baru beberapa minggu, kok langsung maen ngajak ke kos segala..” jelasku. Mama Disa hanya mangut-mangut.
“ Tapi setidaknyakan aku tau kos kamu, jadi kalau ada apa-apa aku kan bisa ke kos kamu. Nanyain tugas misalnya..” jelas Disa lagi sambil tersenyum malu karena Mama Disa sedang berada diantar kami.
“ Bentar aku mau Jogging mau ikut..?? Sekalian kekos aku aja dulu..” jelasku berusaha agar tidak grogi dan terlihat gemetar.
“ Tuhkan Dis, kamu sih buru-buru amat..” ujar mama Disa. Aku hanya terkekeh.
“ Ngga apa-apa saya ajak Disa Jogging bentar sorekan tante..??” tanyaku minta izin.
“ Terserah Disa, tante sih ngga ngelarang..” ujar mama Disa lagi.
“ Ya mau dong ma, aku mau ikut..” ujar Disa. Tak terasa sore menjelang, setelah Disa bersiap dengan pakaian khusus untuk Jogging aku segera pamit pada mama Disa.
“ Tante, kami pergi dulu..” pamitku dengan sesopan mungkin.
“ Iyya hati-hati ya..” pesan beliau.
“ Tapi aku bawa Disa ke kos aku dulu nih, mau ganti pakaian setelah itu berangkat..” jelasku lagi.
Mama Disa hanya mengangguk.
***
            Kami sepakat untuk memakai motorku saja. Dalam perjalan kekos aku, Disa hanya terdiam di belakangku duduk selayaknya teman. Entah mengapa aku merasa nyaman bersamanya, walau jantungku berdetak tak karuan aku mencoba menenangkan hatiku.
“ Dis..” panggilku.
“ Ya Rey..??”
“ Kamu diam aja yah saat teman-teman di kos aku nanya kamu yang aneh-aneh..” jelasku padanya dengan dada yang berdebar, serasa jantungku menggedor-gedor tulang dadaku.
“ Kenapa Rey..?? tanyanya heran.
“ Teman-temanku memang begitu saat salah satu dari kami membawa cewe ke kosan entah itu teman atau pacarnya, mereka selalu kepoin apa lagi cewenya secantik kamu..” jelasku sambil ngegombal yang terlontar begitu saja.
“ Baiklah..” ujarnya sambil memelukku dari belakang. Tiba di depan kos aku, aku lalu memarkir motorku di luar pagar karena aku akan pergi lagi.
“ Yuk..” ajakku sambil berjalan duluan. Disa hanya mengekor di belakangku. Tapi saat tiba di lantai dua, teman-temanku yang sedang bercengkrama melihatku membawa Disa langsung kepoin aku dan Disa.
“ Siapa tuh Rey, bening amat..??” tanya salah seorang temanku, aku hanya cuek bebek pada mereka.
“ Jangan ribut ya..!! timpalnya lagi. Aku hanya cuek sampai di kamar nomor 5, itulah kamarku. Aku lalu membuka pintu kamarku dan masuk setelah itu aku tutup kembali.
“ Beginilah keadaan kamarku, maaf ya berantakan..” jelasku lagi sambil membereskan baju yang masih belum terlipat.
“ Ngga apa-apa kok Rey..” ujarnya sambil duduk diatas kasurku, sedangkan aku hanya duduk di lantai maklum anak kosan semuanya serba melantai. Disa membuka tasku dan mengambil tabku, itu pertama kali dia memakai Tabku.
“ Dis, aku mandi dulu yah..” jelasku.
“ Ngga usah Rey, entar kamu berkeringat lagi kan. Mending kamu ganti baju aja baru kita berangkat, ok..” usulnya.
“ Baiklah..” ujarku sambil mengambil celana pendek di lemai pakaianku dan kaos dalam hitam tanpa lengan kemudian masuk ke wc. Setelah keluar, Disa sedang membereskan kamarku yang berantakan.
“ Ngga usalah Dis, ntar juga berantakan lagi kok..” jelasku mencegahnya
“ Ngga apa-apa Rey..” ujarnya.
***
            Tiba di tempat aku biasa Jogging sore-sore, aku memarkir motorku di tempat yang aman kemudian kami mulai berjalan untuk melakukan gerakan pemanasan dulu baru setelah itu aku mulai berlari-lari pelan untuk mengimbangi Disa yang katanya baru pertama kali ke tempat itu. Aku sangat senang bisa berduaan dengan Disa seharian hari ini. Saat istrahat pun manjanya padaku ngga hilang-hilang padahal kami cuma teman, sambil minum Pop Ice kami berdua Cuma Selfic dengan tabku.
“ Hari ini aku senang banget deh Rey..” ujarnya saat duduk diatas motorku, aku hanya tersenyum. Ternyata seharian itu Yupi juga sedang membuntutiku.
“ Aku juga Dis, ternyata kamu asyik juga ya orangnya..” ujarku sambil menatapnya. Disa hanya tersenyum.
“ Eh, ternyata rame juga yah sore-sore di sini..” ujarnya sambil sesekali menyeka keringat di dahinya.
“ Iyya seperti yang kamu liat..” tambahku.
“ Kamu capek ya..??” tanya Disa sambil melap keringat yang ada di keningku dengan tissue. Aku hanya tersenyum.
“ Hmm, dikit..” jawabku sambil membalas membelai rambutnya yang tersgerai, mirip orang pacaranlah cuma belum saling mengungkapkan perasaan saja.
“ Rey temani aku ke toko yah..” mohonya.
“ Kebetulan Dis, tadinya aku mau ngajak kamu ke toko aku mau beli alat menggambar..” jelasku lagi.
“ Sekarang aja, nanti kita kesorean..” jelasnya sambil melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 04.30 sore. Aku lalu menyalakan motorku dan meninggalkan lapangan tempat kami  Jogging menuju toko tempat menjual alat-alat seni. Disa yang tadinya hanya memengang pinggangku saat aku bonceng kini mulai memelukku lagi, aku hanya tersenyum senang. Setelah dari toko seni dan mengantar Disa pulang ke rumahnya.
“ Makasih ya Rey untuk hari ini, aku seneng banget deh..” jelasnya sambil menatapku yang lagi tersenyum.
“ Iyya, aku juga senang kok hari ini, oh ya ni punya kamu..” ujarku sambil membuka tasku dan memberinya cat air dan brus yang dia beli tadi waktu ke toko.
“ Oh iyya hampir lupa..” ujarnya sambil tersenyum dan menerima alat lukis itu.
“ Ok kalau begitu aku pamit yah..” ujarku sambil menyalakan motorku.
“ Hati-hati..” pesannya, aku hanya menggangguk.
 Di kos aku sambil istirahat, aku membuka foto-foto kami saat dilapangan tadi. Banyak juga, mungkin hampir 50an foto Selfic kami. Ternyata dia Gifo (gila foto) juga ya. Setelah aku rasa istrahatku cukup, aku lalu mengeluarkan alat lukis yang aku beli tadi. Aku lalu mencari pose fotoku dengan Disa yang terbaik, dan mulai melukis dengan pensil sambil medengarkan lagu Colbie_Caillat I Do. Karena aku memang lebih suka sketsa hitam putih daripada yang Fullcolour. Tak lama kemudian BBM dari Disa masuk
From: Disa
Lagi ngapain,Rey..?”
25/11/14 22:45
Baru saja mau sms, eh dia BBM, batinku.
To: Disa
Lagi tiduran aja, kalau kamu..?”.
25/11/14 22:46
From: Disa
Lagi main game, pusing banyak tugas..
25/11/14 22:47
To: Disa
Jangan main game terus, lakuin hal yang bermanfaat kek..
25/11/14 22:47
From: Disa
BBM Rey..?”
25/11/14 22:48
To: Disa
Kalau BBM aku bermanfaat, BBM aku aja setiap detik :D..
25/11/14 22:50
From: Disa
Insya Allah..
25/11/14 22:51
Aku dan Disa berkomunikasi cukup lama. aku mendengarkan ceritanya, begitupun sebaliknya. Tak terasa lukisan pensilku sudah jadi sekitar 4 lembar, semuanya lukisan aku dan Disa kadang Disa sendiri kadang aku dan kami berdua. Saat itu kami mulai makin lengket, setiap pagi saat ke kampus aku selalu menjemput Disa.
Mamanya terlihat tidak keberatan.
***
            Minggu pagi setelah aku mandi, aku lalu duduk santai di depan laptopku masih memakai handuk sambil memindahkan foto-foto yang kemarin. Tiba-tiba pintu kamarku di ketok.
“ Rey..!! suara lembut itu aku kenal, aku lalu berdiri dan membuka pintu.
“ Eh, kamu Dis. Masuk..” ujarku lalu menutup pintu kembali.
“ Ni buat kamu..” ujarnya sambil menyodorkanku rantang Pink.
“ Apa ni isinya..??” tanyaku sambil membukanya.
“ Yang jelas bukan bomb dong, ayo buka..” canda Disa.
“ Sarapan pagi nih..” ujarku ketika melihat nasi goreng yang begitu menggiurkan.
“ Sudah sarapan dulu gih..” ujarnya sambil memberiku sendok.
“ Bareng yuk..” ajakku sambil menyodorkan sendok berisi nasi goreng, dia hanya menatapku aku lalu mengangguk dia lalu membuka mulutnya dan menerima suapanku. Aku hanya tersenyum.
“ Kamu lagi ngapain, nonton bokep yaa..??” tanyanya asal menebak saja sambil menyalakan kembali laptopku yang dalam keadaan mode sleep.
“ Nggalah..” ujarku enteng sambil membereskan alat makan kami.
 “ Wah, mindahin foto ya. Minta dong..!!” ujarnya merengekk. Aku lalu mnegambil Tabku an tiduran di atas kasur diikuti olehnya.
“ Kamu kok pesek ya dan kalau di sini..” ujarku sambil melihat foto-foto kami di tabku, dia yang berbaring disamping dan berbantal lenganku.
“ Ihh, kamu ngeledek melulu sih..” ujarnya sambil mencubit pinggangku dan tertawa.
“ Aww, sakit tau..” sepanjang hari itu hanya bercanda dan melakukan hal-hal bodoh seperti BBMan padahal dia sedang tiduran di sampingku, saling melempar bantal sampai bulu angsa dari dalam bantal itu berhamburan di dalam kamar. Saat capek, kami hanya menjatuhkan diri di atas kasur sambil bertatapan dan tersenyum. Perlahan aku dekatkan wajahku ke arah wajahnya, Disa hanya memejamkan matanya tapi tiba-tiba HP aku berdering. Disa membuka matanya sambil menatap mataku aku gegalapan dan salah tingkah.
“ A..a..a.aku harus angkat telepon dulu..” ujarku sambil turun dari kasurku, sedangkan Disa tertunduk sambil tersenyum dengan wajah merah. Ternyata Cuma sepupuku yang Misscall. Arrggghhh, kenapa misscall sih pada saat seperti ini.
****
            Di kelas keesokan harinya setelah pembagian kelompok, dosen kami meninggalkan ruangan. Hari itu tugas kelompokku hanya menggambar sketsa wajah, temanya bebas asalkan tidak mengandung SARA. Sambil bermain gitar di taman fakultasku, Disa menghampiriku dan memintanya untuk mengajarinya bermain gitar tapi belum aku izinkan. Saat teman-temanku sudah di luar kelas, aku masih sibuk melengkapi catatanku di dalam kelas. Disa yang melihatku hanya menghela nafas beratnya dan kembali kedalam ruangan kelas.
“ Makanya jangan malas mencatat..” ujarnya sambil membacakan materi yang dosen kami tulis di WhiteBoard. Aku hanya tersenyum mendengar tegurannya itu.
“ Kamu ada acara ngga bentar malam..??” tanyaku sambil menatapnya.
Disa hanya menggeleng.
“ Kenapa Rey..??” tanyanya sambil duduk di depanku. Aku lalu membereskan bukuku dan berjalan beriringan dengannya keluar kelas.
“  Keluar yuk..!!” ajakku sambil menatapnya kemudian meraih gitarku.
“ Kencan nih maksudnya..??” tanyanya ingin memastiakan niatku mengajaknya keluar.
“ Terserah mau menganggapnya apa..” ujarku lagi. Disa kembali tersenyum dan mengangguk.
“ Baiklah..” ujarnya.
“ Jam 7..?? tanyaku memastikan
Disa kembali mengangguk.
***
            Dikamarku, aku mandi dan berpakaian rapi. Setelah itu aku menjeput Disa ke rumahnya. Di rumah Disa, aku lalu menekan bell rumahnya dan yang membuka pintu adalah mama Disa, Tante Ayu.
            “ Assalamu alaikum tante..” ujarku sambil menyalaminya.
            “ Walaikum salam, masuk dulu. Disa masih di kamarnya tuh..” ujar mama Disa sambil menutup pintu kembali saat aku sudah di ruang tamu. Sedangkan beliau ke dalam.
“ Iyya tantee.. ujarku.
“ Kamu gitu deh Rey, selalu canggung kalau datang ke rumah tante..” ujarnya sambil membawakanku segelas minuman dingin. Aku hanya tersenyum.
“ Maaf tante, aku kan jarang ke mari. Kan Disa yang selalu nyamperin Rey ke kos..” jelasku masih canggung. Tak lama kemudian Disa datang.
“ Dah lama Rey..??” tayanya sambil duduk di sampingku, mamanya hanya tersenyum.
“ Baru aja kok, Dis..” jawabku.
“ Ma, kita keluar dulu yah..” pamit Disa. Mamanya hanya mengangguk.
“ Aku pinjam Disa ya tante..” candaku membuat mama Disa tersenyum.
“ Ya, hati-hati..” pesan mama Disa. Dalam perjalanan Disa kebanyakan diam saja, dia lebih suka memeluk punggungku yang katanya hangat. Tiba di cafe tempatku bias nongkong sendiri, aku memarkir motorku.
“ Ayo masuk..” ujarku sambil menarik tangannya. Dia hanya ikut saja.
“ Tempatnya adem ya..” ujar Disa ketika sudah santai.
“ Ngga kayak dikos aku ya..” candaku, Disa tertawa.
“ Abis makan kita jalan-jalan yuk..” ajaknya, aku sedikit kecewa mendengar kalimat itu. “ Rey, kamu kenapa..??” tanya Disa lagi.
“ Ngga apa-apa kok..” ujarku. Setelah makan, aku hanya mengikuti kemauan Disa untuk jalan-jalan, aku membawanya menjauh dari arah keramaian kota seperti pemintaannya dan di suatu taman kami berhenti.
“ Kita mau kemana Dis..??” tanyaku yang sedang mengkutinya karena menarik tanganku kearah balik bukit.
“ Ayo ikut aja..” jelasnya. “ Ta-Da.. bagus ngga..??” tanyanya saat tiba di balik bukit sambil menikmati keramain kota dari kejauhan. Aku hanya tersenyum menyadari kebodohanku, Disa kan orang kaya jadi apapun pasti sudah dia dapatkan termasuk makan makanan yang enak. Kenapa pemikiranku ngga sampai kesana, aku baru nyadar ternyata orang kota seperti Disa lebih suka suasana yang berkaitan langsung dengan alam karena keadaan kota yang begitu sesak dengan polusinya.
“ Rey..??” panggil Disa
“ Hmm, ya..??” ujarku.
“ Kamu kenapa..??
“ Ngga kenapa-kenapa kok..!!. kami lalu duduk di bukit itu di temani bulan yang sedang purnama. Disa menyandarkan kepalanya di pundakku, aku masih belum berani mengatakannya kalau suka padanya. Aku hanya berusah menikmati malam itu, perlahan aku merangkulnya dia menatapku tapi aku tetap menatap jauh ke depan. Aku tak mampu menatap matanya.
“ Hmm Dis..??” panggilku sambil duduk diatas rumput.
“ Ya, kenapa Rey..??”
“ Ngga ada yang cemburukan kalau aku ngajakin kamu jalan seperti ini..??” tanyaku ingin memastikan. Kali aja ada keberanianku tuk nembak padahal dia sudah punya pacar kan sakitnya tuh di sini <3. Jadi mending pastikan aja sekarang. Biar sakitnya ngga kebangetan. Hehehehee..
“ Ngga ada, kenapa kamu bertanya seperti itu..??”
“ Ngga enak kan ngajakin cewe orang jalan..” jelasku, membuatnya tersenyum.
“ Ngga mungkin dong Rey, aku mau kamu ajak keluar jika aku punya pacar. Nanti pacar aku pasti akan cemburu..” jelasnya lagi, aku hanya tersenyum.
 Sambil menatapku yang menatap kosong ke depan. Setelah mengantar Disa pulang kerumahnya, aku melanjutkan perjalananku ke kosku. Tak berselang beberapa ratus meter dari rumah Disa, Yupi datang bersama beberapa orang yang tidak aku kenal. Mungkin dia orang yang tidak terkenal yaa, hehehe. Yupi langsung menghadangku dan langsung menggebuki aku.
            “ Jangan ganggu Disa lagi..” ujarnya, aku hanya meringis menahan sakit di sekujur tubuhku.
Yupi terlihat menjauh dariku
***
Pagi menjelang aku merasa tidak enak badan dan sedikit demam tapi aku memaksakan ke kampus karena ada asistensi gambar dari pembagian kelompok, aku tak menjemput Disa pasti dia sangat khawatir karena Heandphone aku terus berbunyi baik BBM, sms dan telepon. Setelah memarkir motorku, aku melihat Yupi sedang menatapku dan tersenyum mengejek. Aku tak mempedulikannya hanya langsung menuju taman samping fakultasku dan membaca novel pinjaman dari teman pondokanku. Aku memakai switer yang memakai hodie hingga sebagian wajahku tertutup. Tak berapa lama seseorang telah berdiri di depanku, dari parfumnya aku bahwa itu adalah Disa.
“ Rey, kenapa ngga jemput sih. Di BBM, sms di telepon ngga di balas..??” tanyanya sedikit marah, aku masih tidak berani menoleh ke arahnya, pandanganku hanya ke novel dan tiba-tiba novel itu di rebut olehnya dan di lemparnya ke rumput. Aku lalu memungut novel itu dan beranjak pergi tapi Disa menarik pundakku hingga dengan terpaksa aku berbalik ke arahnya dan cepat-cepat aku memalingkan wajahku. Dengan wajah keheranan, Disa mengusap luka itu.
“ Rey..” ujarnya lirih.
“ Perih Dis..” ujarku berusaha menepis tangannya agar Disa tidak khawatir.
“ Pasti Yupi kan..??” tanyanya padaku mencoba menebak, aku hanya terdiam. Dia berbalik arah dan ingin mencari Yupi, tapi aku mencegahnya.
“ Sudahlah Dis, nanti tambah runyam lo..” ujarku masih menahannya dengan lemah karena tenagaku belum pulih.
“ Ngga bisa Rey, ini harus di selesaikan..” ujarnya nyolot
“ Jika kamu ingin menyelesaikan masalahku dengan Yupi, maka aku harus jauh darimu..” jelasku sambil beranjak pergi, Disa hanya menatapku meninggalkannya sendiri di taman. Aku tak bisa seperti ini terus kan..?? tapi jika ini jalan terbaik, aku harus mengalah demi Disa. Saat usai kuliah hari sudah siang, terlihat matahari pas diatas kepala.  Mungkin karena terlalu emosi dengan apa yang dilihatnya tadi pagi Yupi kembali menghajarku di depan teman-temanku, aku hanya menahan semampuku saja, sedang Disa yang mencoba menahan Yupi.
“ Hei Pi, kenapa sih kamu ini.??” Ujar Disa sambil mendorong Yupi dan mengangkat kepalaku.
“ Akukan sudah ingatin kamu Rey, agar menjauhi Disa. Tapi kayaknya kamu minta di hajar lagi yah..” ujarnya masih menghampiriku tapi teman-temanku menahannya. Aku lalu bangkit dan pergi begitu saja dengan luka yang belum sembuh di wajahku.
“ Rey..” ujar Disa, dia lalu berbalik ke Yupi dan menamparnya cukup keras. Sedangkan Yupi hanya berdiri diam. “ Jangan dekat-dekat aku lagi Yup..!!” tegas Disa kemudian memburuku.
“ Jangan dekat aku lagi Dis..” ujarku pada Disa yang berusaha membalikkan badanku tapi aku tidak mempedulikannya aku hanya berlalu begitu saja berjalan terseok di bantu Aldo.
***
Siang itu di kamarku, aku hanya termenung di depan laptopku yang menyalah sambil mendengar lagu Moon Myung Jin – Crying Again (_운다) yang aku repeat terus, rasanya lagu itu membuatku larut dalam kegalauan hatiku, cieee. Tak berapa lama Disa menelpon. Tapi aku tak mempedulikannya. Badanku terasa lemas dan kepalaku sangat sakit.
Aku hanya sesekali meringis sambil melap sendiri darah yang mengalir dengan tissue kemudian menatap foto yang dulunya adalah wallpaper Sword Art Online film animasi favoritku menjadi foto Disa dan beberapa sketch kami berdua masih berserakah di lantai dan diatas kasurku yang belum sempat aku bereskan.
“ Maafkan aku Dis..” ujarku masih sambil menatap wallpaper laptopku dan sesekali batuk-batuk , aku melihat sedikit darah di tanganku.
 Aku tidak menyadari kalau Disa sudah berdiri di belakangku menatapku yang sedang termenung. Aku kemudian berdiri dan kaget melihat Disa berdiri di belakang pintu yang tertutup yang sedang menangis.
“ Disa..” ujarku datar, Disa tak menjawab dia hanya menghambur memelukku.
“ Dasar bodoh, tolol, kenapa sih kamu membiarkannya memukulimu..??” tanyanya teisak di dadaku.“ badan kamu panas, kamu lagi sakit..??” sambungnya tapi aku hanya diam.” Rey..!!” panggilnya lagi sambil menatapku. Disa lalu membimbingku ke kasur dan membarikanku kemudian membereskan seketsa-sketsa wajahnya ke dalam tabung Sketsa milikku. Dia terlihat sangat khawatir saat mengompres kepalaku karena aku sedikit meringis. Taklama kemudian aku tertidur.
Entah berapa lama aku tertidur, aku kembali terbangun dan melihat Disa masih di dekatku tertidur sambil menggenggam tanganku. Aku hanya merasa kasihan padanya karena pasti dia kecapean karena belum istirahat dari kampus hari ini, aku lalu membelai rambutnya sesaat dia terbangun.
“ Eh Rey dah bangun..” ujanya sambil menegakkan duduknya.
Aku hanya tersenyum.
“ Kamu dah makan. Muka kamu pucat gitu..??” tanyaku khawatir.
Dia hanya tersenyum sambil mengambil tasnya dan mengeluarkan bubur ayam kesukaanku.
“ Aku sengaja bawa sebanyak ini, agar aku bisa memakannya bersamamu..” ujarnya, aku kembali tersenyum mendengar alasannya itu. “ kamu makan ya, setelah itu minum obat..” ujarnya sambil membuka rantang mungil berwarna pink miliknya. Aku hanya mengangguk.
“ Dis..” cegahku sambil menahan tangannya saat sendok yang aku pakai, juga akan di pakai Disa.
“ Kenapa Rey..??” tanyanya heran.
“ Maaf ya, tapi aku ngga suka seperti itu..” jelasku berbohong.
“ baiklah, mana obat kamu..??” tanyanya sambil berdiri mencari di mana obatku berada.
“ Ngga usah aku aja..” ujarku bangkit dan menahan laci lemari pakaianku, Disa kanget.
“ Kenapa sih Rey..??” tanyanya heran.
“ Maaf..” ujarku sambil mengambil obat demamku, dan membuka laci itu. Disa kaget saat melihat ada banyak obat di sana. Karena sampai kapan pun penyakitku ini aku sembunyikan, Disa pasti akan mengetahuinya tapi tidak pada teman-teman satu pondokanku. Aku tak ingi mereka mengetahui hal ini.
“ Kamu sakit apaan sih..??” tanya Disa heran.
“ Ngga ada, Cuma demam dan sakit kepala. Kan wajar..” jelasku berbohong.
Disa hanya terdiam, entalahlah mungkin dia punya banyak pertanyaan di kepalanya tapi melihat keadaanku yang sedanng sakit dia lebih memilih diam.
***
Keesokan harinya aku tidak ke kampus, pagi itu seperti biasa Disa selalu menghubungiku sebelum kekampus untuk memastikan aku menjemputnya.
From: Disa
Kamu dah mandi..??
25/01/15 07:47
To: Disa
Sepertinya aku ngga ngampus deh..
25/01/15 07:48
From: Disa
Demam lagi..?”
25/01/15 07:48
To: Disa
Iyya, tapi jangan khawatir kamu ngampus aja. Maaf yah :D..
25/01/15 07:50
Tidak ada lagi balasan BBM dari Disa, aku menjadi khawatir jangan-jangan Disa ke kosku dan kekhawatiranku itu terjadi juga. Beberapa saat Disa muncul dari balik pintu kamarku. Aku yang sedang akan meminum obatku, bingung mencari obatku yang lain karena salah satu jenis obatku hilang itu obat peredah sakit kepalaku.
“ Mencari ini, Rey..??” tanya Disa tiba-tiba. Aku yang kaget langsung menoleh ke belakang.” Rey, kamu bohong..!!” ujar Disa lagi dengan mata yang mulai berkaca-kaca.” Katakan padaku, sudah berapa lama..??” tanyanya lagi sambil meletakkan obat itu di depan laptopku, aku hanya tertunduk. Disa memelukku.
“ Seharusnya kamu ke kampuskan Dis, kok kamu kesini..” ujarku tak membalas pelukannya.
“ Karena kau mengkhawatirkanmu dan maaf kemarin aku mengambil salah satu obatmu dan menanyakannya pada dokter..” ujarnya membentakku. Aku menghela nafas berat, akhirnya Disa tahu aku betul-betul sakit dan tiba-tiba hidungku berdarah lagi aku berusaha melapnya dengan lengan bajuku. Disa melepas pelukannya dan dia tambah khawatir melihat darahku. Buru-buru aku mengambil tissu dan melapnya, lalu duduk di depan laptopku lagi. Denga cekatan Disa membersihkan darah yang masih mengalir di hidungku, aku hanya menatapnya. Akankah aku memilikinya Tuhan..?? tanyaku dalam hati yang berperang antara ego dan hati nuraniku, di satu sisi aku harus membiarkannya bahagia pada seseorang yang cocok dan pasti orang itu bukan Yupi. Aku merasa tidak pantas untuknya yang sebentar lagi akan meninggalkan dunia ini, di sisi lain aku sangat mencintainya karena semenjak kami pertama bertemu di parkiran hari itu aku berikrar dalam hatiku bahwa aku harus memilikinya dan aku sudah berusaha sejauh ini yang hanya menembaknya saja.
“ Rey..” panggil Disa menyadarkan lamunanku.
“ Hmm..” gumanku tersadar. Disa tak menjawab, dia hanya memelukku sambil kembali menangis.
“ Aku sangat bahagia tiap hari bersamamu..” ujarnya berbisik.
“ Dan aku akan menghabiskan sisa hidupku bersamamu, kamu mau kan..??” tanyaku ikut meneteskan air mata. Disa mengangguk sambil melepas pelukannya.
“ Dasar cengeng..” ujarnya sambil menghapus air mataku ,aku hanya tertawa mendengar candaannya.
***
Minggu pagi menjelang aku merasa lebih sehat, aku lalu mandi dan menghubungi Disa lewat BBM.
To: Disa
Pagi Disa..
29/01/15 07:30
From: Disa
Kamu dah baikan..?”
29/01/15 07:30
To: Disa
Iyya, aku merasa cukup sehat pagi ini :D..
29/01/15 07:31
From: Disa
Baguslah, kamu yakin..??
29/01/15 07:31
To: Disa
Iyya dong, kamu lagi dimana..??
29/01/15 07:32
From: Disa
Di rumah..
29/01/15 22:32
Aku tak membalas lagi BBM dari Disa, aku cepat-cepat berpakaian dan setelah rapi aku lalu mengunci kamarku lalu meninggalkan pondokanku. Dengan santai ku kendarai motorku menuju rumah Disa. Tak berapa lama aku sudah di pekarangan rumahnya. Perlahan ku dekati pintu utama dan memencet bel tamu.
“ Assalamu alaikum..” ujarku sambil menunggu, tak lama suara sendal mendekati pintu dan pintupun terbuka. Terlihat Disa yang masih memakai baju tidurnya dari balik pintu merasa kaget, karena sepagi itu aku sudah di depan pintu rumahnya.” Hey Dis..” sapaku dengan tersenyum, Disa tak menjawab dia hanya memperhatikanku yang terlihat rapi.
“ Hey, rapi amat Rey.. ujar Disa masih memperhatikanku.
“ Aku mau ngajak kamu keluar, kamu maukan..??     Maaf ya, karena ini masih terlalu pagi..” ujarku pelan takut Disa marah. Disa berkerut kening.
“ Masuk dulu deh..” ujarnya sambil membuka lebar pintu utama rumahnya dan mempersilahkan aku masuk.
“ Thanks, mama kamu mana..??” tanyaku tak meilihatnya.
“ Masih tidur..” jelasnya sambil duduk.
“ Oww, aku harus minta izin dulu pada beliau..” ujarku lagi.
“ Kita mau kemana sih..??” tanya Disa sambil menatapku.
“ Pokoknya ikut aja..” jelasku.
“ Okok, aku mandi dulu..” ujarnya sambil berdiri. “ Kamu mau nunggu di sini apa mau ke kamar aku..??” tanya Disa. Aku hanya diam bengong.
“ Ok deh..” ujarku sambil mengikutinya ke lantai dua rumah itu. Jujur ini yang pertama aku ke  kamar Disa. Di kamar Disa yang berornamen anime SAO (Sword Art Online) yang juga film animasi favorit aku. Terlihat mulai dari wallpaper dinding kamar itu, poster, buku, pulpen, baju, lemari hingga pintu kamar mandinya. Aku hanya terdiam sambil kembali jelalatan memperhatikan tiap inci kamar itu. Disa hanya tersenyum. Setelah Disa mandi dan berpakaian dia kembali ke depan komputernya yang dalam keadaan mode Sleep.
“ Aku punya alasan mengapa aku suka dengan animasi ini..!!” ujar Disa sambil ikut memperhatikan isi kamarnya lagi.” Karena pemeran utama pria mampu mempertahankan apa yang dia cintai dalam hal dan keadaan apapun, bahkan rela berkorban..” sambung Disa, aku kaget mendengar penggalan kalimat itu, aku lalu menatap Disa. “ Maaf, tak sengaja aku membaca Diarymu kemarin..” untung saja itu cuma diary biasa, ujarku dalam hati. Diary yang sebenarnya ada di dalam Tab aku.
“ Sejak kapan..??” tanyaku tanpa menoleh ke arahnya lagi.
“ Sudah lama sih, tapi aku perbaharui kemari sore..” jelasnya sambil menarikku keluar kamar, tak sengaja aku menyentuh mousepack dan otomatis komputer yang sedang mode Sleep menampilkan screensaver komputer tersebut dan yang tampak adalah saat aku sedang bermain gitar di sampingnya dengan serius Disa menatapku. Entah foto itu siapa yang ngambil.
***
Di taman tempat dimana Disa yang pernah tunjukkan beberapa bulan yang lalu. Waduh, sudah berbulan-bulan yah lama amat ni baru tamat. Hehehehe.. Aku kembali membawanya kesana, cuma suasananya saja yang berbeda waktu itu Disa mengajakku ke tempat ini pertama kali pada malam hari, sekarang aku mengajaknya saat pagi. Disana penyakit Disa kambuh lagi, saat memegang Tab aku dia mulai membuka Retrica dan mengajakku Selfic. Aku hanya ikutan saja tapi dengan Refleks aku mencium pipi Disa, mungkin karena tanggung Disa hanya membiarkannya saja. Sambil duduk berdampingan di hamparan rumput hijau, Disa tak henti-hentinya mengambil gambar aku.
“ Maaf..” ujarku sambil tertunduk saat Disa menoleh kearahku, aku tahu dia minta penjelasan maksud aku mencium pipinya. Disa kembali fokus pada Tab yang ada di tanganya dan membuka foto-foto lamaku. Disana ia melihat beberapa foto aku sedang bermain gitar.
“ Sekarang gitarnya mana..??” tanya Disa tiba-tiba, aku hanya terdiam.
“ Sudah di jual kok..” jawabku berbohong.
“ Kok dijual..??” tanyanya lagi.
“ Ya, pengen aja..” jawabku seenaknya.
“ Kok kamu bohong sih..??” tanya Disa datar, aku kembali terdiam. Kenapa Disa tahu kalau aku berbohong.
“ Maksud kamu..??” balikku heran.
“ Gitar kamu hilangkan, waktu nolongin aku saat kecelakaan..??” tanyanya memastikan. Lagi-lagi aku terdiam, jangan-jangan Disa juga sudah membaca diay yang ada dalam Tabku. Aku hanya mengangguk pelan.” Kok kamu ngga bilang sih..??” sambungnya.
“Karena..”
“ Aku lebih berharga daripada gitar itu, iyyakan Rey..??” tebaknya, aku semakin heran dan malu dibuatnya.
“ Iyya..” jawabku pelan.
“ Tapi Rey..”
“ Ssstt... Aku mengajakmu kesini bukan untuk itu semua Dis..” ujarku mengajukkan telunjukku dan meletakkannya di bibirnya sambil menatapnya.” Aku cuma ingin hari ini kamu bersamaku..” sambungku lagi.
Disa terdiam sambil menyenderkan kepalanya di bahuku.
Aku lalu mengambil sesuatu di dalam ransel aku.
“ Dis, ini untuk kamu..” ujarku sambil memberinya sebuah camera SLR type EOS 7D.
“ Wah bagus banget, thanks ya Rey..” ujarnya sambil menerima camera itu dari tanganku. Tak terasa jam 09.00 berlalu, pantas aja aku lapar karena belum sarapan.
“ Sarapan dulu yuk..” ajakku sambil berdiri duluan, dia lalu mengulurkan tangannya dan ikut berdiri.
“ Iyya deh, aku juga dah lapar nih..” ujarnya sambil berjalan beriringan menuju motorku.
“ Maaf ya sudah menculikmu pagi-pagi..” candaku sambil naik kemotorku di susul Disa. Disa hanya tersenyum dan memelukku dari belakang.
“ Tapi aku khawatir nih, pasti mama mencariku..” ujarnya. Aku lalu menyetir motorku ke tempat makan terdekat.
“ Buktinya mana..??” tanyaku sedikit tersenyum dari balik helmku.
“ Kamu pasti sudah hubungi mama ya..??” tanyaya. Aku mengangguk.
***
Di tempat makan aku hanya ditatap Disa yang mungkin melihatku terlalu lahap menyantap nasi goreng yang sudah kami pesan, sadar dengan itu aku lalu berhenti menyendok makananku dan menatap Disa yang berada di sampingku sambil duduk, karena memang tempatnya lesehan dan berbilik.
“ Kok ngga makan sih..??” tanyaku serius. Disa hanya tersenyum
“ Mungkin karena terlalu asyik memperhatikanmu..” jawabnya membuat mukaku memerah.
“ Ntar sakit lo..” ujarku lagi.
“ Iyya, iyya aku makan..” ujarnya sambi mengambil sendoknya dan mulai makan. Hari ini, ternyata penyakitku mendukung aku karena baik batuk maupun mimisan tidak hadir menghiasi mukaku. Setelah makan aku lalu membuka ranselku dan mengeluarkan sejumlah obat sambil menatap Disa yang agak kurang bersemangat.
“ Maaf..” ujarku setelah meminum beberapa obatku itu.
Disa hanya bisa menghela nafas berat.
“ Ngga seru yah, jalan sama orang penyakitan..” ujarku tanpa melihatnya.
“ Rey..” panggilnya perlahan.
Aku mengela nafas beratku.
“ Pulang yuk..” ajakku padanya sambil membereskan ranselku, Disa hanya mengikuti keinginanku untuk pulang.
“ Katanya hari ini ingin seharian denganku..” ujarnya mengingatkan.
“ Aku lupa sesuatu yang harus aku kerjakan..” ujarku bohong sambil keluar dari tempat makan itu duluan.
“ Rey..” panggil Disa lagi, tapi aku pura-pura tak mendengarnya dengan cepat-cepat memakai helmku. Di perjalanan kami hanya diam, mungkin Disa tahu kesalahannya hingga dia diam saja di belakangku. Tiba di depan rumah Disa kami lalu turun dan mengantarnya hingga di depan pintu utama rumah itu.
“ Aku balik dulu yah..” ujarku sambil berbalik.
“ Rey..” panggilnya, aku lalu berbalik lagi ke arahnya. “ Maaf..” sambungnya lagi, aku hanya memaksakan untuk tersenyum dan kembali ke motorku.
***
Di dalam kamarku aku lalu merebahkan tubuhku karena aku merasa terlalu letih, aku kembali batuk dan kamarku kembali berantakan karena tisue yang aku pake untuk melap darahku berserakah dimana-mana. Setelah ngecarge semua gadgedku dan minum obat, aku kembali tiduran. Taklama kemudian aku kembali tertidur dan kembali terbangun saat aku merasa seseorang duduk diatas kasurku. Perlahan aku membuka mataku dan melihat Disa tersenyum padaku padahal matanya mulai basah. Aku juga ikut tersenyum sambil bangkit dari tidurku kemudian melap air matanya yang jatuh.
“ Dasar cengeng..” ujarku kemudian memeluknya.
“ Rey..” panggilnya lagi.
“ Hmmm...”
“ Bolehkah aku merawatmu..??” tanyanya.
“ Ngga usah deh..” jawabku cuek, karena aku tak mau Disa terbebani karena aku.
Disa terdiam, aku tau betapa tulusnya dia mau menolongku.
“ Kenapa Rey..??” tanya Disa heran.
“ Ngga apa-apa, aku terlanjur nyaman aja di sini..” jelasku. Karena di pondok tempat aku ngekos teman-temanku sangat saling menjaga dan akur, aku tidak mau kehangatan kami berlalu begitu saja.
“ Kamu lebih milih teman-temanmu apa aku sih..??” tanya Disa dengan nada cemburu, ngga pantaslah cowo dia cemburui. Aku masih normal keleees.
“ Kamu tahukan Dis, teman lebih berharga dari pacar..?? dan kamu itu sahabatku yang bukan hanya sekedar teman yang sangat berharga bagiku dan kamu tahu itu juga kan..!” jelasku sambil memeluknya, karena diantara kami sampai detik inipun masih teman akrab.
“ Tapi aku sayang kamu..” ujarnya masih memelukku.
“ Aku juga sayang kamu kok..” balasku.
“ Aku sayang dan cinta sama kamu..” ulangnya lagi, aku tediam sebenarnya itu juga yang aku rasakan tapi aku tidak boleh egois.
“ Kenapa kamu katakan itu pada orang yang sebentar lagi akan meninggalkanmu Dis..” ujarku masih memeluknya.
“ Aku tak bisa lagi menahannya Rey, aku tidak bisa terus-terusan membohongi diriku sendiri..” jelasnya membuatku meneteskan air mata. Aku juga sebenarnya tidak bisa menahannya, tapi aku berusaha untuk menjauh darimu Dis. Dan melihat keadaan kita yang bukannya renggang tapi kamu malah ingin merawatku yang akan membuat kita akan lebih sering bertemu.
***
Saat aku sedang di kampus, aku hanya duduk di bawah pohon yang berada di taman samping fakultas kami sambil termenung. Aku harus memberi tahu Tante Ayu tentang diriku yang sebenarnya. Aku lalu merogoh saku celanaku dan mengambil Hp.
“ Assalamu alaikum tante..” sapaku saat teleponku pada Mama Disa terhubung.
“ Waalaikum salam Rey, ada apa Nak..??” tanya Mama Disa.
“ Tante sekarang di mana, saya ingin bertemu tante..” jelasku sambil berharap beliau mengijinkan.
“ Lagi di Butik, memangnya ada apa ingin bertemu sama tante..??” tanya Mama Disa lagi.
“ Ada sesuatu yang ingin aku ceritakan pada tante, tapi itupun kalau tante ngga sibuk sih..” jelasku.
“ Baiklah kamu ke butik tante saja yah..”
“ Baiklah tante..” ujarku sambil menutup teleponku dan bergegas ke parkiran kemudian meninggalkan kampusku siang itu. Tidak membutuhkan waktu yang lama, aku sudah berada di depan butik tante Ayu.
“ Masuk nak..” ujar mama Disa saat melihatku.
“ Iyya tante..” sambil mengikutinya menuju samping ruang kerjanya.
“ Kamu mau cerita apa nak Rey..??” tanya mama Disa To The Point.
“ Aku mau jujur sama tante, nanti setelah aku ceritakan semua pada tante terserah tante mau benci dan melarang Rey bertemu lagi dengan Disa..!!” jelasku dengan tekad bulat untuk menceritakan semuanya.
“ Kamu kenapa nak Rey..??” tanya mama Disa dengan sangat heran, aku yakin itu.
“ Begini tante, setahun belakangan ini saya sakit dan Disa tahu itu. Tapi tante tenang saja, saya belum sakit saat saya mendonorkan darah saya ke Disa. Saya juga sudah yatim piatu dan yang membiayai saya sekarang adalah kakak saya. Dan yang paling penting, saya sayang Disa tante, tapi saya tidak ingin dia terbebani olehku. Mungkin tante sudah tahu yang ini tapi tolong jaga Disa..” jelasku sambil tertunduk, aku belum berani menatap mama Disa. Hening..
“ Kamu mendonorkan darah ke Disa..??” tanya mama Disa, aku lalu menatapnya dan mengangguk. Jadi tante Ayu belum tahu kalo aku mendonorkan darah padanya.
“ Tante belum tahu..??” tanyaku heran, Tante Ayu menggeleng.
“ Kenapa Disa ngga cerita ya..” ujar Tante Ayu.
“ Maaf tante Rey baru bisa jujur pada Tante sekarang..” jelasku masih tertunduk.
“ Rey, Tante ngga mau melarang Disa untuk selalu menemuimu dan Tante juga ngga bisa membenci orang yang telah menyelamatkan putri Tante satu-satunya. Tante memang tahu kalau Disa suka padamu dan itu sudah lama, bahkan Tante kira kalian sudah pacaran, soal penyakitmu tante akan membantumu..” jelas mama Disa panjang.
“ Tapi Rey ngga mau Disa terbebani tante, selama ini aku selalu berusaha untuk menjauhinya tapi Rey ngga bisa tante. Dan mungkin Disa belum cerita pada tante yang namanya Yupi, dialah orang yang tepat buat Disa bukan Rey tante. Dia lebih apapun dari Rey..” jelasku membuat Tante Ayu sangat sedih.
“ Rey, tante ngga butuh materi. Tante hanya ingin anak tante bahagia dengan siapa pun itu...” hibur mama Disa.
“ Makasih tantee..” ujarkuu.
***
Saat siang menjelang kelasku belum kelar juga, dosen kami sedang berencana mengadakan camping bersama selama 2 hari sambil melukis pemandangan yang ada sebagai MID tengah semester kelas kami dan akan di kumpulkan saat pulang. Maka diskusipun di lakukan hingga siang ini, aku menjadi dilema. Jika aku ikut siapa yang akan menolongku, padahal tak seorangpun yang tau penyakitku selain Disa. Jika Disa yang aku harapkan, aku pasti merepotkannya dan teman-temanku akan tau jika aku sakit. Ah, seandainya saja ini ngga wajib diikuti aku hanya browse  aja lalu aku lukis. Diskusipun ditutup dengan keputusan camping di lakukan seminggu lagi.
“ Kamu ngga boleh ikut Rey..” ujar Disa melarangku.
Aku hanya terdiam di pojok kamar kosku.
“ Aku khawatir kamu akan kenapa-kenapa dan itu pasti..” sambungnya lagi, sambil mendekatiku dan duduk di kursi yang ada di depanku.
“ Aku tahu Dis, tapi aku harus bagaimana lagi aku harus ikut..” ujarku.
“ Rey, walaupun ini demi kebaikanku kamu rela membohongi hatimu tapi baiklah aku akan mendukungmu, aku akan membiarkanmu ikut aja. Aku tahu kamu tak ingin aku sakit hati..” ujarnya sambil menatapku.
“ Dis, kamu bicara apa sih..??” ujarku sambil menatapnya juga.
“ Aku sudah membaca semuanya Rey. Jadi jika kamu ikut mendaki dan kamu khawatirkan aku tidak bisa mengurusimu, kamu salah..” ujarnya sambil mempelihatkan catatan harianku dari Tabku.
Aku semakin tertunduk lesu, aku ngga bisa apa-apa lagi. Disa sudah tahu semuanya. Disa kemudian berdiri lalu mengenggam tanganku.
“ Aku juga sayang dan cinta banget sama kamu Rey. Jangan khawatirkan aku, khawatirkan dirimu..” ujarnya sambil mencium punggung tanganku aku hanya menatapnya dia melakukan itu.
“ Disaa..”
“ Rey, aku sudah tahu semuanyaa..”
***
Hari masih gelap saat kami berkumpul di kampus, setelah mengecek kembali persiapan kemudian semua peserta masuk kedalam mobil dengan absensi nama mereka. Di dalam mobil pagi-pagi buta itu, Disa tampak tenang kelihatannya dia senang sekali aku ajak duduk bersamaku.
“ Ngga ada lagi yang kamu lupakan..??” tanyanya sambil memeriksa tas kecil yang berisi barang pribadiku.
“ Sepertinya sudah ngga ada deh..” jawabku memastikan sambil mengecek ke dalam tas kecil yang selalu bersamaku.
“ Kabarmu hari ini gimana..??” tanyanya lagi sambil mempehatikan wajahku dengan seksama membuatku merasa ngga enak.
“ Hmm, baik cuma masih ngantuk aja..” jawabku sambil merapikan kembali tas kecilku.
“ Kalau ngantuk sih sama, aku juga masih mau tidur..” ujarnya sambil tersenyum kemudian memeluk lenganku lalu menyandarkan kepalanya di pundakku.
Aku hanya tersenyum melihat tingkah manjanya.
“ Kamu harus kuat ya Rey demi kesehatanmu dan juga demi aku..” ujarnya lagi pelan.
Aku hanya mengangguk sambil menatapnya. Dia tersenyum lagi.
“ I Love You..” Ujarnya lagi sambil mencium pipiku.
“ Diliati Yupi tuh..” ujarku padanya saat Yupi menatap tajam ke arah tempat kami duduk, Disa kemudian memastikannya hanya melihat dengan ekor matanya saja.
“ Biarin aja..” ujarnya judes. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.
***
Tiba di lokasi, kami istirahat karena kami harus berjalan kaki untuk menuju ke lokasi ini. Pemandangannya cukup keren bagiku. Tanah lapang yang hanya seluas lapangan sepak bola dan di kelilingi perbukitan hutan pinus. Tampak jauh moment keseriusanku itu di abadikan Disa dengan camera SLR pemberianku, aku berkerut dahi saat aku tahu itu adalah Disa. Perlahan dia menghampiriku.
“ Kamu tambah keren deh kalau lagi serius seperti itu..” ujarnya saat dia dihadapanku.
“ Sudah, dirikan tendamu dulu..” ujarku sambil berlalu menuju kursi yang berda di bawah pohon.
“ Yah, Rey istirahat dulu..” ujarnya sambil mengejarku.
“ Iyya, aku mau istirahat sekarang. Badanku pegal-pegal semua..” ujarku lagi sambil berjalan beriringan dengannya menuju tendanya yang masih di dalan tasnya.
“ Tendamu sendiri sudah jadi belum..??” tanyanya sambil duduk di kursi yang berada di bawah pohon, aku hanya menunjuk ke arah Aldo yang sedang sibuk mendirikan tenda kami. Di menghela nafas.
“ Kamu dengan siapa..??” tanyaku sambil memperhatikannya.
“ Hmm, tuh si Raisa..” tunjukknya pada Raisa yang sedang asik sendiri, selfi di dekat pancuran air. Aku hanya tersenyum, kemudian aku bangkit dan menarik tendanya menuju dekat tendaku. “ Rey, ngapain sih..?? aku sendiri aja yang pasang..” cegahnya sambil menahanku, aku lalu berhenti dan menghela nafas berat.
“ Dis, jangan memanjakan aku seperti ini. Aku bisa kok..” jelasku sambil melanjutkan mendirikan tendanya. Disa terdiam di sampingku.
“ Maaf Rey. Aku ngga tega liat kamu, katanya pegal-pegal kok kamu memasang tenda aku..” ujarnya sambil dengan perasaan bersalah dia menyeret langkahnya menuju kursi di bawah pohon itu lagi. Disa kembali duduk dan memperhatikannku memasang tenda miliknya, tapi saat tenda itu akan selesai tiba-tiba aku merasa pusing dan terjatuh. Gelap..
***
            Perlahan aku membuka mata dan mendapati Disa sedang di sampingku dengan wajahnya yang pucat karena khawatir. Aku tersenyum.
            “ Kamu baik-baik saja kan Rey..??” tanya Aldo yang duduk di samping kananku, aku hanya mengangguk.
            “ Bisa tinggalkan kami dulu..!!” ujar Disa meminta, perlahan satu per satu teman-temanku kelua dari tenda itu.
            “ Maaf Dis..!!” ujarku sambil menatapnya yang sedang menagis kemudian bangkit dan duduk.
            “ Dasar keras kepala..” ujarnya sambil memukul lenganku.
            “ Maaf Dis..maaff..” ujarku sambil menahan kedua tanganya yang memukulku lalu memeluknya.
            “ Kenapa kamu ngga mendengarkan aku sih..??” ujarnya masih dalam pelukanku.
            “ Maaf, aku tahu aku yang salah..” ujarku sambil melepas pelukanku dan menatapnya Disa hanya tersenyum lalu kembali memelukku.
            “ Lain kali jangan paksakan dirimu..” nasehatnya kembali melepas pelukannya dan bergegas keluar dari tenda dan mendapati Yupi sedang berdiri menatapi Disa, Disa hanya berlalu tidak mempedulikan Yupi.
            “ Dia sakit apa Dis..???” tanya Yupi, Disa behenti sejenak.
            “ Bukan urusanmu Yup..” ujar Disa sambil melanjutkan langkahnya.
            “ Disaa..” teriak Yupi, tapi Disa tidak mempedulikannya.
            “ Untuk apa kamu mengetahuinya jika kamu pernah hampir membunuhnya Yup..” teriak Disa keras, aku yang mendengar percakapan mereka hanya diam di dalam tenda karena memang mereka dekat dengan tendaku. Sedangkan teman-temanku yang mendengar ucapan Disa hanya menoleh ke arahnya, Disa menagis. Sedangkan Yupi terdiam menunduk dan meninggalkan mereka yang sedang menghibur Disa.
            “ Sudalah Dis..” hibur Raisa sambil menenagkan Disa.
            “ Tapi Yupi jahat Sa, dia hampir saja membunuh Rey. Kamu liatkan waktu pulang dari kampus tempo hari, saat Yupi memukul Rey..” jelas Disa masih menangis. Raisa hanya menganggunk dengan wajah sedihnya.
            “ Rey sakit apa Dis..??” tanya Aldo, Disa menoleh ke arah Aldo, “ Lupakan saja..” sambung Aldo cepat sambil memelingkan wajah seriusnya dari tatapan Disa.
            “ Rey..Reyy..” ucap Disa tergagap, mungkin dia takut.
            “ Disaa..” ujarku dari dalam tenda, aku takut teman-temanku akan menjauhiku saat tahu penyakitku.
            “ Iyya Rey..” ujar Disa sambil menghapus air matanya dan menghampiriku diikuti teman-temanku yang lain.
            “ Aku mau minum..” ujarku sambil berusaha berbaring di bantu Aldo. Sedang Disa bergegas keluar tenda untuk mengambil air minum
            “ Hati-hati.” ujar Aldo.
***
Malam menjelang, aku hanya duduk bersama Aldo di depan tendaku sambil bermain gitar dan menyanyikan lagu indie yang menurutku sangat cocok dengan keadaanku sekarang. Entalah lagu ini lagu siapa tapi ini sangat aku sukai.
Pernah kucoba mencintaimu
Sebagai tuntutan hati agar ku bahagia
Harus kuterima begini adanya
Bukan kubahagia hatiku perih terluka
Tunjukkan aku cara membencimu
Biarlah biar semua berlalu
Pergilah kasih jauhkan luka ini dariku
Ajari aku tepiskan wajahmu
Agar tak lagi tersiksa di hati
Temukanlah dia yang ternyata memang
Lebih baik dariku.
            Ini semua, kemana kubawa
Teguhkan cinta tuk pulihkan semua
Harus kucoba tuk menutup mata
Melupakan semua langkah tuk memilikimu
Dari jauh Disa terus memperhatikanku dengan raut wajah yang sedih, entah apa yang dia fikirkan. Aku lalu berdiri dan duduk di bawah pohon tempat kami biasa bercanda. Sambil mendengarkan lagu dari Tabku dengan volume kecil dengan ear phone, aku membuka foto-foto saat kami di taman pinggir kota dan saat jogging. Tak lama aku asyik dengan Tabku, aku mendengar suara ribut dari arah belakangku, aku lalu berbalik dan melepas ear phone yang aku pakai. Disana Yupi dan Disa berdiri berhadapan.
“ Aku minta maaf Dis..” ujar Yupi sambil berusaha meraih tangan Disa.
“ Minta maaf utuk apa..??” tanya Disa sambil menepis tangan Yupi.
“ Yang terjadi pada Rey, aku benar-bener gelap mata..” jelas Yupi.
“ Minta maaf pada Rey, jangan padaku karena jika kamu minta maaf padaku aku tidak akan memaafkanmu. Kan aku sudah bilang, jangan dekati aku lagi..” jelas Disa sambil berbalik arah tapi Yupi mencengahnya.
“ Untuk apa kamu melindunginy Disa..??” tanya Yupi lagi.
“ Karena aku sayang padanya, aku sangat mencintainya..” jelas Disa membuatku merasa sakit.
“ Aku juga sayang dan cinta sama kamu Dis..” ujar Yupi sambil menatap Disa yang matanya mulai berkaca-kaca lalu.
“ Tapi aku ngga bisa Yup, seandainya Rey ngga ada kamu ngga pernah punya kesempatan mengucapkan kalimat yang tidak bergunamu itu..!!” ujar Disa sambil duduk di tanah, menagis. Yupi hanya diam, mengikuti Disa. Tak lama kemudian Raisa datang menghampiri Disa yang tidak  bisa lagi berkata apa-apa.
“ Maksud kamu apa bicara begitu..??” tanya Yupi ngga mengerti. Disa menggeleng.
“ Nggak apa-apa Dis, mungkin Rey belum siap..” hibur Raisa dan Terry.
“ Sampai kapan aku harus menunggunya Sa, ini sudah 2 tahun..”jelas Disa, Raisa membimbing Disa menuju ke tempatku meninggalkan Yupi yang diam seribu bahasa aku lalu cepat-cepat memasang ear phone aku kembali dan mereka kaget saat melihatku.
“ Rey..” desah Disa, tapi aku pura-pura sedang asyik mendengarkan musik padahal aku Cuma memakai ear phone saja tanpa ada musik, dia buru-buru menghapus air matanya dan perlahan dia duduk di hadapanku di temani Raisa.
“ Eh, kalian. Kenapa belum tidur..??” tanyaku sambil melepas ear phoneku lagi, pura-pura kaget. Disa tersenyum.
“ Lagi suntuk di tenda.” Jawab Raisa.
“ Kamu ngapain di sini..??” tanya Disa tertunduk sambil menghapus air matanya lagi.
“ Sama seperti kalian, suntuk..” jawabku pendek. Disa lalu merebut Tab dari tanganku dan bermain game, hmm dia sangat pandai menyembunyikan rahasia dariku.
“ Kamu sudah dapat bahanmu untuk besok..??” tanya Disa tanpa menoleh ke arahku.
“ Belum, kalian sendiri bagaimana..??” tanyaku sambil menatapnya satu-satu. Disa menggeleng sama halnya dengan Raisa.
***
Malam semakin larut Aldo terlihat sangat nyenyak tapi mataku belum bisa terpejam, gelisah. Aku lalu keluar dari tendaku dan langsung menoleh ke arah tenda Disa dan Raisa, lampu tendanya masih menyalah. Aku lalu melanjutkan langkahku menuju tepian gunung itu sambil mencari bahan likusanku nanti. Sambil bermain gitar, aku duduk di bawah pohon yang cukup rindang.
“ Kenapa belum tidur..??” tanya seseorang di dekatku aku menghentikan aktifitasku dan meoleh ke sumber suara itu dan ternyata Disa.
“ Belum ngantuk, kamu sendiri..??”
“ Mengkhawatirkan kamu..” jelas Disa sambil menoleh ke arahku tapi aku tetap menatap kosong kedepan. Menghela nafas berat.
“ Aku takut menyakitimu Dis..” ujarku terlontar begitu saja.
“ Kenapa kamu beranggapan begitu..???” tanya Disa dengan nada sedikit getir sambil menghadap ke arahku.
“ Itu karena aku sangat sayang padamu..”
“ Sebagai sahabatmukan..??” potong Disa hampir menangis, aku terdiam.
“ Aku tak bisa menganggapmu lebih dari itu Dis, dan tak seorang gadispun yang akan mendapatkannya..!!” jelasku, aku tahu ini cukup menyakiti Disa. Tapi aku terpaksa.
“ Kemarin aku di marahi mama..” ujarnya sedikit lemah. Aku memutar badanku hingga kami berhadapan,
“ Ada, kenapa tante Ayu marah padamu..??” tanyaku sambil menatapnya.
“ Ini kesalahan aku sih, mama kaget dan bingung kenapa aku tidak pernah cerita ke beliau masalah darah yang kamu donorkan saat itu. Dan aku heran kenapa mama baru menanyakan itu kamarin..” jelasnya.
“ Aku yang cerita Dis, tapi bukan itu intinya. Tanya sama mama kamu aja yah..” ujarku lalu lalu berbaring ke rumput. Disa tampak tidak puas dengan pernyataanku. Tapi aku yakin dia tidak akan memaksaku. Tak terasa aku terlelap dan kembali terbangun saat Disa sedang duduk di sampingku menatapku, apa dia tidur disini juga..??. Jam 07.00 pagi, teman-temanku sibuk dengan perlengkapan lukis mereka masing-masing, lalu lalang mencari pemandangan yang keren. Sedang aku sibuk memotret sejak bangun. Setelah itu aku duduk dibawah pohon dekat tebing sambil memindahkan foto dari camera SLR yang di belikan oleh Disa ke laptopku. Dan disana aku mulai mencari gambar pemandangan saat menemukan satu gambar yang menurutku bagus aku mulai melukisnya sambil mendengarkan musik di temani roti isi dan segelas susu coklat buatan Disa.
***
Tiba di kosku aku berbaring kelelahan, mungkin karena berjalan seharian bersama teman-teman. Aku dan teman-teman yang lain berpisah di kampus karena bus yang kami tumpangi hanya bisa mengantar kami cuma sampai depan kampus saja. BBM, SMS dan yang lainnya aku cuekin dulu. Setelah istirahat beberapa jam aku kemudian mandi dan berpakaian lalu duduk di depan laptopku. Aku lalu membuka BBMku.
From: Disa
Kamu dah baikan..?”
20/07/15 18:30
To: Disa
Iyya :D..
20/07/15 18:31
From: Disa
Baguslah, aku ada di depan nih
20/07/15 18:31
To: Disa
Serius..??
20/07/15 18:32
Disa tak menjawab hanya ada ketukan di pintu kamarku, aku lalu berdiri dan bergegas menuju pintu dan membukanya.
“ Masih capek..??” tanya Disa sambil masuk ke kamarku dan menutupnya kembali saat Disa sudah duduk di tepi kasurku.
“ Sudah agak mendingan sih. Kamu sendiri gimana..??” tanyaku sambil kembali duduk di depan laptopku.
“ Makan dulu yuk..” ujarnya sambil membuka tasnya dan mengeluarkan rantang berisi makanan.
“ Kamu yang masak..??” tanyaku sambil menghampirinya. Dia hanya mengangguk sambil menyuapiku.
“ Ngga enak ya..??”tanyanya sambl menatapku.
“ Ngga, ini enak kok, makasih ya..” ujarku sambil membelai rambutnya.
***
            Siangya di kampus saat jam kosong Disa tak kelihatan, BBMku pun belum di read. Kemana sih ni anak, bikin khawatir deh. Aku lalu berjalan di koridor fakultasku dan melihat Disa sedang menagis disebelahnya ada Yupi yang sedang menghiburnya  Disa menyebut namaku. Sambil merekam lewat kamera Tabku karena iseng saja merekan, aku menghampiri mereka.
            “ Ngga enak ya jadi cewe..” ujarnya sambil terisak, ” Ngga bisa ngungkapin perasaan duluan pada cowo yang disukai..” sambungnya sambil sandaran di bahu Yupi.
“ Aku bisa membantumu kok Dis..” hibur Yupi sambil menepuk bahu Disa.
“ Ngga Yup, aku ngga mau Rey terbebani. Cukup aku saja yang selalu sayang dan cinta padanya..” jelas Disa.
“ Kamu sudah katakan pada Rey..??” tanya Yupi sambil menatap Disa. Disa menggeleng.
“ Tapi aku sudah mengatakannya lewat perhatianku padanya, tapi sepertinya dia tidak merasakannya..” jelas Disa lagi.
“ Sudahlah Dis, pasti dia akan tau. Aku yakin itu..” hibur Yupi lagi, Disa terlihat mengangguk. “ Yuk ke kelas..” ajak Yupi lagi, Disa kembali mengangguk. Aku lalu bergegas pula berlawanan arah dengan mereka bertiga dan hampir saja menabrak Terry yang sedang berdiri tepat di depanku.
“ Eh, maaf Ter..” ujarku sambil berlalu.
“ Kamu kenapa sih Rey..??” ujar Terry, aku berhenti melangkah “seharusnya jika kamu tidak suka pada Disa kamu jangan memberinya harapan. 2 tahun Rey dia nunggu kamu, kamu bisa bayangin ngga..” sambungnya. Aku menghela nafas berat, mengapa semua teman-temanku tahu hal ini.
“ Jika kamu ingin membahas ini, sebaiknya jangan disini..” ujarku sambil berlalu kemudian Terry menjajariku menuju sudut taman samping fakultas kami.
“ Aku minta maaf Rey jika aku mencampuri urusanmu, tapi Disa adalah sahabatku begitupun denganmu Rey. Aku ngga bisa diam saat sahabatku terkena masalah..” jelas Terry sambil duduk di depanku.
“ Ngga apalah Ter, aku juga lagi nyari teman tuk curhat..” ujarku sambil membuka Tabku dan memperlihatkannya pada Terry.
“ Apa ini Rey..??” tanya Terry tak mengerti.
“ Di dalamnya ada semua kenangan aku dan Disa selama 2 tahun ini Ter..” jelasku, Terry sambil mengotak atik aplikasi didalam Tabku.
“ Sudah berapa banyak foto dan rekamannya kamu kumpulkan..??” tanya Terry ingin tahu sambil melihat fotoku bersama Disa.
“ Cukup banyak sih, sebagian ada di notebook...” jelasku.
“ Katanya kamu sakit ya..???” tanya Terry mengalihkan pembicaraan, aku hanya terdiam. “ Maaf, Disa cerita banyak tentangmu..” sambungnya lagi.
“ Ngga apa-apa Ter, yah setahun belakangan ini aku sakit..” jelasku pelan.
“ Itu sebabnya kamu ngga bisa menerima Disa..??” tanya Terry lagi, aku mengangguk.
“ Disa sudah tahu kalau aku juga suka padanya, tapi dia ingin mendengarnya langsung dariku bukan lewat tulisan tanganku. Disa sudah mengenalku dengan baik, apa yang aku suka, apa yang tidak aku suka Disa tahu semuanya..” jelasku panjang.
“ Termasuk penyakitmu..??” tanya Terry pelan, aku mengangguk
Terry terdiam
***
Saat pulang dari kampus Disa tampak tak biasanya, dia sangat pucat dan sedikit kusut mamanya yang sedang duduk santai di ruang keluarga kaget dan heran kenapa anak gadisnya seperti itu, beliau lalu menaruh majalahnya dan mengikuti Disa ke kamarnya.
“ Disa..” panggil mamanya sat Disa menggenggam handle pintu kamarnya, Disa menghentikan langkahnya. “ kamu kenapa nak..??” tanya mamanya lagi sambil membalikkan tubuh Disa kemudian membelai rambutnya.
“ Rey ma..” jawab Disa pedek sambil memeluk mamanya.
“ Ada apa dengan Rey ceritakan pada mama, apa dia menyakitimu..??” tanya mamanya lagi ingin memastikan, Disa hanya menggangguk di pelukan mamanya.
“ Ma, aku minta maaf sebelumnya. Masalah donor darah yang di berikan oleh Rey, mama bener-bener ngga tahu..??” tanya Disa melepas pelukannya dan menatap mamanya, mamanya mengangguk. “ kirain mama sudah tahu dari RS tempat Disa di rawat dulu jadi Disa ngga mengungkitnya lagi..” sambung Disa.
“ Sudahlah nak, mama sudah ngerti sekarang..” jelasnya.
“ Disa mau nanya, apa bener mama sama Rey pernah bertemu dan ada sesuatu yang Rey bicarakan sama mama..??” tanya Disa lagi.
“ Iyya..” jawab mamanya lemah.
“ Kok mama jawabnya gitu sih, ada apa maa..??” tanya Disa semakin mendesak mamanya.
“ Mama tahu kamu suka pada Rey begitupun sebaliknya, tapi Rey berpesan pada mama agar menjagamu. Katanya dia ngga mau menyakitimu dan lagi dia sakit Dis, tapi mama belum mengetahui dia sakit apa. Mama kasian padanya di samping harus kuliah, dia harus berjuang melawan sakitnya dari biaya kakaknya..” jelas mamanya panjang.
“ Kakaknya..??”
“ Iyya..”
“ Kok Disa ngga pernah tahu sih..”
Mama Disa hanya diam
“ Rey kanker otak ma..” ujar Disa pelan dan hampir ngga kedengaran. Mama Disa tambah ngga bisa berkata lagi.
***
Keesokan harinya aku hanya menghabiskan waktuku di dalam kamar  hanya membuat blog, entahlah ideku untuk membuat blog terlintas begitu saja saat Terry mengintrogasiku tentang hubunganku dengan Disa kemarin sore. Aku lalu mengupload isi diaryku 2 tahun ini saat bersama Disa dan beberapa lagu indi favoritku. Saat sedang asyik mengetik, darah dari hidungku menetes lagi. Aku lalu mengusapnya dan bergegas mengambil tissu. Sesaat aku membersihkan hidungku dan berdiri di depan cermin lemari pakaiannku, tak lama lagi rambut gonrongku akan habis. Aku tersenyum getir menatap banyangan pucatku di cermin.


Suatu ketika, aku pernah harus merelakan sesuatu Sesuatu yang sama sekali tidak ingin kulepas Butuh proses yang cukup kuat untuk bisa meyaki...