Kamis, 03 April 2014

5 (Lima) Jenis Hama dan Penyakit Utama Padi Sawah


A.Tikus
Tikus (Rattus argentiventer (Rob.& Kloss)) merusak tanaman padi pada semua tingkat pertumbuhan, dari semai hingga panen, bahkan di gudang penyimpanan.Kerusakan parah terjadi jika tikus menyerang padi pada fase generatif, karena tanaman sudah tidak mampu membentuk anakan baru.Tikus merusak tanaman padi mulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir.Tikus menyerang padi pada malam hari.Pada siang hari, tikus bersembunyi di dalam lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan dekat sawah.Pada periode bera, sebagian besar tikus bermigrasi ke daerah perkampungan dekat sawah dan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi menjelang fase generatif.

Cara pengendalian
Kendalikan tikus pada awal musim tanam sebelum memasuki masa reproduksi.Kegiatan tersebut meliputi gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS (Trap Barrier System) / Sistem Bubu Perangkap) dan LTBS (Linear Trap Barier Sistem).Gropyok dan sanitasi dilakukan pada habitat-habitat tikus seperti sepanjang tanggul irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan batas sawah dengan perkampungan.Pemasangan bubu perangkap pada pesemaian dan pembuatan TBS dilakukan pada daerah endemik tikus untuk menekan populasi tikus pada awal musim tanam.

 B.Keongmas
Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) diperkenalkan ke Asia pada tahun 1980an dari Amerika Selatan sebagai makanan potensial bagi manusia.
 Namun, kemudian keong mas menjadi hama utama padi yang menyebar ke Filipina, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Keong mas memakan tanaman padi muda serta dapat menghancurkan tanaman pada saat pertumbuhan awal.

Cara pengendalian
Saat-saat penting untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama untuk padi tanam pindah dan sebelum tanaman berumur 21 hari pada tabela (tanam benih secara langsung). Setelah itu, tingkat pertumbuhan tanaman biasanya lebih tinggi daripada tingkat kerusakan akibat keong.
Semut merah memakan telur keong, sedangkan bebek (dan kadang-kadang tikus) memakan keong muda.Bebek ditempatkan di sawah selama persiapan lahan tahap akhir atau setelah tanaman tumbuh cukup besar (misalnya 30-35 hari setelah tanam); keong dapat dipanen, dimasak untuk dimakan oleh manusia.
Pungut keong dan hancurkan telurnya. Hal ini paling baik dilakukan di pagi dan sore hari ketika keong berada pada keadaan aktif. Tempatkan tongkat bambu untuk menarik keong dewasa meletakkan telurnya.
Tempatkan dedaunan dan pelepah pisang untuk menarik perhatian keong agar pemungutan keong lebih mudah dilakukan.
Keong bersifat aktif pada air yang menggenang/ diam dan karenanya, perataan tanah dan pengeringan sawah yang baik dapat menekan kerusakan. Buat saluran-saluran kecil (misalnya, lebar 15-25 cm dan dalam 5 cm) untuk memudahkan pengeringan dan bertindak sebagai titik fokus untuk mengumpulkan keong atau membunuh keong secara manual. Apabila pengendalian air baik, pengeringan dan pengaliran air ke sawah dilakukan hingga stadia anakan (misalnya, 15 hari pertama untuk tanam pindah dan 21 hari pertama untuk tabela).
 C.Penggerek Batang
Penggerek batang adalah hama yang ulatnya hidup dalam batang padi. Hama ini berubah menjadi ngengat berwarna kuning atau coklat; biasanya 1 larva berada dalam 1 anakan.Ngengat aktif di malam hari. Larva betina menaruh 3 massa telur sepanjang 7-10 hari masa hidupnya sebagai serangga dewasa. Massa telur penggerek batang kuning berbentuk cakram dan ditutupi oleh bulu-bulu berwarna coklat terang dari abdomen betina. Setiap massa telur mengandung sekitar 100 telur.
 Cara pengendalian
Lindungi agen pangendalian hayati—Untuk melindungi musuh alami penggerek batang, jangan gunakan pestisida berspektrum luas, mis.methyl parathion.
oSayat ujung helaian daun sebelum tanam pindah.—Telur-telur penggerek batang kuning diletakkan dekat ujung helaian daun. Dengan menyayat bibit sebelum tanam pindah, pengalihan telur dari persemaian ke sawah dapat dikurangi.
oTanam belakangan (sedikit terlambat) untuk menghindari ngengat penggerek batang kuning.
oVarietas tahan—Beberapa varietas seperti PB36, PB32, IR66, dan IR77 mampu menghasilkan anakan baru sehingga mengkompensasi anakan yang mati.
oJemur atau hamparkan jerami di bawah sinar matahari untuk membunuh larva yang terdapat di situ.
oJaring larva penggerek batang pada daun yang mengapung dengan jaring.
oOlah dan genangi sawah setelah panen.

Pengendalian kimiawi
Insektisida sistemik berbentuk granular seperti karbofuran, bensultap, bisultap, karbosulfan, dimehipo, atau fipronil yang masuk ke dalam tanaman, merupakan bahan kimia yang dapat Beluk pada stadia reproduktif.Sundep.Larva penggerek batang padi putih.Imago penggerek batang padi putih.Imago penggerek batang padi merah jambu.Larva penggerek batang padi merah jambu.mengendalikan penggerek setelah masuk ke dalam batang. Penyemprotan efektif untuk kupu-kupu.Sebagaimana halnya dengan pestisida lainnya, keuntungan dari penggunaan insektisida harus mempertimbangkan risiko terhadap kesehatan dan lingkungan. Penggunaan insektisida yang tidak sesuai akan mengganggu keseimbangan alami karena terbunuhnya musuh alami hama penggerek batang, menyebabkan resurjensi atau ledakan serangan hama. Sebelum menggunakan pestisida, hubungi petugas perlindungan tanaman atau penyuluh untuk mendapatkan saran dan petunjuk.Baca petunjuk yang tertera di label dengan teliti setiap sebelum pestisida digunakan.
 D.Tungro
Tungro adalah penyakit virus pada padi yang biasanya terjadi pada fase pertumbuhan vegetatif dan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan berkurangnya jumlah anakan.Pelepah dan helaian daun memendek dan daun yang terserang berwarna kuning sampai kuning-oranye. Daun muda sering berlurik atau strip berwarna hijau pucat sampai putih dengan panjang berbeda sejajar dengan tulang daun. Gejala mulai dari ujung daun yang lebih tua.Daun menguning berkurang bila daun yang lebih tua terinfeksi.Dua spesies wereng hijau Nephotettix malayanus dan N.virescens adalah serangga yang menyebarkan (vektor) virus tungro.
Cara pengendalian

°        Varietas tahan. Penggunaan varietas tahan seperti TukadUnda, Tukad Balian, Tukad Petanu, Bondoyudo, dan Kalimas merupakan cara terbaik untuk mengendalikan tungro. Rotasi varietas penting untuk mengurangi gangguan ketahanan. Pembajakan di bawah sisa tunggul yang terinfeksi.Hal ini dilakukan untuk mengurangi sumber penyakit dan menghancurkan telur dan tempat penetasan wereng hijau.Bajak segera setelah panen bila tanaman sebelumnya terkena penyakit.
°        Cabut dan bakar tanaman yang sakit. Ini perlu dilakukan kecuali bila serangan tungro sudah menyeluruh.Bila serangan sudah tinggi maka mungkin ada tanaman yang terinfeksi tungro tapi kelihatan sehat.Mencabut tanaman yang terinfeksi dapat mengganggu wereng hijau sehingga makin menyebarluaskan infeksi tungro.
°      Tanam benih langsung (Tabela): Infeksi tungro biasanya lebih rendah pada tabela karena lebih tingginya populasi tanaman (bila dibandingkan tanam pindah). Dengan demikian wereng cenderung mencari dan makan serta menyerang tanaman yang lebih rendah populasinya.
°       Waktu Tanam: Tanam padi saat populasi wereng hijau dan tungro rendah.
°     Tanam serempak: Upayakan petani tanam serempak. Ini mengurangi penyebaran tungro dari satu lahan ke lahan lainnya karena stadium tumbuh yang relatif seragam.
°       Bera atau rotasi. Pertanaman padi terus-menerus akan meningkatkan populasi wereng hijau sehingga sulit mencegah infeksi tungro. Adanya periode bera atau tanaman lain selain padi dapat mengurangi populasi wereng hijau dan ketersediaan inang untuk virus tungro.
 E.Hawar Bakteri (HB-Bacterial blight)
Hawar Bakteri (HB) atau Hawar Daun Bakteri (HDB) merupakan penyakit yang dapat menginfeksi bibit dan tanaman tua.Bila HB terjadi pada tanaman muda disebut kresek dan bila terjadi pada tanaman tua disebut hawar daun.Tanaman yang terinfeksi kehilangan areal daun dan menghasilkan gabah yang lebih sedikit dan hampa.Pada pembibitan, daun yang terinfeksi berubah hijau keabu-abuan menggulung dan akhirnya mati.
 Cara pengendalian
Gunakan varietas tahan. Ini adalah cara yang paling efektif dalam mengendalikan penyakit. Pemupukan lengkap—Penyakit semakin parah bila pupuk N dipakai secara berlebihan, tanpa P dan K.
 Kurangi kerusakan bibit dan penyebaran penyakit
Infeksi bibit terjadi melalui luka dan kerusakan bagian tanaman.Penanganan yang buruk atau angin kencang dan hujan dapat menyebabkan tanaman sakit.Penyakit menyebar melalui kontak langsung antara daun sehat dengan daun sakit melalui air dan angin.
 Kurangi penyebaran penyakit dengan
•penanganan bibit secara baik waktu tanam pindah,
•pengairan dangkal pada persemaian, dan
•membuat drainase yang baik ketika genangan tinggi
 Kurangi jumlah inokulum
Tunggul tanaman yang terinfeksi dan gulma dapat menjadi sumber inokulum.
•Pertahankan kebersihan sawah — buang atau bajak gulma, jerami yang terinfeksi, ratun padi yang semuanya dapat menjadi sumber inokulum.
•Keringkan sawah — upayakan sawah bera mengering untuk membunuh bakteri yang mungkin bertahan dalam tanah atau sisa tanaman.
Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Padi
padiTanaman padi (Oryza sativa) sebagai sumber utama makanan pokok memegang peranan yang sangat penting dalam usaha pemenuhan kebutuhan pangan. Dalam usaha pertanian padi  adalah  potensi hasil yang maksimal, meskipun menggunakan varietas unggul, pemupukan, pengairan dan perbaikan cara bercocok tanam telah diterapkan. Pengenalan terhadap jenis hama dan penyakit yang menyerang merupakan langkah awal yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan dalam usaha pengendalian. Apalagi dengan penggunaan Pupuk Organik Nasa DanPestisida Organik Nasa dimana produk ini sudah banyak petani yang telah membuktikannya.Adapun Hama  Dan Penyakit pada tanaman padi sebagai berikut :
A. Penggerek  Batang / Sundep beluk .

sundep.jpg
Penggerek batang merupakan hama paling menakutkan pada pertanaman padi, karena sering menimbulkan kerusakan berat dan kehilangan hasil yang tinggi. Di lapang, kehadiran hama ini ditandai oleh kehadiran ngengat (kupu-kupu) dan kematian tunas padi, kematian malai, dan ulat penggerek batang.
Hama ini merusak tanaman pada semua fase tumbuh, baik pada saat pembibitan, fase anakan, maupun fase berbunga. Bila serangan terjadi pada pembibitan sampai fase anakan, hama ini disebut sundep, dan jika terjadi pada saat berbunga, disebut beluk.
Cara Pengendaliannya :
Sampai saat ini belum ada varietas yang tahan penggerek batang. Oleh karena itu gejala serangan hama ini perlu diwaspadai, terutama pada pertanaman di musim hujan.
Waktu tanam yang tepat, merupakan cara yang efektif untuk menghindari serangan penggerek batang.
Hindari penanaman pada musim Desember-Januari, karena suhu, kelembaban, dan curah hujan pada saat itu sangat cocok bagi perkembangan penggerek batang, sementara tanaman padi yang baru ditanam, sangat sensitif pada hama ini. Tindakan pengendalian harus segera dilakukan, kalau > 10% rumpun memperlihatkan gejala sundep atau beluk.
Pemakaian produk nasa yang berupa Natural BVR dari awal tanam sangat efektif  untuk mencegah hama sundep beluk tersebut.Natural BVR yang mengandung jamur Beuveria bassiana, dengan kandungan 10 pangkat 10 spora per gram nya mampu mencegah sundep beluk dengan tidak mematikan musuh alaminya. Jadi, dengan sekali semprot, maka  hama dan penyakit pada padi serta merta tercegah dan terkendali, dengan didukung sertifikasi serta kualitas yang tidak perlu diragukan maka pemakaian  NATURAL BVRsangat dianjurkan bagi petani dari awal tanam.
Pemakaian produk nasa yang berupa Natural Glio di awal tanam dengan di campurkan pupuk kandang atau dengan di campurkan Super Nasa.
Pemupukan yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro maupun mikro yang di perlukan tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk organik nasa yang berupa Super Nasa dengan di campurkan 50% pupuk kimia yang biasa di pakai.
B. Wereng Hijau.

wereng_hijau.jpg
Peran wereng hijau (WH) dalam sistem pertanaman padi menjadi penting oleh karena WH merupakan vektor penyakit tungro, yang merupakan salah satu penyakit virus terpenting di Indonesia. Kemampuan WH sebagai penghambat dalam sistem pertanian padi sangat tergantung pada penyakit virus tungro.Sebagai hama, WH banyak ditemukan pada sistem sawah irigasi teknis, ekosistem tadah hujan, tetapi tidak lazim pada ekosistem padi gogo.WH menghisap cairan dari dalam dari dalam daun bagian pinggir, tidak menyukai pelepah, atau daun-daun bagian tengah.
Adapun gejala tanaman padi yang terkena serangan Werwng hijau ( WH ) :
WH menyebabkan daun-daun padi berwarna kuning sampai kuning oranye.
Penurunan jumlah anakan, dan pertumbuhan tanaman yang terhambat (memendek).
Pemupukan unsur nitrogen ( Urea / ZA ) yang tinggi sangat memicu perkembangan WH.
Cara Pengendaliannya :
Dianjurkan menanam varietas tahan tungro seperti Tukad insektisida.
Pemakaian produk nasa yang berupa Natural BVR dari awal tanam sangat efektif  untuk mencegah hama sundep beluk tersebut.Natural BVR yang mengandung jamur Beuveria bassiana, dengan kandungan 10 pangkat 10 spora per gram nya mampu mencegah wereng hijau ( WH ) dengan tidak mematikan musuh alaminya. Jadi, dengan sekali semprot, maka  hama dan penyakit pada padi serta merta tercegah dan terkendali, dengan didukung sertifikasi serta kualitas yang tidak perlu diragukan maka pemakaian NATURAL BVR sangat dianjurkan bagi petani dari awal tanam.
C. Walang  sangit.

leptocorixa.jpg
Walang sangit merupakan hama yang umum merusak bulir padi pada fase pemasakan. Mekanisme merusaknya yaitu menghisap butiran gabah yang sedang mengisi. Apabila diganggu, serangga akan mempertahankan diri dengan mengeluarkan bau. Selain sebagai mekanisme mempertahankan diri, bau yang dikeluarkan juga untuk menarik walang sangit lain dari species yang sama. Walang sangat merusak tanaman ketika mencapai fase berbunga sampai matang susu. Kerusakan yang ditimbulkannya menyebabkan beras berubah warna dan mengapur, serta gabah menjadi hampa.
Cara Pengendaliannya :
Mengendalikan gulma, baik yang ada di sekitar sawah maupun yang ada di sekitar pertanaman.
Meratakan lahan dengan baik dan pemupukan yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro maupun mikro yang di perlukan tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk organik nasa yang berupa Super Nasa dengan di campurkan 50% pupuk kimia yang biasa di pakai.
Pemakaian produk nasa yang berupa Natural BVR dari awal tanam sangat efektif  untuk mencegah hama sundep beluk tersebut.Natural BVR yang mengandung jamur Beuveria bassiana, dengan kandungan 10 pangkat 10 spora per gram nya mampu mencegah walang sangit dengan tidak mematikan musuh alaminya. Jadi, dengan sekali semprot, maka  hama dan penyakit pada padi serta merta tercegah dan terkendali, dengan didukung sertifikasi serta kualitas yang tidak perlu diragukan maka pemakaian NATURAL BVR sangat dianjurkan bagi petani dari awal tanam.
Menyemprotkan Pestisida Organik Nasa yang berupa Pestona + Aero-810 dengan interval 10 hari sekali.Lakukan dari awal tanam dan diwaktu sore hari.
D. Wereng Coklat (WCK)
wereng_coklat.jpg
Wereng coklat dapat menyebabkan daun berubah kuning oranye sebelum menjadi coklat dan mati.Dalam keadaan populasi wereng tinggi dan varietas yang ditanam rentan wereng coklat, dapat mengakibatkan tanaman seperti terbakar atau “hopperburn“.Wereng coklat juga dapat menularkan penyakit virus kerdil hampa dan virus kerdil rumput, dua penyakit yang sangat merusak.
Ledakan WCK biasanya terjadi akibat penggunaan pestisida yang tidak tepat, penanaman varietas rentan, pemeliharaan tanaman, terutama pemupukan, yang kurang tepat, dan kondisi lingkungan yang cocok untuk WCK (lembab, panas, dan pengap).
Cara pengendaliannya :
Melakukan pemantauan secara rutin dan terjadwal yang dilakukan dengan cara mengamati areal tanaman padi dalam interval waktu tertentu (misalnya seminggu sekali), sejak awal persemaian, penanaman sampai panen.
Memusnahkan singgang (sisa tanaman) yang terserang virus kerdil rumput dan kerdil hampa dengan cara mengolah tanah sesegera mungkin setelah tanaman padi dipanen.  Dengan kita membiarkan lahan tersebut, maka kemungkinann timbulnya serangan virus akan lebih besar saat kita memulai penanaman kembali.
Menanam padi varietas unggul tahan hama. Penanaman varietas tahan hama terbukti mampu dan efektif mengurangi serangan wereng coklat.
Melakukan pemusnahan selektif terhadap tanaman padi yang terserang ringan.  Artinya memilih tanaman padi yang terserang dengan cara mengambilnya untuk kemudian dibuang/dibakar di tempat lain.  Bila terjadi serangan berat, maka perlu dilakukan pemusnahan (eradikasi) total.
Pemupukan yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro maupun mikro yang di perlukan tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk organik nasa yang berupa Super Nasa dengan di campurkan 50% pupuk kimia yang biasa di pakai.
Pemakaian produk nasa yang berupa Natural BVR dari awal tanam sangat efektif  untuk mencegah hama sundep beluk tersebut.Natural BVR yang mengandung jamur Beuveria bassiana, dengan kandungan 10 pangkat 10 spora per gram nya mampu mencegah wereng coklat  dengan tidak mematikan musuh alaminya. Jadi, dengan sekali semprot, maka  hama dan penyakit pada padi serta merta tercegah dan terkendali, dengan didukung sertifikasi serta kualitas yang tidak perlu diragukan maka pemakaian NATURAL BVR sangat dianjurkan bagi petani dari awal tanam.
Menyemprotkan Pestisida Organik Nasa yang berupa Pestona + Aero-810 dengan interval 10 hari sekali.Lakukan dari awal tanam dan diwaktu sore hari.
E. Hawar Daun Bakteri.

daun_terserang_hawar.jpg
Hawar daun bakteri (HBD) merupakan penyakit bakteri yang tersebar luas dan menurunkan hasil sampai 36 %.Penyakit terjadi pada saat musim hujan atau musim kemarau yang basah, terutama pada lahan sawah yang selalu tergenang, dan dipupuk N tinggi (> 250 kg Urea/ha).
Penyakit HDB menghasilkan dua gejala khas, yaitu kresek dan hawar.Kresek adalah gejala yang terjadi pada tanaman berumur < 30 hari (persemaian atau yang baru pindah).Daun-daun berwarna hijau kelabu, melipat, dan menggulung.Dalam keadaan parah keadaan daun menggulung, layu, dan mati, mirip tanaman yang terserang penggerek batang atau terkena air panas (lodoh).Sementara, hawar merupakan gejala yang paling umum pada tanaman yang telah mencapai fase tumbuh anakan sampai fase pemasakan.
Gejala diawali dengan timbulnya bercak abu-abu (kekuningan) umumnya pada tepi daun. Dalam perkembangannya gejala akan meluas, membentuk hawar, dan akhirnya daun mengering. Dalam keadaan lembab (terutama pagi hari), kelompok bakteri, berupa butiran berwarna kuning keemasan, dapat dengan mudah ditemukan pada daun-daun yang menunjukkan gejala hawar. Dengan bantuan angin, gesekkan antar daun, dan percikan air hujan, massa bakteri ini berfungsi sebagai alat penyebar penyakit HDB.
Cara pengendaliannya :
Pemupukan yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro maupun mikro yang di perlukan tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk organik nasa yang berupa Super Nasa dengan di campurkan 50% pupuk kimia yang biasa di pakai.
pengaturan air air yang cukup.
 Hindari penggenangan air yang terus menerus, misalkan 1 hari digenangi dan 3 hari dikeringkan.
Pemakaian produk nasa yang berupa Natural Glio di saat olah tanah  dengan di campurkan pupuk kandang atau dengan di campurkan Super Nasa.
Menyemprotkan Pestisida Organik Nasa yang berupa Pestona + Aero-810 dengan interval 10 hari sekali.Lakukan dari awal tanam dan diwaktu sore hari.
F. Busuk batang .
busuk batang padi
Busuk batang merupakan penyakit yang menginfeksi bagian tanaman dalam kanopi dan menyebabkan tanaman menjadi mudah rebah.Untuk mengamati penyakit ini, kanopi pertanaman perlu dibuka.Perlu diwaspadai apabila terjadi kerebahan pada pertanaman, tanpa sebelumnya terjadi hujan dengan angin yang kencang.
Gejala awal berupa bercak berwarna kehitaman, bentuknya tidak teratur pada sisi luar pelepah daun dan secara bertahap membesar.Akhirnya, cendawan menembus batang padi yang kemudian menjadi lemah, anakan mati, dan akibatnya tanaman menjadi rebah.
Cara pencegahannya :
Tunggul-tunggul padi sesudah panen dibakar atau didekomposisi.
Keringkan petakan dan biarkan tanah sampai retak sebelum diairi lagi.
Pemupukan yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro maupun mikro yang di perlukan tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk organik nasa yang berupa Super Nasa dengan di campurkan 50% pupuk kimia yang biasa di pakai.
Pemakaian produk nasa yang berupa Natural Glio di saat olah tanah  dengan di campurkan pupuk kandang atau dengan di campurkan Super Nasa.
G. Bercak Cercospora.

c_orizae.jpg
Bercak cercospora disebabkan oleh jamur Cercospora oryzae.Penyakit menyebabkan kerusakan yang serius pada pertanaman dilahan yang kurang subur.Penyakit menghasilkan gejala lurus sempit berwarna coklat pada helaian daun bendera, pada fase tumbuh-pemasakan.Gejala juga dapat terjadi pada pelepah dan kulit gabah.
Cara pengendaliannya :
Pemupukan yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro maupun mikro yang di perlukan tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk organik nasa yang berupa Super Nasa dengan di campurkan 50% pupuk kimia yang biasa di pakai.
Pemakaian produk nasa yang berupa Natural Glio di saat olah tanah  dengan di campurkan pupuk kandang atau dengan di campurkan Super Nasa.
Pengendalian Hama & Penyakit Tanaman Padi
HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN PADI DAN PENGENDALIANNYA
Berisi Tulisan mengenai Pengendalian Hama dan penyakit yang ada pada tanaman Padi di mulai dari Bioekologi hama dan penyakit tanaman padi, pengendalian baik secara kimia maupun pengendalian secara hayati.

A. HAMA TANAMAN PADI
a. Tikus sawah ( Rattus argentiventer Rob & Kloss )
Bioekologi :
Bagian punggung berwarna coklat muda berbecak hitam, perut dan dada putih. Panjang kepala dengan badan 130-210 mm, ekor 120- 200mm, dan tungkai 34-43 mm. Jumlah putting susu tikus betina 12 buah, 3 pasang di dada dan 3 pasang di perut.
Kepadatan populasi tikus berkaitan dengan fase pertumbuhan tanaman padi. Serangan tikus dapat terjadi sejak di pesemaian, pertanaman sampai pasca panen. Pada pesemaian sampai tanaman fase vegetatif , populasi tikus umumnya masih rendah dan kepadatan populasi meningkat pada fase generatif.
Di lahan yang ditanami padi secara terus menerus ( 2 kali/tahun) puncak populasi akan terjadi 2 kali , yaitu pada saat tanaman fase generatif. Di lahan yang ditanami padi 1 kali/tahun , puncak populasi hanya terjadi 1 kali, yaitu fase generatif.
Pada saat tanaman fase generatif, kebutuhan gizi tikus jantan belum terpenuhi, untuk membuahi tikus betina. Perkembangbiakannya mulai terjadi saat primordial dan terus berlangsung sampai fase generatif. Tikus jantan siap kawin pada umur 60 hari, sedangkan tikus betina siap kawin pada umur 8 hari. Masa bunting berlangsung selama 19-23 hari. Dua hari setelah melahirkan, tikus betina mampu kawin lagi.
Jumlah anak berkisar 2-18 ekor/induk/kelahiran :
- kelahiran I : 6-18 ekor/induk.
- kelahiran II s/d VI : 6 – 8 ekor/induk.
- kelahiran VII, dst : 2-6 ekor/induk.
Secara teoritis dari 1 pasang tikus dapat menjadi ± 2.000 ekor dalam waktu 1 tahun.
Pada saat tanaman fase vegetatif, tikus hidup soliter dan di luar liang, sedang pada fase generatif, tikus hidup berpasang-pasangan dan tinggal di dalam liang.
Pada saat tanaman fase vegetatif, kontruksi liang dangkal dan tidak bercabang-cabang. Setelah fase generatif , liang dibuat lebih dalam, lebih panjang, bercabang-cabang dan mempunyai pintu lebih dari satu. Persawahan dengan pematang yang sempit ( lebar < 30 cm ), hanya sedikit digunakan sebagai tempat liang.
Luas wilayah dan jarak jelajah harian tikus dipengaruhi jumlah sumber pakan da populasi tikus. Bila sumber pakan berlimpah ( fase generatif tanaman ), jelajah hariannya pendek ( 50-125 m ) dan bila sumber pakan sedikit ( fase pengolahan tanah sampai dengan akhir vegetatif ) jelajah harian panjang ( 100- 200 m ). Migrasi tikus mencapai 1-2 km. Tetapi bila daya dukung wilayah menjamin, tikus tidak akan bermigrasi.
Untuk kelangsungan hidupnya, tikus memerlukan pakan, air dan tempat persembunyian. Keberadaan tikus di lapang dapat diketahui dengan cara pengumpanan tanpa racun yang dipasang minimal sebanyak 20 titik umpan/ha atau pengamatan jejak dan jalan lintas tikus.
TEKNIK PENGENDALIAN.
Pengendalian tikus harus sudah dilaksanakan pada saat tanaman padi di persemaian sampai anakan maksimum dengan teknik pengendalian sebagai berikut :
1. Pada saat pra tanam atau pengolahan tanah dilakukan gropyokan, sanitasi lingkungan dan pengumpanan beracun di habitatnya.
2. Tanam serentak dengan selang < 10 hari dalam areal luas (+ 300 Ha) sehingga masa generatif tanaman hampir serempak yang diharapkan pertumbuhan populasi tikus dapat dideteksi dan upaya pengendalian dapat direncanakan dengan baik.
3. Minimalisasi ukuran pematang dan tanggul disekitar persawahan sehingga mengurangi kesempatan pembuatan liang
4. Sanitasi lingkungannam persawahan (semak, rumput dan tempat persembunyian lain)
5. Pemagaran persemaian dengan plastik dan dikombinasikan dengan pemasangan perangkap bubu
6. Pada tanaman muda dilakukan pemasangan umpan beracun antikoagulan, pengemposan, sanitasi lingkungan, pemasangan pagar plastik dan dikombinasikan dengan perangkap bubu pada pertanaman yang berbatasan dengan sumber serangan
7. Pemasangan bubu yang dikombinasikan dengan pagar plastik serta tanaman perangkap. Untuk setiap + 13 ha dapat diwakili satu petak tanaman perangkap.
8. Pemanfaatan musuh alami antara lain kucing, anjing, ular sawah, burung elang dan burung hantu.
http://agrikencanaperkasa.com/images/padi1.jpg
http://agrikencanaperkasa.com/images/padi2.jpg
http://agrikencanaperkasa.com/images/wbc1.jpg
http://agrikencanaperkasa.com/images/wbc2.jpg
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman","serif";}
TEKNIK PENGENDALIAN.
1. Pengaturan Pola Tanam.
Pengaturan pola tanam yang diterapkan adalah tanam serentak, pergiliran tanaman dan pergiliran varietas berdasarkan tingkat ketahanan dan tingkat biotipe wereng batang coklat
Dengan tanam serentak diharapkan tidak terjadi tumpang tindih generasi hama sehingga populasi wereng coklat tidak mempunyai kemampuan untuk berkembangbiak terus menerus, memudahkan pengamatan dan tindakan korektif apabila diperlukan. Tanam serentak juga dapat membantu memutus ketersediaan makanan hama karena adanya periode tidak ada tanaman (bera). Tanam serentak hendaknya dilakukan pada areal yang sekurang-kurangnya satu petak tersier atau wilayah kelompok tani dengan selisih waktu tanam paling lama 2 minggu.
2. Penggunaan Varietas Tahan.
Penggunaan varietas tahan dan pergiliran varietas tahan dilakukan untuk menekan dan menghambat perkembangan biotipe baru. Varietas yang digilir harus dari kelompok varietas yang memiliki gen tahan baik dalam musim maupun antar musim namun demikian penggunaan varietas tahan masih mengandung resiko karena ketahanan genetik varietas tahan dapat dipatahkan oleh adanya perkembangan biotipe wereng coklat.
3. Pengendalian Hayati.
Penggunaan cendawan entomopathogen yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan Wereng coklat antara lain : Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, M. flavoviridae dan Hersutella citriformis.
4. Eradikasi.
Eradikasi dilakukan apabila ditemukan serangan kerdil rumput dan kerdil hampa dengan pencabutan dan pemusnahan.
5. Penggunaan Insektisida.
Pengedalian dengan insektisida dilakukan apabila telah ditemukan populasi wereng coklat 10 ekor / rumpun (1 ekor / tunas) pada tanaman berumur< 40 HST dan 20 ekor/ rumpun pada tanaman berumur > 40 HST. Insektisida yang dipilih bersifat selektif, efektif dan diijinkan untuk digunakan pada tanaman padi.
Untuk daerah yang telah ditemukan serangan virus (kerdil rumput dan atau kerdil hampa) digunakan insektisida butiran 1 hari sebelum pengolahan tanah secara seed bed treatment. Dan dilanjutkan penyemprotan insektisida pda persemaian apabila ditemukan adanya populasi wereng coklat.
http://agrikencanaperkasa.com/images/putih%20palsu.jpg
http://agrikencanaperkasa.com/images/pthpalsu.jpg
Normal 0 false false false EN-US X-NONE X-NONE /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman","serif";}
TEKNIK PENGANDALIAN :
 Pengaturan air irigasi, yaitu dengan mengeringkan air pada persemaian dan persawahan yang terserang (5-7 hari) untuk mencegah perpindahan larva sehingga mati.Hal ini disebabkan larva hanya bertahan hidup bila ada air.
 Karen hama putih hanya menyerang tanaman muda, maka pengendalian dengan insektisida tidak dianjurkan. Aplikasi pestisida diijinkan bila intensitas serangan rata-rata > 25 %.
http://agrikencanaperkasa.com/images/spodoptera.jpg

PEMANFAATAN NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus)
Details
Written by Dwi Hariyanto, Sri Hartati, Marwoto **)
SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI
Sampai saat ini penanganan OPT masih tergantung pada insektisida Kimiawi semata, sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif, ekonomis dan ekologis. Teknologi pengendalian OPT yang didasarkan atas konsep pengendalian hama terpadu masih belum merata, sehingga belum dapat diterapkan sepenuhnya.
Dalam menangani OPT penggunaan insektisida kimiawi bukan satu-satunya cara yang dianjurkan, namun ada cara lain yaitu dengan memanfaatkan musuh alami, salah satu cara yang dikembangkan yaitu dengan memanfaatkan pathogen serangga terutama golongan virus.
http://agrikencanaperkasa.com/images/T.%20ni.JPG
Ada enam kelompok virus serangga yaitu baculovirus, cytoplasmic-polyhedrosis virus, entomopoxvirus, iridovirus, densovirus danvirus yang memiliki RNA kecil.(Payne dan Kelly, 1981). Diantara virus-virus tersebut yang telah direkomendasikan dan dikembangkan dewasa ini yaitu dari Kelompok Baculovirus sub kelompok NPV (Nuclear Polihedrosis Virus). NPV banyak diketemukan pada permukaan tanaman dan tanah , infeksi ke serangga inang melalui saluran pencernaan. Beberapa NPV yang telah dikembangkan diantaranya yaitu :
o Sl-NPV (Spodoptera Litua-NPV) untuk mengendalikan ulat Grayak pada tanaman Palawija,
o Se-NPV (Spodoptera exigua-NPV) untuk mengendalikan ulat tanaman bawang,
o Ha-NPV (Helicoperve armigera-NPV) untuk mengendalikan ulat penggerek buah palawija.
o Ms-NPV (Mymthimna separata –NPV) untuk mengendalikan ulat grayak tanaman Padi.
NPV bersifat spesifik inang.Meskipun memiliki potensi yang cukup tinggi, keberadaaannya dilapangan secara alamiah dan teknologi pemanfaatannya telah diketahui namun dalam hal ini masih belum dimanfaatkan secara luas dan maksimal.
DISKRIPSI.
Virus ini berbentuk batang dan terdapat dalam inclusion bodies yang disebut polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak dan terdapat didalam inti sel yang rentan dari serangga inang, seperti hemolimfa, badan lemak, hypodermis dan Matriks trakea. Polihedra berukuran 0,5 –15 um dan mengandung partikel virus (virion).
Virion berbentuk batang, berukuran 40 – 70 nm x 250 – 400 nm dan mengandung molekul deoxy-ribonucleid acid (DNA) (iggnoffo and Couch, 1981, Tanada dan Kaya, 1993).Morfologi polihedra dan virion dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron.
PROSES DAN GEJALA INVEKSI
Proses infeksi NPV dimulai dari tertelannya polihedra oleh larva bersama pakan. Didalam saluran pencernaan yang bersuasana alkalis (pH 9.0-10,5) selubung polihedra larut sehingga membebaskan virion. Virion menembus dinding saluran pencernaan untuk masuk ke rongga tubuh, kemudian menginfeksi sel-sel yang rentan.Dalam waktu 1 – 2 hari setelah polihedra tertelan hemolimfa yang semula jernih berubah menjadi keruh, Larva tampak berminyak dan berwarna pucat kemerahan, terutama pada bagian perut.Kemampuan larva makan menjadi berkurang sehingga pertumbuhan melambat, larva cenderung merayap ke puncak tanaman kemudian mati dalam keadaan menggantungdengan kaki semu pada bagian tanaman.Integumen ulat yang mati mengalami lisis dan desintegrasi sehingga sangat rapuh.Apabila terkena tusukan, intgumen menjadi robek dan dari dalam tubuh keluar hemolimfa yang mengandung banyak polihedra. Larva muda mati dalam 2 hari sedangkan larva tua dalam 4 – 9 hari setelah polihedra tertelan ( Ignoffo dan Couch, 1981).
Ciri-ciri ulat mati terkena virus :
Untuk membedakan antara ulat terkena virus dengan pestisida di lapang dapat dilihat cirri-ciri dan perbedaan yang ditimbulkan yaitu:
o Matinya ulat terkena virus cenderung memanjang (mengembang) atau tidak mengkeret sedangkan apabila terkena pestisida cenderung mengkeret .
o Larva yang mati terkena virus apabila dipijit atau ditusuk akan mudah robek dan mengeluarkan lendir seperti nanah yang berbau busuk sekali, sdangkan ulat yang terkena pestisida tidak berbau busuk.
POTENSI DAN KENDALA.
Sebagai agens pengendali OPT secara hayati, NPV memiliki beberapa sifat yang menguntungkan antara lain :
· Memiliki inang spesifik dalam kelompok genus atau familia yang sama.
· Tidak mempengaruhi parasitoid dan predator dan tidak membahayakan serangga bukan sasaran, manusia dan lingkungan.
· Dapat mengatasi masalah kereistensian OPT terhadap insektisida kimiawi
· Kompatibel dengan insektisida kimiawi lainnya. ( Maddox, 1975; Starnes et.al, 1993)
Disamping sifat menguntungkan , NPV juga memiliki sifat merugikan antara lai :
o Peka terhadap sinar matahari
o NPV memiliki daya bunuh lambat dibandingkan dengan Insektisida
o Dipengaruhi oleh keadaan alam n(Suhu tinggi > 40 oC, bersifat asam pH 4-9 dan pengaruh bahan kimia formalin / natrium hipoklori/desinfektan).
TEKNIK PRODUKSI
Teknik produksi NPV yang dikemukakan disini yaitu teknik perbanayakan dengan menggunakan serangga inang. Dalam produksi NPV perlu dilakukan dalam ruang terpisah antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya ( pemeliharaan, penyimpanan, perbanyakan dll) sehingga proses produksi dapat berjalan dengan baik.
Ada tiga tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pembuatan NPV yaitu : a) Pembiakan masal serangga inang b) Inokulasi dan Panen Larva Mati c) Pemformulasian NPV.
Pembiakan Masal serangga inang.
Pembiakan masal serangga inang selain ditujukan untuk penelitian juga untuk memproduksi polihedra.Berikut ini dikemukakan teknik pembiakan masal ulat grayak dengan pakan alami. :
Larva hasil pembiakan di laboratorium atau hasil koleksi dari lapang dipelihara dalam kotak pemeliharaan (Box plastik yang diberi ventilasi) dan diberi pakan alami sesuai inangnya yaitu Spodoptera litura dengan menggunakan daun Kedelai, Daun Talas, Daun Daun Ketela Rambat dll, Spodoptera exigua dengan daun bawang, Heliotis armigera dengan jagung muda hingga menjelang pra pupa. Selama instar I dan II pakan sebaiknya berupa dedaunan yang mengandung zat cair yang banyak dan lebar, karena untuk mempermudah pemeliharaan larva dan setelah larva instar III dan VI pemeliharaan dilakukan secara intensif untuk menjaga ketersediaan makanan bagi larva. Pemberian makanan dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan malam hingga membentuk pupa.Untuk menjaga kebersihan kandang maka pembersihan kandang dilakukan setiap hari dari sisa-sisa makanan.Setelah menjelang pra pupa ulat dipindahkan ke dalam wadah baru (kotak pemeliharaan atau tanaman yang ikerudung kain kasa) yang telah diisi dengan campuran serbuk gergaji dan tanah untuk berkepompong setelah menjadi pupa dalam wadah/kandang dimasukan tanaman perangkap (kedelai/Kacang tunggak dalam pot) sebagai peletakan telur imago Spodoptera litura.Sebagai pakan imago digunakan larutan madu 10 %.Dan setelah bertelur dilakukan pengumpulan kelompok telur setiap harinya dan dimasukan dalam wadah yang telah dipersiapkan untuk penetasan kelompok telur.Untuk imago Spodoptera exigua pada pinggira box plastik diberi lapisan kertas untuk peletakan telur.( Proses pembiakan Masal Lab. PHPT Surakarta).
Inokulasi dan Panen Larva Mati.
Larva instar IV – V yang akan dijadikan media perbanyakan virus dimasukan dalam box plastik ukuran 30 x 20 x 8 cm yang bagian atasnya diberi ventilasi. Masing-masing 50 – 100 ekor (disesuaikan dengan kepadatan ulat dalam box). Sebagai NPV awal bisa digunakan NPV yang dipunyai dengan cara melarutkan 1 sendok (10 gram) NPV kedalam 1 liter air atau bisa menggunakan ulat yang terinfeksi NPV 40 ekor / 1 liter air. Kemudian daun yang akan dijadikan pakan larva tersebut dicelupkan dalam larutan tersebut atau diolesi secara merata dengan larutan virus tersebut. Setelah dikering anginkan daun tersebut digunakan sebagai pakan larva yang telah disiapkan dalam Box.Biarkan pakan tersebut sehari semalam dan besoknya daun diganti/ditambahkan pakan baru.Larva yang ada dipelihara sampai semuanya mati. Agar larva yang terinfeksi dapat diambil /dipanen dengan baik sebaiknya pemanenan dilakukan sebelum larva mati atau baru mati karena apabila telah lanjut ulat mati akan pecah.
Formulasi NPV.
NPV diformulasikan dalam bentuk tepung untuk mempertahankan patogenitasnya. Pemformulasian NPV dilakukan dengan cara sebagai berikut :
o Ulat Grayak yang terinfeksi dikumpulkan kedalam kantong larva (disimpan di lemari es) kemudian digerus dan ditambah 2 ml air / larva.
o Hasil gerusan kemudian disaring dengan kain halus diatas erlemeyer, penyaringan dilakukan 3 kali sehingga diperoleh NPV-1.
o Larutan NPV-1 dimasukan kedalam sentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 3500 putaran per menit atau dikocok dengan erlemeyer, yang kemudian dihasilkan larutan yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu air, lemak dan endapan pellet.
o Endapan pellet diambil lalu ditambahkan aquades dengan perbandinagn 1 : 9 dalam erlemeyer atau tabung reaksi diperoleh NPV-2.
o Larutan NPV-2 dimasukan dalam cawan kemudian ditambahkan bubuk kaolin/laktosum (100 gram/1500 ulat grayak kedelai atau 3000 ekor ulat bawang). Secara bertahap, sesendok-sesendok hingga membentuk pasta.
o Pasta kemudian dimasukan dalam nampan plastik diangin-anginkan (dikeringanginkan) 2 – 5 hari, setelah kering diambila dan digerus sampai membentuk tepung, lalu dimasukan dalam kantong plastik (wadah) dan siap diaplikasi.
o Jika disimpan sebaiknya dimasukan dalam lemari pendingin.
Produksi NPV Secara Praktis ;
Petani (kelompok Tani) dapat membuat NPV secara praktis. Untuk itu petani perlu diinformasikan dosis efektif terhadap OPT sasaran dan banyaknya polihedra yang terkandung dalam tubuh larva. Sebagai contoh dosis efektif terhadap ulat grayak adalah 1,5 x 1012 PIBs/ha (tanpa bahan formulasi), dan rata-rata seekor larva instar VI mati terinfeksi NPV mengandung 8 x 109 PIBs (4 x 109 – 2 x 1010 PIBs). Berdasarkan informasi tersebut, banyaknya larva mati terinfeksi NPV yang dibutuhkan untuk mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai seluas 1 ha sebanyak (1,5 x 1012 PIBs/ha) / (8 x 109 PIBs/ekor) = 187,5 ekor atau + 200 ekor.
Larva dikoleksi dan dipelihara sebagaimana halnya dengan pembiakan masal ulat grayak, tetapi dengan pakan alami.Larva (generasi berikutnya) berumur seminggu sebanyak 200 – 300 ekor diberi pakan alami yang telah diolesi dengan suspensi polihedra kasar. Suspensi dibuat dengan cara melumatkan seekor larva instar VI yang mati terinfeksi NPV kemudian dicampur dengan 10 ml air. Larva dipelihara sampai mati, sebanyak 200 ekor larva instar VI mati terinfeksi NPV dikumpulkan kemudian dilumatkan dengan menambahkan 0,5 liter air dan selanjutnya disaring dengan kain halus. Pelumatan dan penyaringan diulang 4 kali hingga diperoleh polihedra kasar sebanyak 2 liter. Saat akan digunakan suspensi polihedra kasar ini diencerkan dengan menambah air sehingga diperoleh suspensi cair sebanyak 400 – 500 liter yang cukup untuk diaplikasikan ke tanaman kedelai seluas 1 ha. Agar aktivitas NPV dapat dipertahankan stabil, sebaiknya hasil pemrosesan disimpan dalam lemari es.
TEKNIK APLIKASI
NPV diaplikasikan dengan menggunakan alat penyemprot yang umum dgunakan untuk mengaplikasikan insektisida kimiawi.Hasil terbaik dicapai bila NPV diaplikasikan selama awal stadium perkembangan serangga, alasannya larva instar awal lebih mudah dikendalikan dengan NPV daripada instar akhir.
Agar efektif dosis, frekuensi, Waktu, dan cara aplikasi harus tepat, Dosis aplikasi yang digunakan sebagnyak 1000 g / ha (setara dengan 1,5 x 1012 PIBs/ha). Apabilakepdatan populasi OPT sasaran relatif tinggi, aplikasi sebaiknya diulang 1 – 2 minggu kemudian. Dasarnya, karena NPV mengalami umur paruh yang relatif singkat. Yaitu 2 hari setelah aplikasi dan menjadi inaktif 14 hari setelah aplikasi (Ignoffo dan Couch,1981)
Sinar Matahari mempengaruhi NPV, Oleh karena itu ada dua hal yang perlu diperhatikan 1) Aplikasi harus dilakukan sore hari atau senja hari agar polihedra segera tertelan oleh larva pada malam hari. Aplikasi pada pagi hari atau siang hari akan merusak polihedra sebelum tertelan oleh larva. 2) Aplikasi sebaiknya diarahkan ke bagian bawah permukaan daun agar persistensi polihedra berlangsung lebih lama. NPV yang diaplikasikan ke bagian atas permukaan daun menurun aktivitasnya hingga 50 % . (Okada, 1977)
PENUTUP.
NPV merupakan salah satu agensia pengendali hayati pada beberapa jenis serangga berstatus OPT, khususnya ulat grayak. Patogen ini memiliki potensi yang cukup tinggi, mudah diperbanyak dengan biaya yang murah dan mudah diaplikasikan seperti pestisida kimiawi dan terbukti efektif, sehingga memberikan peluang untuk diproduksi dalam skala industri dimasa mendatang yang diharapkan dapat menggantikan peranan insektisida kimiawi.
DAFTAR PUSTAKA.
Arifin, M, Penggunaan Virus (NPV) dalam penanganan OPT dan Implementasinya di Lapangan. Makalah Balitbio, Pertemuan Koordinasi Penanganan OPT dan Perumusan Komponen PHT Spesifik Lokasi tanggal. 3 - 5 Agustus 1997.
Arifin, M, Pemanfaatan Sl-NPV sebagai Agensia Pengendalian Hayati Ulat Grayak Pda Kedelai, Dalam Makalah Pelatihan Pemanfaatan dan Pengelolaan Agens Hayati
Santoso T, 1992, Penggunaan Nuclear Polyhedrosis Virus Spodoptera Litura dan Bacillus thuringensis untuk pengendalian Hama Perusak Daun Kedelai, Seminar Hasil Penelitian Pendukung Pengendalian Hama Terpadu, Cisarua 7 – 8 September 1992.
Sismiharjo H, 1996, Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (Sl-NPV) Sebagai Sarana Pengendali Hayati terhadap Ulat Grayak Pada Tanaman Kedelai, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Direktorat Nbina Perlindungan Tanaman, Jakarta.
Perbanyakan dan Standarisasi.
Perbanyakan NPV dilakukan dengan mencelup pakan kedalam larutan NPV dikeringanginkan dan dimasukan dalam wadah plastik, selanjutnya larva instar VI dimasukan dalam wadah yang telah diberi pakan celupan NPV Setelah periode inkubasi 10 hari, larva umumnya akan mati. Larva mati atau menjelang mati dikumpulkan kemudian diekstrasi dengan menggunakan kaun penyaring 100 mesh. Suspensi polihedra kasar dimurnikan dengan menggunakan sentrifuse berkedepatan 3500 putaran / menit selama 30 menit, endapan yang dihasilkan dari beberapa pemurnian kemudian disimpan dalam lemari es.
Konsentrasi polihedra stok distandarisasi dengan menggunakan haemacytometer melalui penghitungan banyaknya PIBs/ml. Dari hasil perhitungan rata-rata seekor larva instar VI mati terinfdeksi NPV mengandung 8 x 109 (4 x 109 – 2 x 1010) partikel polihedra.


Suatu ketika, aku pernah harus merelakan sesuatu Sesuatu yang sama sekali tidak ingin kulepas Butuh proses yang cukup kuat untuk bisa meyaki...