Selasa, 07 November 2017

JOMBLO IS BEAUTIFUL




Nama aku Adit. Umur aku 20 tahun lebih 3 bulan 2 hari 3 jam. Detil banget aku ya...
Aku bangga banget punya nama sekeren Adit. Mirip nama artis ngetop sih. Entah apa yang ada di pikiran aku waktu ngasih aku nama itu. Sebenarnya aku bukan orang tajir sih, tapi dia punya otak yang lumayan cerdas.
Aku sekarang jomblo. Bukannya aku bangga dengan kejombloan aku, cuma aku mikir kalau jomblo itu keren. Dan aman di kantong. Mengingat uang saku kuliah aku pas-pasan, mana cukup untuk nraktir seorang cewek. Makan di kantin aja aku sering ngutang. Makanya wajah aku sering nongol di facebooknya ibu kantin. Dengan stempel "WANTED" pula. Busyet dah...
Seperti biasa, siang ini aku nongkrong didepan kampus bareng temen-temen setia aku. Ada Shandy, Niko dan Radit. Shandy adalah orang paling tajir diantara kami bertiga. Wajahnya lumayan keren, kulitnya putih dan tinggi. Banyak banget cewek yang naksir dia.
Sobat aku yang kedua adalah Niko. Dia anak ustadz. Makanya dialah yang paling alim diantara kami semua.
Sedang Radit adalah yang paling jenius diantara kami berempat. Dia seperti cahaya terang dikegelapan malam saat datang rintik hujan bersama sebuah bayang. Apaan, Iwan Fals. Lebay-nya aku...
Tapi kami semua jomblo. Nggak tahu kenapa kami susah banget dapet cewek. Padahal wajah kami lumayan tampan dan penampilan kami juga keren. Cie-cie orang keren. Tapi jangan salah, meskipun kami jomblo kami tetap bahagia.Hahahah...
"Liburan semester ntar kemana guys?" tanya si tajir Shandy memulai topik percakapan.
"Aku sih mau ngitemin kulit,"sahutku cepat. Kulit dah sawo matang gitu mau berjemur lagi, entar pulang berjemur dah mirip orang Papua sana. Hahaha...
"Maksud loe?"sahut Radit seraya mengerutkan dahinya yang ditumbuhi sebuah jerawat kecil.
"Aku mau liburan ke Bali. Berjemur di pantai gitu,"jelasku melantur.
Mereka bertiga langsung meledakkan tawa. Geli mendengar celutukanku.
"Mau ngitemin kulit aja ngapain jauh-jauh ke Bali segala? Tuh, berjemur aja di atas genteng rumah aku. Sama kok itemnya," ledek Radit sembari menepuk pundakku. Disambut tawa lagi oleh Shandy dan Niko.
"Sebenernya aku mau dijodohin nih," ungkap Shandy beberapa saat setelah suasana mereda.
Kami bertiga kaget. Di jaman semodern ini kok masih ada acara perjodohan seperti itu? Maklumlah orang kaya. Mereka takut dapat menantu orang miskin. Yah, kayak Siti Nurbaya gitu deh..
"Bukannya itu bagus buat loe, Shan," timpal Niko." Jadi loe nggak jomblo lagi dong."
"Bener tuh kata Niko," sahut aku ikut nimbrung.
"Kalian sih nggak tahu," tukas Shandy dengan wajah yang tak begitu gembira."Aku tuh naksir sama Risty. Kalian juga tahu itu kan..?"
Kami manggut-manggut. Emang dari dulu Shandy naksir berat sama Risty. Cewek itu emang bener-bener istimewa. Cantik, tinggi, langsing, dan aktif di kegiatan sosial kampus. Idaman Shandy banget.
"Tapi apa loe akan menolak perjodohan itu..?" tanya Radit kemudian. Meminta pendapat Shandy.
"Aku nggak tahu,"ucap Shandy seraya menggeleng.
"Sabar ya bro,"ucapku sembari menepuk-nepuk pundak Shandy."Menurut aku apa yang dipilihkan orang tua loe, pasti yang terbaik buat loe.." ucap aku sok berdiplomatis ala-ala pengacara ulung gitu..
"Ah loe, Dit. Coba loe yang dijodohin, emang loe mau apa..?" celutuk Radit sekenanya.
"Aku sih mau-mau aja, Ka," cerocosku seraya nyengir kuda.
"Dasar lo! Nggak punya malu," olok Radit. Dan ujung-ujungnya ketiga sobat aku itu menimpuk bahu aku sampai aku kapok meringis kesakitan.
***

"Udah pulang Dit..?" seru bokap aku dari kamar. Siang-siang gini ia pasti sedang sibuk tidur siang sepulang dari kantor kecamatan.
"Iya, Yah..!" balasku dengan berseru pula. Tumben dia nggak ngomel karena aku pulang telat.
Aku langsung ngacir ke dapur karena perut aku sudah kelaparan dari tadi. Masak apa nyokap aku hari ini?
"Kok cuma tahu goreng sama ikan asin sih.." gerutu aku saat mengetahui apa yang tersembunyi dibalik tudung saji.
"Udah dimakan aja.."sahut nyokap aku yang tiba-tiba muncul di belakang aku."Itu juga rezeki dari Allah yang patut kita syukuri.." imbuhnya lagi.
Kalau sudah bicara seperti Ustadzah yang biasa nongol di tivi seperti itu aku nggak bisa berkomentar apa-apa. Tanpa banyak bicara aku langsung mengambil piring kosong dan menyenduk nasi. Meskipun makan hanya dengan lauk tahu dan ikan asin goreng, tapi jika nyokap yang masak tetap saja nikmat. Terlebih perut aku sudah nggak kuat menahan lapar lebih lama lagi.
"Kalau udah kelar makannya, cuci piringnya sekalian. Ibu mau nganter cucian kerumah Bu Retno,"
Aku kaget. Dan langsung berdiri dari tempat duduk aku seperti baru saja kesetrum listrik. Pasalnya nyokap aku baru saja menyebut nama Bu Retno. Bukankah Bu Retno adalah ibunya Dewi, cewek impian aku yang punya senyum termanis di gang ini.
"Biar Adit aja yang nganterin cuciannya,"tawarku dengan suara lantang. Bersemangat.
"Tumben.." sahut nyokap heran."Biasanya kamu paling males kalau disuruh nganter cucian.."
"Ah, ibu ini. Dibantuin bukannya berterimakasih.." ucap aku bersungut-sungut. Aku bergegas mengambil alih cucian yang harus segera diantar ke rumah Dewi.
"Hati-hati..!"
"Sip..!"
Aku menyambar kunci motor Vespa milik bokap aku di atas meja lantas bergegas mengendarai motor buatan Italy itu menuju ke rumah Dewi. Sebenarnya jarak dari rumah aku ke rumah Dewi nggak begitu jauh. Tapi aku males jalan kaki karena matahari sedang di atas kepala. Panas menyengat kulit.
"Mau kemana Dit..?!"
Seruan itu datang dari mulut Bang Supri, tetangga sebelah rumah. Aku dan Bang Supri satu geng. Hampir tiap malam kami bermain catur bersama. Kadang kami pergi meronda bareng. Nonton bola sambil ngopi di warung, sesekali taruhan juga. Pokoknya aku dan dia seperti saudara kembar tapi bukan kembar siam. Seperti Upin dan Ipin.
"Mau nganter cucian Bang, Mau ikut.?" balasku seraya berteriak.
"Makasih dah..!"sahutnya.
"Yok Bang, aku pergi dulu..!"
Sambil bersiul kecil aku meluncur pelan di gang. Anak-anak kecil banyak berkeliaran di tepi jalan membuat aku kudu ekstra hati-hati.
Aku sampai didepan rumah Dewi dengan selamat. Tapi apes nasib aku kali ini. Karena yang membuka pintu bukan Dewi, tapi bRaditpnya.
"Siang Om.." sapa aku sopan. Siapa tahu bokap Dewi terkesan dengan sikap sopan aku sehingga aku dijadiinn mantunya. Ngarep banget sih aku, hehe....
"Siang, Adit. Ada apa ya..?"
"Ini Om, mau nganter cucian.." ucap aku sambil menyerahkan bungkusan ditangan aku.
"Rajin amat," puji bokap Dewi. Membuat kepala aku serasa melembung jadinya.
"Ah, nggak juga. Kebetulan ibu lagi capek.." sahutku pura-pura malu. Aku nggak perlu lama-lama ada disana. Aku langsung pamit setelah memberikan cucian itu pada pemiliknya. Lagian Dewi-ku juga nggak nongol.
Apesnya aku hari ini. Impian aku ketemu sang Dewi pujaan hati pupuslah sudah. Alamak....
***
"Shandy mana..? Kok aku belum ngeliat dia seharian ini..?"celutuk Radit seraya meletakkan mangkuk bakso dan segelas es teh diatas meja kantin.
Kali ini tongkrongan kami pindah ke kantin. Selain disana adem juga kami ingin mengisi perut yang kosong.
"Dia udah pulang duluan. Katanya mau jemput ceweknya.."sahut aku cepas ceplos.
"Cewek yang mana..?" timpal Radit sedikit heran.
"Yang mana lagi kalau bukan yang dijodohin sama dia.."jawab aku.
"Dia mau sama cewek itu..?" tanya Radit sambil mengunyah makan siangnya.
"Gimana mau nolak, kalau cewek itu cantiknya selangit. Selevel sama dia lagi.."sahut aku antusias.
"Wow, ini baru berita bagus bro..!" seru Radit tampak gembira mendengar kabar tentang Shandy. Tapi yang aneh kenapa si alim Niko diem terus dari tadi. Nggak biasanya dia seperti itu.
"Loe kenapa sih bro, kok diem mulu dari tadi..? Loe punya masalah..?"
Aku menepuk pundak Niko pelan. Takut dia akan kaget dan berteriak menakuti seisi kantin.
Niko menggeleng. Tapi bener juga, gelagatnya aneh. Seperti bukan Niko yang biasanya.
"Loe sakit..?" desak Radit ikut nimbrung. Tapi lagi-lagi Niko menggelengkan kepalanya.
"Aku sedang jatuh cinta bro." ungkap Niko beberapa saat kemudian. Cukup pelan tapi membuat aku dan Radit shock.
"Whaaat???!!!" teriak aku tanpa sadar. Menimbulkan reaksi dari seisi kantin, termasuk ibu kantin yang gendut itu. Wanita itu langsung mendelikkan matanya ke arah aku.
Aku cuma bisa nyengir sambil melambaikan tangan ke arah ibu kantin. Lalu tersenyum semanis semangka untuk meluluhkan hati wanita gendut idola mahasiswa-mahasiswa kelaparan itu.
Kembali ke topik semula....
"Yang bener bro..? Sama siapa..? Cantik nggak..?" serbu aku penasaran.
"Loe tuh nggak bisa pelan-pelan apa..? Nanya tuh satu-satu dong.."protes Niko ke aku.
Aku cekikikan melihat reaksi Niko.
"Abisnya aku penasaran banget sih.." tukas aku kemudian.
"Terus terus gimana..?" celutuk Radit menengahi.
"Dia tuh kalem banget bro, anaknya Ustadz di tempat aku. Tapi aku takut mau nembak dia. Aku takut ditolak.." papar Niko sesingkat mungkin.
"Kalau loe takut kapan loe punya cewek..?" timpal Radit cepat."Mendingan loe ditolak daripada loe nggak pernah ngungkapin perasaan loe sama dia. Aku bener kan.?" lanjutnya lagi.
"Bener bener.." sahut aku sambil manggut-manggut. Ucapan si jenius memang bener.
"Tapi..."
"Loe takut..?" tanya Radit. Disambut gelengan kepala Niko."Terus..?" desak Radit mengejar.
"Aku nggak pede.."ucap Niko pelan.
"Pake Rexona dong biar pede.." celutukku sekenanya.
"Loe nih, serius dikit napa.." protes Niko seraya bersungut-sungut ke arah aku. Dari dulu penyakit usil aku belum sembuh juga.
"Sorry...sorry.." ucap aku kemudian memperbaiki suasana.
"Pantesan aja dari dulu loe jadi jomblo. Karatan lagi.."ledek Radit diiringi gelak tawa. Niko juga ikut meledakkan tawanya.
"Jomblo aku jangan dibawa-bawa dong.." ucap aku sewot. "Biar jomblo gini aku tetep keren kok.."
"Huuuuuu..." mereka berdua menyoraki aku dengan kompak seperti paduan suara saja.
***
Akhirnya Shandy jadian juga dengan cewek yang dijodohkan dengannya. Aku ikut senang mendengarnya. Kebahagiaan sahabat berarti kebahagiaan aku juga.
Niko juga sama. Ada perkembangan baik tentang asmaranya.
Tinggal nasib aku dan Radit yang dipertaruhkan disini. Aku sama Radit masih sama-sama jomblo. Itulah pokok persoalannya. Rumit bukan..?
Imbasnya siang ini sepulang kuliah tempat tongkrongan kami sepi. Cuma aku yang celingak-celinguk mencari anggota geng aku. Tapi nggak ada satupun yang tampak batang hidungnya.
Akhirnya aku kabur ke kantin untuk menyelamatkan perut aku yang keroncongan. Daripada menunggu mereka di tempat biasa mending aku ke kantin sambil cuci mata. Lagian pulsa aku juga habis, nggak bisa buat sms-in mereka satu-persatu.
"Mau ngutang lagi..?" serbu ibu kantin dengan tampang tergalaknya.
"Ah ibu kantin tersayang...." aku mulai mengeluarkan jurus maut rayuan gombal termanis yang aku punya."Masa cowok seganteng dan sekeren aku mau ngutang sih. Apa kata dunia..?"
"Halaa... biasanya juga loe ngutang.." timpal ibu kantin denngan gaya genitnya.
"Emang boleh ngutang..?" bisik aku sambil mengedipkan sebelah mata.
"Boleh.." sahut ibu kantin sambil tersenyum manis."Tapi loe harus nyuci piring disini gratis selama sebulan. Gimana..? Mau nggak..?"
"Aih, ibu kantin ini tega banget.."ucap aku berlagak memelas."Emang ibu kantin udah nggak sayang lagi sama Adit, cowok terkeren di kampus ini..?" tawa aku meledak saat itu juga.
"Udah jangan banyak ngomong, loe mau makan atau nggak sih..?"desak ibu kantin penuh pemaksaan.
"Nggak jadi deh, aku mau pulang aja.." ucap aku sambil ngeloyor pergi dari hadapan ibu kantin.
"Dasar nih anak. Awas kalau kesini lagi.." gerutu ibu kantin kesal. Sementara aku hanya bisa cekikikan melihat reaksi ibu kantin yang menggelikan.
Pas pulang aku melihat Dewi sedang dibonceng seorang cowok. Sepertinya pacar Dewi, karena setahu aku Dewi nggak punya saudara laki-laki. Kebayang kan bagaimana hancur luluhnya hati aku. Ternyata sang Dewi pujaan hati sudah ada yang punya.
Oh my God...
Beginilah rasanya orang patah hati. Kasih tak sampai.Hiks....
***
"Jalan Bang.." suruh aku pada Bang Supri. Aku sedang main catur dengannya. Dan sepertinya Bang Supri sedang terjepit.
"Malem Minggu nggak keluar Dit..?" tanya Bang Supri di sela -sela pertandingan.
Nih orang mulai mengalihkan perhatian,batin aku agak kesal. Ini termasuk salah satu trik Bang Supri agar aku kehilangan konsentrasi.
"Males Bang. Nggak punya duit.." sahut aku beralasan.
"Nggak punya duit atau nggak punya cewek..?" sindir Bang Supri tenang. Ia menjalankan pionnya kemudian.
"Nggak punya dua-duanya, Bang.." sahut aku jujur.
Bang Supri terkekeh.
"Emang si Dewi kenapa..? Loe udah nggak suka sama dia..?" cecar Bang Supri ingin menyingkap rahasia hidup aku.
"Dia udah punya cowok Bang.." sahut aku.
"Sabar Dit.." ucap Bang Supri sambil menepuk-nepuk pundak aku."Skak mat..!" serunya mengejutkan aku.
"Kirain sabar apaan.." gumam aku.Aku kalah lagi untuk kesekian kalinya.
"Loe haus nggak..?" tanya Bang Supri lagi.
"Haus sih Bang, tapi aku lagi bokek nih.."
"Tenang aja, aku yang bayarin. Tapi kopi segelas sama pisang goreng doang.."
"Oke. Nggak papa.." sahut aku girang.
Aku dan Bang Supri bergegas melangkah ke warung kopi yang terletak di dekat pos ronda. Seperti biasa. Untuk meneguk segelas kopi dan sebuah pisang goreng sembari bercerita ngalor ngidul bareng bapak-bapak yang rutin ngumpul disana.
Beginilah nasib seorang jomblo seperti aku. Menikmati hidup yang ada. Meski ada yang kosong dalam hati dan hidup aku, tapi aku nggak pernah merasa kesepian. Aku selalu merasa bahagia dengan apa yang aku punya sekarang.
Tapi aku yakin Tuhan sedang mempersiapkan seseorang yang terbaik buat aku di suatu tempat. Dan dia juga merasakan kejombloan seperti yang aku rasakan sekarang.

Buat aku menjadi jomblo itu bukan sesuatu yang memalukan. Selama aku bisa menikmatinya, dan enjoy dengan hidup aku kenapa nggak..? Karena buat aku jomblo itu indah...

C.I.N.T.A

                


Siapapun kita, pasti mempunyai seseorang yang kita sukai secara diam-diam. Saat kita mengingat seseorang itu, maka terasa seperti sesak di dada tapi kita terus menyukainya. Walaupun kita tak tahu lagi di mana dia sekarang, apa kabarnya..??, tapi dialah yang membuat kita seperti yang kita harapkan. Hal kecil yang di sebut dengan CINTA
                Siang itu aku pulang bersama teman-temanku sambil bercanda ria dan mampir ke toko buku milik Dion. Setelah aku masuk aku langsung menuju ruang baca dimana di sana terdapat sebuah jendela kaca besar yang menghadap ke arah jalan besar sedangkan teman-temanku yang lain memesan makanan di kantin. Sambil memperhatikan sosok cewe yang sudah lama ku impikan sedang berhenti di depan lampu lalu lintas di atas motor Scopy miliknya.
                “ oh, jadi kita kemari tiap pulang kampus karena ini..??” ujar Dion diikuti Niko dan Rio.
                “ apa maksudmu, motornya itu lo yang aneh..!! timpalku, tapi mereka hanya berguman dan menahanku  sambil berterik-teriak ke arah gadis itu.
                “ Hey, lihat dia. Dia sangat tampan..!!” teriak Dion sambil mengacak-acak rambutku. Gadis itu hanya terdiam kerena memang tak mendengar teriakan teman-temanku karena berada di dalam ruangan, sedangkan Mona sedang di jalan raya.
                “ dia sangat pintar, tak heran jika kau suka padanya..!!” timpal Rio sambil mengikuti arah motor itu motor itu pergi.
                “ apa kau sudah gila yah..?? tidak seperti itu..”
***
                Di kampus keesokan harinya saat  jam kosong, kami berempat hanya nongkrong di bangku taman kampus sambil memperhatikan cewe-cewe yang lalu lalang di seputaran kampus.
                “ kayaknya si Niken ok tuh..!!” timpal Rio sambil memandang ke arah Niken yang baru saja dari kantin.
                “ Nina juga tuh..” potong Dion
                “ ni dia yang paling ok bro, Nunung..!!” Niko tak mau kalah, tapi sayangnya yang dia maksud adalah si Nunung.
                ” hahahaaa..” tawa kami berempat tiba-tiba meledak mendengar candaan Niko, Nunung memang sudah menjadi bahan candaan kami berempat sejak masuk di Universitas itu.  Anak yang hitam dan sok cantik itu, datang menghampiri kami berempat. Tapi sebelum sampai di tempat kami, kami lebih duluan cabut dari tempat nongkrong kami itu. untuk mengikuti mata kuliah Bahasa Inggis.
                “ kenapa kalian tampak murung jika belajar Bahasa Inggris..??” tanya Dosen Bahasa Inggris kami, Ibu Nay yang sejak dulu tergila-gila pada Dosen Bahasa Indo Pak Steve. Sambil membagikan hasil MID tes yang di lakukan minggu lalu. Sambil tersenyum karena dapat nilai yang bagus, aku menerima kertas jawabanku.
                “ jangan senyum gitu, Raf. Kamu pintar dalam mata kuliah ibu, tapi di mta kuliah lain SO BAD (sangat buruk)..” ujarnya sambil kembali membagikan kertas jawaban pada teman-temanku yang lain, “ baiklah kita belajar Vocab and Grammar..!!!” jelasnya sambil menulis judul pembahasan kami hari itu, sedangkan Niko dan Dion hanya saling kirim catatn kecil melalui buku Niko lalu  serahkan padaku
“””...namanya Mona anak kelas 3 Agri...
Aku lalu membalasnya..
..benarkah..??”
Mereka membalasnya lagi..
“...2 orang cowo keluar karena dia..”
Aku balas lagi...
..benarkah..??
                “ ya, teman sekolahku pernah satu kelas dengannya..!! bisik Niko pada Dion, dan karena saking seriusnya mereka tidak melihat Ibu Nay mendekati mereka. Ibu Nay tidak menegurnya hanya mengambil secarik kertas dan menulis
“...apa uang sedang kalian bicarakan..??
Dan saking seriusnya mereka, mereka membalas tulisan itu tepat di bawah tulisan Ibu Nay dengan balasan..
“..bukan urusanmu..!!
Kemudian Ibu Nay membalasnya kembali..
..tapi aku sedang menagajar..!!
Dengan bersama Niko dan Dion membaca balasan itu
“ tapi aku sedang mengajar..??” ujar mereka serempak sambil melihat ke arah Ibu Nay yang sedang memolototi mereka. Dion langsung nyengir kuda, melihat siapa yang ada di depannya.
“ Dion..!!” ujar  Ibu Nay “ stand up (berdiri)..” perintah Ibu Nay, Dion kemudian berdiri. “ you’re the inspiration, apa artinya..??” bentak Ibu Nay. Dion yang gegalapan hanya salah tingkah menatap ke arahku, aku lalu menaikkan kertas yang sudah ku tulisi sebelumnya dengan arti dari yang di petanyakan Ibu Nay.
“ Oww, kau adalah inspirasiku artinya bu..!!!” ujar Dion gemetaran.
“ benar,kau adalah inspirasi..” ulang Ibu Nay sambil kembali ke mejanya dan melihat pak Steve sedang lewat di depan kelas kami .
“ kau adalah inspirasi. Benar, itu adalah hal yang harus kita perjuangkan. Bahkan aku sedang merasakannya” ujarnya sambil berjalan menuju pintu keluar kelas sambil memandangi Pak Steve yang tersenyum padanya. Sadar akan ucapannya, Ibu Nay langsung terdiam dan menyuruh Dion duduk lalu kembali menjelaskan. Saat itu juga aku minta ijin untuk ke toilet. Sambil pura-pura ke toilet, aku lalu berlari ke ruang kelas Mona mana sang gadis pujaan ada di sana. Sambil berjalan perlahan, aku lalu meliriknya. Hmm, ternyata dia sedang belajar. Dan saking grogi aku benar menuju toilet dan hanya cuci muka saja. Saat kembali dari toilet gadis itu terlihat keluar kelas tapi saat berpapasan dengannya tiba-tiba dia terjatuh, sontak aku menolongnya.
“ kamu tidak apa-apa..??” tanyaku sambil membatunya bediri.
“ tidak apa-apa, thanks ya..!!” ujarnya sambil berdiri dan berlalu sambil menunduk
Saat jam kosong, aku sedang nongkrong dikantin tanpa teman-temanku yang entah pergi kemana. Saat sedang asyik mengetik cerpen, suara lembut menegurku.
“ hai, kamu yang tadikan..??” tanyanya memastikan.
“ hai, iyya itu aku. aku Rafley..” jawabku pendek sambil menahan rasa gembiraku.
“ Mona, kamu jurusan Pertanian juga..??” tanya lagi.
“ aku ujurusan pertanian juga..” jawabku lagi.
“ oh, aku kirain jurusan Manajemen..” sahutnya
“ tidak apa-apa..”  jelasku.
“ aku boleh duduk di sini..??” tanyanya lagi.
“ silahkan, inikan tempat umum..” jawabku sambil menutup laptopku.
“ thanks. Oh ya kamu kelas berapa..?? tanyanya lagi.
“ kelas 4 D,  kamu sendiri..??” introgasiku.
“ 4 B..”
***
 Aku memasuki ruangan tata usaha cuma ada 2 orang pegawai yang tampak sibuk." apa aku yang selalu kepagian ya..??" gumanku dalam hati, tiba-tiba Hp aku berbunyi  dan ternyata pesan singkat dari Indi teman kelas aku yang sudah lama aku kagumi sejak semester awal, tapi karena dia sudah mempunyai pacar maka aku tidak penah menembaknya bahkan dia tidak pernah tahu kalau aku suka padanya.
" sekarang kamu dimana..??"
Akupun membalasnya
" dah di kampus nih..!!!"
" tungguin aku dong di gerbang tengah..."
" ok, aku tungguin deh...!!"
" ok, thanks..". Berselang 15 menit Indi datang dibonceng ma Obet pacar si Indi, aku hanya sedikit jealous melihat kemesrraam mereka, Indi lalu turun dari motor dan menghampiriku sedangkan Obet hanya menundukkan sedikit kepalanya tanda pamit sama aku demikian juga aku.
" yang lain mana..???" tanya Indi sambil duduk di sampingku.
" tidak tahu juga, mereka tidak sms juga ma aku..?!!" jawabku pada Indi sambil menghela nafas berat.
" mereka lagi dalam perjalanan nich..." ucap Indi sambil membuka sms entah dari siapa. Berselang 8 menit datanglah si Nurul, Ima juga Ika yang tampak kecapian habis naik motor angkot datang menghampiri kami berdua.
" dosennya masuk jam berapa..??" tanya Ika sambil ikut duduk.
" katanya tadi sih jam 9.." jawab Indi sambil smsan.
" masih 1 jam lagi donk.." seru Ima sambil duduk di dekatku.
" iyya.." ujar Ika membenarkan ucapan Ima.
" tidak apa-apa kan, daripada telat.." sahutku sambil smsan sama Andy yang baru ingin berangkat dari kosnya.
" iyya juga sih.." ucap Ima membenarkan ucapanku.
" dah pade sarapan belum..??" tanyaku pada semuanya.
" ke kantin yuk.." sajak Indi.
" mggak ah, males dah sarapan tadi pagi.." kilah Ika
" kamu, Rul..??" tanya Indi pada Nurul.
" tidak, males.." jawab Nurul cuek bebek pada kami.
" Nurul kenapa Ndi..??" bisikku pada Indi yang manyun setelah di cuekin sama Nurul.
" tidak tahu juga tuh, dari kemarin dia begitu.." bisik Indi pula
" sudalah kalau begitu, duluan ke kantin saja yuk.." sajakku pada Indi
" yuk.." sahutnya sambil mengikutiku, walaupun aku tau Indi hanya menganggapku teman tapi aku sangat senang dekat dengannya.
" kami duluan, sms aku jika dosen sudah datang ya.." pamitku pada semuanya sambil diikuti Indi.
" iyya.." ujar Nurul jutek, meski aku tahu apa yang menyebabkan Nurul judes pada Indi dan aku aku tetap diam saja.
" thanks.." balasku seraya menatap wajahnya yang cemburu. Sepeninggalan aku dan Indi ke kantin, teman-temanku yang lain tampak meninggalkan tempat nongkrong mereka entah mereka. Malam menjelang di meja belajarku kubuka buku merahku yang berisi kegiatan pribadiku, yang jelasnya sih buku harianku.
***
1 Bulan Kemudian..
Setelah melewati liburan yang sangat menyenangkan, kini tiba saatnya aku untuk kemabali masuk kampus setelah pengurusan KRS yang melelahkan. Semangat yang menggebu-gebu menemani tiap langkah kakiku,karena kembali bercanda gurau dengan teman-temanku lagi. Aku tak sabar untuk berjumpa dengan seorang yang selama ini aku puja, Mona. Tiba di kampus, aku langsung menuju ke teman-temanku, yang kebetulan berada di gerbang. Ternyata disana juga adaMona. Alangkah bahagianya hati ini.
“ Hey apa kabar..?” tanya Rio
“ Baik bro.! Kalau kalian gimana kabarnya..?” jawabku.
“ Sama bro.! Kabar kita baik juga..” jawab Niko
“ Yuk kita masuk ke ruangan. Anak-anak udah dipanggil tuh!” ajak Dion yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
***
Suatu ketika aku mencoba memberanikan diri untuk terbuka terhadap perasaanku pada pada Mona . Aku masih belum berani berkata langsung kepadanya. Aku mencoba mengutarakan isi hatiku hanya lewat sms. Tak lama kemudian, dia membalas pesan singkatku itu. Rasanya jantungku berdetak lebih cepat. Dengan rasa gugup aku membuka sms balasannya.
“ Maaf ya Rafley..! Aku lebih suka kita berteman.” isi dari sms Mona. Rasa malu, kecewa, sedih bercampur menjadi satu ketika membaca sms itu. Tapi aku menerima itu dengan besar hati.
“ Baiklah kalau itu mau kamu.! Tapi aku takkan pernah berhenti untuk mencintaimu. Karena bagiku mencintaimu adalah hal yang paling indah yang pernah aku rasakan.” Balasanku. Setelah kejadian itu, langsung menyerah. Selang beberapa lama, aku mencoba fokus pada pendidikanku dulu. Aku juga mencoba fokus pada kegiatan UKM di kampusku. Suatu saat, aku berbincang dengan teman-teman tim yang lain. Dalam perbincangan itu, kita membahas tentang masalah percintaan. Tiba-tiba seorang temanku berkata bahwa Mona baru saja jadian dengan ketua koordinatorku yaitu Ebot. Aku pun langsung kecewa dan sedih mendengar hal itu.
“ Hm.. Aku ke kelas dulu ya, soalnya udah ada dosen.” kataku berbohong. Aku sudah tidak sanggup untuk mendengarkan cerita mereka.
Sejak kejadian itu, aku mencoba untuk move on. Aku sempat jadian dengan seorang cewek. Tapi itu tidak bertahan lama. Aku meminta dia untuk putus. Hati ini bukan tempat untuk dia, hati ini adalah tempat Mona. Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikannya.
Hubungan Mona dan Ebot pun sudah mulai merenggang. Tidak lama kemudian mereka putus. Mereka jadian sudah hampir 4 bulan. Aku merasa senang mendengar kabar mereka sudah putus. Aku kembali mencoba untuk mendekati Mona. Aku bahkan pernah beberapa kali nembak dia. Tapi lagi-lagi aku tidak menyatakannya langsung. Aku hanya berani lewat sms. Dan hasilnya pun sama. Dia menolak aku lagi. Kira-kira sudah 5 kali aku menyatakan perasaanku kepadanya, dan tidak ada 1 pun yang diterima. Itu pun bukan alasanku untuk menyerah.
***
Di kontrakanku yang sederhana bersama tiga orang temanku Kak Sandi, Rio dan Rey dan seorang sepupuku Intan. Walau kami cukup akrab satu sama lain tapi kami tidak satu kampus hanya kak Sandi dan Rey yang satu kampus tapi beda Fakultas, sedangkan Rio dan Intan masing-masing kuliah tepisah. Tiba di kosku, aku langsung saja masuk ke kamarku yang berantakan, maklumlah kamar cowo. Setelah lepasin sepatu dan meletakkan tasku, aku lalu menyalakan mp3 kemudian menghempaskan tubuhku keatas kasur.
" kak, makan dulu.." ujar Intan sambil membuka pintu kamarku.
" nanti saja deh Tan, lagi capek nih.." ujarku tanpa menoleh ke arahnya.
" ya sudah kami berempat duluan ya kak.." ujarnya masih berdiri di ambang pintu kamarku.
" iya..iya.." ujarku malas, terdengar suara pintu kamarku tertutup. Tiba-tiba Hp aku berbunyi dan ternyata sms dari Indi.
" Raf, lagi ngapain.." tanya Indi di smsnya.
" lagi suntuk saja, letih juga.." jawabku.
" ke sini donk ajarin aku kerja laporan Agro.." mohonnya.
" Ndi, aku tidak enak sama sepupu dan Kak Obet.." jelasku lagi.
" ya sudah aku bareng sepupuku saja yah, tidak apa-apakan..??" jelasnya.
" ya okelah aku tunggu.." ujarku lalu meletakkan hp itu ke kasur. Aku lalu bangkit dan keluar kamar.
" kalau kakak mau makan ambil sendiri di dapur ya.." ujar Intan sambil membaca novel di depan Tv di temani Rio dan Rey.
" iyya. Eh, beresin kamar aku dulu donk teman aku mau datang ni.." mohonku pada Intan. Tanpa banyak bicara Intan beranjak ke kamarku. 5 menit kemudian ia kembali keluar
" dah beres tuh kak.." ujarnya sambil ke bali ke posisinya semula.
" thanks ya sayang. Kalau ada temanku yang nyariin aku bilang aku tunggu di kamarku ya.." ujarku sambil mencium keningnya kemudian kembali ke kamarku. Berselang 30 menit pintu kamarku di ketok dan belum aku menyahut berhamburlah Indi masuk.
" yaa, lagi ngapain.." ujarnya sambil duduk di dekatku.
" ah, ngagetin saja. Ni lagi siapin bahan laporan kamu.." jelasku sambil membuka file-file yan ada dalam laptopku.
" hehe, maaf ya kalau ngerepotin..." ujarnya sambil membuka tasnya dan mengeluarkan bingkisan.
" kenapa bawa beginian segala.." ujarku sambil membuka bingkisan itu dan ternyata mereka membawa kue tart kesukRamku.
" ah tidak apa-apalah, lagian tidak enak kalo datang tidak bawa apa-apa.." jelasnya lagi sambil menghidupkan laptopnya.
" kalo begitu sering-seringlah datang kemari, hehehe..." candaku sambil melahap kue itu.
" ah kamu biasa saja, enak di kamu dong.." ujarnya lagi.
" ya sudah kerjakan sekarang, ni filenya.." jelasku sambil memberinya fd berisi file yan sudah aku copy.
" tapi ajari aku cara buatnya.." rengeknya manja. Membuatku menggelang-geleng saja.
" btw, katanya mau bareng sepupu kok sepupunya tidak ada..??" tanyaku.
" katanya sih malu sama kamu.." jelasnya serius mengerjakan laporannya. Aku tak menjawab, hanya memperhatikannya. Sambil sesekali melap keringatnya.
" panas ya..??" tanyaku, ia hanya tersenyum aku lalu nyalakan ac dan meng sms Intan agar membawa juice ke kamarku.
" kak ni juicenya.." ujar Intan sambil membawa Nutrisari yang sudah ia seduh lebih dahulu dengan air es
" thanks ya Tan.." ujarku sambil lanjut mengsajari Indi sedangkan Intan beranjak keluar dari kamarku.
" mereka diluar siapa..??" tanya Indi sambil berhenti sejenak.
" teman-teman satu kos aku, yan cewe itu sepupu aku Intan namanya.
" oww.." ujarnya sambil kembali melanjutkan ketikannya.
***
                Keesokan harinya, tampak Indi sangat senang sekali. Ia menghampiriku dan tersenyum bahagia.
" ada apa kok kayak orang gila begitu..??" tanyaku sambil berjalan menuju Fakultas.
" maksudmu..??" tanyanya heran sambil menjajari langkahku.
" senyum-senyum sendiri seperti itu.." jelasku sambil berjalan beriringan dengannya.
" hehe, thanks ya. Laporan aku nilainya memuaskan.." jelasnya pula.
" oww, laporan yang kemarin toh. Baguslah kalau kamu dapat nilai yang bagus pula.." ujarku mulai paham.
" yuk ke kafe depan.." sajaknya sambil menarikku.
" maaf Ndi aku sibuk nih.." tolakku dengan halus tak mau membuat pacarnya befikir macam-macam terhadapku.
" sibuk apaan, nanti aku bantu deh.." jelasnya lagi.
" janji..??" tanyaku.
" janji.." ujarnya sambil terus menarikku.
" baiklah.." ujarku sambil mengikuti langkahnya menuju kafe depan kampus kami. Tiba di kafe, seorang pelayan menghampiri kami.
" kamu mau pesan apa..??" tanya Indi padaku.
" samain saja deh.." ujarku sambil menyalakan laptopku.
" Hamburger dua sama Bog Cola juga dua ya mbak.." ujar Indi pada pelayan itu.
" pacar kamu mana..??" tanyaku pada Indi.
" masih ada kelas katanya.." jawabnya sambil sesekali menatapku membuatku sedikit risih.
" ada apa..??" tanyaku.
" kamu sendiri sudah punya pacar..??" tanyanya sambil terus menatapku serius.
" belum, masih sementara mencari.." jelasku sambil melihat file-file buku tahunanku. Tak berapa lama pesanan kamipun datang.
" ayo makan.." ujarnya, aku hanya mengangguk.
" kamu sama Kak Obet gimana..??" tanyaku ingin tahu.
" biasa saja.." ujarnya agak sedikit malas membahas pacarnya itu.
" kamu kenapa..??, ada masalah ya..??" tanyaku lagi. Ia menghela nafas beratnya.
" iyya sih tapi aku malu jika ngomongnya di sini.." ujarnya lagi.
" ya sudah.." ujarku lagi. Keluar dari kafe tampak Ima dan Winda sedang nongkrong di taman kota seberang jalan sedang menatapku dan buang muka setelah aku perhatikan. Aku dan Indi lalu ke parkiran menuju motorku.
" aku antar pulang ya.." tawarku pada Indi, ia hanya mengangguk. Aku lalu membukakan pintu untuknya.
" thanks ya.." ujarnya lagi, giliranku yang mengangguk dan meninggalkan kampusku menuju kosan Indi.
" jadi gimana, apa masalahmu..??" tanyaku lagi.
" tapi janji ya, jangan beritahu siapa-siapa.." jelasnya iba.
" janji.." ujarku.
" hmm, Raf. Gimana sih cara menghindari permintaan pacar yang aneh-aneh..??" tanyanya sambil tertunduk.
" aneh-aneh..??, maksud kamu..??" tanyaku heran.
" maksudnya, minta cium misalnya.." jelasnya lagi, aku sedikit terkaget lalu tersenyum.
" itu sih terserah kamu, kan itu prifacy kamu. Jadi cobalah jelaskan kepadanya, kalau dia benar-benar menyayangimu pasti dia hormati keputusannmu.." jelasku panjang.
" tapi, aku merasa sayangku padanya tak seperti dulu lagi..." ujarnya lagi.
" makin sayang atow sebaliknya..??" tanyaku heran dengan pernyataanya.
" ya aku sudah kurang sayang padanya, karena sifat egoisnya itu.." jelasnya lagi.
" ya sudalah, nanti aja disambung.." ujarku berhenti di depan kosnya, ia hanya mengangguk.
" mampir dulu yuk.." ujarnya sambil turun dari motorku.
" kapan-kapan saja deh.." jelasku.
" thanks ya, hati-hati.." ujarnya, aku hanya mengangguk sambil memutar arah motorku. Pagi-pagi aku sudah di kampusku sambil meletakkan sepucuk surat dan setangkai bunga mawar merah di meja kerja Indi, lalu aku kembali keluar. Jam 07.00 Indi sudah datang dan kaget melihat apa yang ada di atas meja kerjanya. Sambil mengambil mawar dan surat itu ia tampak bingung dan penasaran.
“ wah..wah..kayaknya kamu punya pengagum rahasia tuh..” Ujar wiwik.
“ iyya nih Win..” Ujarnya masih penasaran, aku hanya tersenyum melihatnya dari meja belakang.
“ siapa ya..” Ujar Winda ikut penasaran.
“ tidak tau juga..” Ujar Indi. Saat istirahat tampak Indi ke taman belakang kampus yang memang selalu sunyi jika masih pagi, kecuali sore. Sambil dari atas lantai dua aku memperhatikan Indi membuka suratku itu. Ia tampak tersenyum saat selesai membacanya, aku rasa ia merasa senang di sanjung. Tapi saat itu Obet  datang menghampirinya, cepat-cepat ia masukkan surat dan mawar itu ke dalam tasnya. Lalu mereka berlalu. Selama 5 semester aku menjadi pengagum rahasia Indi membuatku semakin dekat dengannya dan semakin menggilainya.
***
Acara perkuliahan usai hampir jam 11 malam, karena buru-buru pulang teman-temanku meninggalkan aku dan Indi di Fakultas kami.
" kamu di jemput, ya..??" tanyaku pada Indi sambil berjalan menuruni anak tangga dari Fakultas kami dengan santai.
" tidak.." jawabnya pendek.
" lho, kenapa..??" tanyaku lagi.
" Obet dah tidur tuh, dari tadi aku telpon-telpon tidak di jawab.." jelasnya sambil memasang muka cemberut.
" yee, jangan cemberut gitu donk. Nanti aku yang antar pulang, tapi jalan kaki ya.." tawarku pada Indi karena kebetulan hari itu aku tak membawa motorku, aku lebih memilih jalan kaki saja daripada naik angkot malam-malam begini.
" iyya deh, lagian aku takut naik kendaraan umum malam-malam begini. Motor kamu di mana..??" jelasnya sambil melintasi jalan setapak di belakang gedung FKIP bersamaku.
" bengkel.." jawabku singkat.
" kamu biasa pulang sambil jalan kaki lewat jalan ini kan..??" tanya Indi sedikit khawatir saat kami mulai menapaki gang.
" tidak terlalu sih, itupun tidak malam-malam seperti ini.." jelasku, Indi tampak mencengkram lengan baju hitamku.
" ahk, jangan buat aku takut donk.." ujar Indi berusaha menyembunyikan rasa takutnya.
" takut..?? jangan aneh-aneh deh.." tanyaku, Indi hanya mengangguk pelan. Aku lalu menggandeng tangannya begitu aku meraihnya, ia mencengkramnya kuat-kuat dan berpeluk di lenganku. " jalannya pelan saja, ok.." saranku padanya yang aku rasa tangannya gemetaran . Tapi tiba-tiba, dari arah depan ada beberapa pemuda yang tampak mabuk sedang menghampiri kami, aku dan Indi hanya berusaha menghindar tapi sialnya para pemuda itu langsung menghajar hingga babak belur karena tidak mengubris mereka, Indi hanya menjerit minta tokamung kemudian saat itu aku tak sadarkan diri.
***
Saat aku sadar kembali, aku sudah berada di tempat tidur dan aku sadar bahwa aku berada di rumah sakit. Aku lihat di sampingku ada seorang cewe sedang tertidur sambil memeluk tanganku
" Indi.." panggilku, saat itu juga orang yang aku maksud terbangun
" eh, sudah sadar Raf.." desahnya, aku hanya mengangguk dan tersenyum tapi rasa sakit menyelimuti semua mukaku
" aaoww..!!" desisku sambil memegang bagian yang sakit di mukaku.
" jangan bergerak banyak dulu Raf.." saran Indi sambil berdiri karena merasa iba dengan keadanku, aku hanya mengangguk
" bagaimana keadaanmu..??" tanyaku mengkhawatirkan keadaan Indi, aku menyangka dia diperkosa dan semacamnya.
" aku baik-baik saja kok.." jawabnya sambil tersenyum dan membelai rambutku.
" jangan bohong.." ujarku lagi khawatir.
" iyya, aku tidak bohong kok.." jelasnya lagi sambil tersenyum.
" baguslah kalau begitu.." ujarku sedikit lega karena dia baik-baik saja
" ya sudah, kamu istirahat saja dulu gih.." sarannya sambil kembali membaringkanku perlahan, saat berbaring aku meraba pinggangku yang terbalut perban dan merasa sakit juga perih.
" ini kenapa..??" tanyaku pada Indi
" kena pisau.." jawabnya pendek sambil tertunduk lemah, aku hanya menghela nafas berat. " maksih ya sudah menyelamatkan aku, seandainya malam itu tidak ada kamu aku tak tahu akan terjadi apa terhadap diriku.." sambungnya.
" sshhhttt, yang jelas kamu baik-baik saja itu sudah cukup.." hiburku sambil tersenyum dan membelai pipinya.
" tapi, bagaimana denganmu..??" ujarnya penuh kekahawatiran.
" Ndi aku ini cowo, jadi seperti ini hal biasa kok.." jelasku, ia hanya menghela nafas pasrah walaupun sebenarnya aku takut mati, sesaat kemudian sepasang suami istri yang menurutku berusia setengah baya memasuki ruangan tempatku di rawat.
" ayah ibu.." panggil Indi kemudian, aku hanya sedikit terkaget. Orang yang dimaksud pun hanya tersenyum dan mendekatiku, ternyata yang datang adalah orang tua Indi.
" bagaimana keadaanmu nak..??" tanya ayah Indi kemudian
" Baik om.." jawabku ragu
" oh iya, aku Pak Zul ayahnya Indi dan ini istri om.." jelasnya memperkenalkan diri
" iyya om, jadi merepotkan.." ujarku sambil berusaha berbaing.
" tidak apa-apa nak, kamu tiduran aja yah. Om cuma mau berterima kasih kepadamu yang sudah melindungi putri bungsu kami.." jelasnya lagi, Indi hanya tersenyum.
" sudah tugas aku om sebagai cowo sekaligus teman.." ujarku merendahkan diri, om Zul hanya tersenyum bangga
" sekali lagi om berterima kasih ya nak, nah sebagai ucapan terima kasih kami juga maka semua biaya administrasi om yang tanggung..." jelasnya lagi sambil menatap bangga diriku
" maksih om, jadi merepotkan.." ujarku lagi merasa malu.
" tidak apa-apa kok, kalau ada keperluan jangan sungkan sama om.." jelas om Zul lagi.
" baik om.."
" kalau begitu om pamit dulu masih ada meeting nich, tapi di telepon Indi di suruh kemari..." pamitnya sambil meninggalkan kami berdua.
" thanks ya.." ujarku pada Indi saat kedua orang tuanya menghilang di balik pintu.
" untuk apa..??" tanyanya.
" untuk semuanya.." jelasku pendek, Indi hanya mengangguk.
" lagian ini pantas kamu dapatkan kok.." jelasnya lagi.
" tapi kok, ayah kamu kelihatan buru-buru amat..??" tanyaku heran.
" lagi sibuk di pabrik, kan tadi dengar kalau ada meeting di kantornya.." jelasnya.
***
Saat aku kembali masuk ke kampus beberapa hari kemudian, teman-temanku terlihat heran melihatku karena mukaku agak lebam dan masih di perbannya kepalaku.
" kamu kenapa, Raf..??" tanya Andy heran dengan keadanku yang masih di perban.
" biasa habis berantem, maklum cowo macho.." candaku yang disambutnya dengan senyuman saja.
" ahk, sialan kamu. Aku serius nich.." jelasnya ingin tahu.
" liat saja nich, babak belur di hajar sama orang mabuk di gang belakang kampus saat pulang.." jelasku membuatnya terkekeh
" kuat juga.." potong jay
" kuat apaan, untung saja ada orang yang nyelamatin aku.." terangku
" bersyukurlah kalau gitu.." ujar jay lagi.
" tapi bukannya kamu ada motor..??" tanya Andy heran.
" kebetulan masuk bengkel.." jelasku sambil duduk dengan mereka di bawah pohon palem.
" oww, eh Raf mau ikut kemping ke gunung tidak..??" tanya Andy sambil mengahampiriku dan sedikit berbisik.
" mau, kapan..??" balasku kegirangan.
" minggu ini, bareng anak-anak.." jelasnya.
" ah kamu ya, ngajak kemping tuh liat kondisi orangnya donk.." ujar Ima agak marah.
" tau ni si Andy.." tambah Nurul.
" okelah kalau begitu.." ujarku bersemangat, ingin rasanya hari itu cepat tiba. " kamu ikut, Ndi..??" tanyaku pada Indi yang duduk di dekatku membuat Nurul kembali jekamuus.
" iyya dong, tapi kamu yakin dengan keadaan seperti ini mau ikut..??" tanyanya memandangiku penuh kekwatairan.
" iyya juga sih, tapi aku ingin ikut.." jelasku agak kecewa dengan keadanku.
" jangan ikut, ok.." cegah Nurul.
“ iyya, kenapa sih apa-apa Indi melulu yang di dengarin..” ujar Ima agak jengkel karna aku tidak pernah menggubisnya sama sekali setiap melarangku.
" wee, ada dosen tuh.." potong Andy
" mana..???" tanya jay sambil mengamati diantara kerumunan mahasiswa lain.
" sudah menuju Fakultas, yuk kita susul saja.." saran Andy sambil bangkit dari tempat duduknya, yang lain cuma ikut saja termasuk aku dan Indi.
" kamu ikut kemping Raf..?? Tanya zhoel yang menjajari langkahku ketika di tangga.
" iyya, kamu sendiri..??" balasku.
" kurang tahu nich, soalnya aku tidak ada tenda.." jelasnya.
" tenang aku punya di kos kok, kita satu tenda saja jadi kamu ikut saja.." saranku.
" baiklah.." ujarnya sambil memasuki ruangan kelas. Di dalam kelas Tity datang di ikuti Nina, sambil membawa undangan.
" teman-teman, datang ya ke ultah aku besok malam. Soalnya aku undang kalian nich tanpa terkecuali.." ujarnya sambil Nina menyebar undangannya menurut nama mereka yang sudah tertera di undangan itu.
" pasti.." ujar zhoel.
" ok deh.." sahut Ram.
" thanks ya undangannya.." sahut Winda.
" iyya, atas kedatangannya aku ucapin thanks ya sebelumnya.." ujarnya lagi sambil menuju kursinya setelah dosen memasuki ruangan.
***
Keesokan harinya dengan kursi roda aku di bawa suster keluar jalan-jalan di sekitar ruanganku di rawat tiba-tiba Indi datang, hari itu ia kelihatan begitu cantik membuatku bersemangat untuk cepat sembuh. Aku sungguh bangga di jeguk oleh cewe secantik dia.
" hey..." sapa Indi.
" hay.." balasku agak bersemangat.
" suntuk, ya..??" tanya Indi sambil mengambil alih kursi roda itu dan membawaku ke kursi yang ada di bawah pohon mangga.
" iyya nich, jadi aku minta suster yang tadi untuk membawaku jalan-jalan saja.." jelasku.
" pilihan yang pintar.." ujarnya sambil membawaku ke bawah pohon mangga.
" maksudmu..??" tanyaku tak mengerti maksud dari ucapannya.
" susternya cantik juga.." jawabnya, aku hanya tersenyum mendengar penjelasannya.
" tidak kalah cantik sama kamu kok.." ujarku membuat Indi tersipu.
" ahk, kamu bisa saja.." ujarnya.
" kalau kamu susternya sih aku maunya tidak pengen sembuh saja.." gombalku padanya.
" maksudmu..??" tanyanya.
" ya, aku pengen dirawat terus sama suster secantik kamu.." jelasku, Indi kembali tersenyum.
“ akh,gombal..” serunya sambil sama-sama tersenyum.
 Sesaat kemudian Ima dan Nurul datang, dari wajah mereka terlihat khawatir.
" lho Raf, kenapa bisa ini terjadi..??" tanya Ima sambil membelai pipiku yang masih. Aku hanya tersenyum padanya. Sedang Nurul hanya terdiam dan menatap Indi seperti biasa, terlihat cemburu padanya.
***
                Teman-temanku pun selalu mendukungku untuk jadian dengan Indi, termasuk saudara teman baiknya Lina.
“Tenang saja Raf! Mereka pasti tidak akan lama.” Kata Dessy, temanku.
“Iya Des! Aku yakin pasti dia akan menerimaku.” Ucapku.
“Itu semua bisa diatur bro!” ujarnya.
“Oke lah! Thanks atas dukungannya. Hahaha..” jawabku senang.
***
Ternyata apa yang dikatakan temanku benar. Setelah 2 minggu pacaran, akhirnya Indi putus dengan Eki. Sungguh sangat bahagia hati ini.
“Ini saatnya aku untuk beraksi! Hahaha” celotehku.
Ujian semester  sudah dilalui. Kini sudah tidak ada kegiatan belajar mengajar lagi di sekolah. Kami lebih sering berkumpul mengahabiskan waktu dengan bersenang-senang. Suatu ketika aku dan teman-teman duduk di depan kelas sembari berbincang-bincang.
“Hey! Gimana si Indi?” ledek Ekzel.
“Apanya? Dia sehat-sehat kok!” jawabku malu.
“Masih setia nggak ni?” ledeknya lagi.
“Oh.. So pasti dong! Hahaha” jawabku.
“Cie.. Cie.. Yang lama menunggu tapi tak bisa memiliki.” ledek Sutra.
“Oh ya, gimana ya supaya aku bisa jadian dengan Indi?” tanyaku.
“Ya ditembak!” jawab On, temanku.
“Iya! Tapi aku malu nembak langsung ke dia.” ujarku
“Kenapa harus malu?” tanya Yovi.
“Iya juga si! Tapi kapan waktu yang tepat ya?” tanyaku lagi
“Gini aja, tanggal 3 nanti kan ultah aku, jadi biar kita yang ngatur.” ujar Terry.
“Oke lah kalau begitu! Hahaha” jawabku bahagia.
***
Sunggu aku sangat bahagia memiliki sahabat seperti mereka. Mereka selalu ada saat aku membutuhkan mereka. Aku sudah tidak sabar menunggu tanggal 3 nanti.
“Ku menanti seorang kekasih yang tercantik yang datang di hari ini, adakah dia kan selalu setia, bersanding hidup penuh pesona, harapanku!” nyanyianku yang menggambarkan rasa tidak sabar menantikan momen spesial malam nanti. Malam nanti temanku Terry akan membuat pesta ultahnya.  Aku pun mempersiapkan apa yang harus aku lakukan malam nanti. Aku bahkan juga sudah meyiapkan kata-kata yang tidak romantis, tapi tetap kena di hati. Walaupun kata-kata itu sederhana, tapi cintaku tetap luar biasa kepada Indi.
Akhirnya malam tiba. Aku segera menuju ke tempat pesta ultah Terry dilaksanan. Langkah kakiku terasa berat melangkah, karena rasa gugup membebani diri. Karena tempatnya dekat dari rumahku, jadi 10 menit jalan kaki sudah nyampe. Tiba disana aku biasa-biasa aja. Aku tidak memperlihatkan rasa gugup ku.
“Teman-teman, terima kasih atas kehadiran kalian. Saya sangat bahagia kalian boleh hadir ke ulang tahunku.” ucap Terry.
“Oke teman-teman! Saatnya kita makan! Tapi sebelum itu kita berdoa dulu.” tambahnya
Selesai berdoa kita langsung lanjut makan-makan. Aku sangat menikmati makanan yang disediakan. Begitupun teman-teman yang lain. Saking menikmati, aku lupa bahwa saat itu aku akan nembak Si Indi. Saat baru selesai makan, tiba-tiba Terry berdiri.
“Oke teman-teman! Jika sudah selesai makan, saat ini salah seorang teman kita akan mengungkapkan persaan kepada seorang teman kita.” ucap Terry.
“Untuk itu, kepada orang yang dimaksud agar berdiri, dan maju ke depan.” tambahnya.
Aku tidak langsung berdiri, aku mencoba mengulur waktu. Tapi temanku Sutra dan Christan terus memaksaku agar cepat maju.
“Sudah sana cepat maju, ini kesempatan bagus bro.” kata Sutra yang masih tengah asik menikmati makanannya.
“Baiklah bro! Doa’in aku yah! Hehe” kataku bercanda.
“Iya, sudah sana cepat maju.” tambah Christan yang masih menikmati makanannya juga.
Aku langsung berdiri dan maju ke depan dengan rasa percaya diri yang tinggi. Aku sudah tidak takut lagi jika ditolak. Aku sudah terbiasa ditolak, sampai-sampai aku sudah mati rasa.
“Cie… Cie… Cie… Cie…” suara ejekan teman-teman.
“Oke Raf, silahkan duduk. Dan untuk Indi, silahkan juga maju dan duduk di depan Raf.” kata Terry.
Tampak wajah Indi seperti orang bingung. Tapi tak lama, dia pun maju dan duduk di kursi yang sudah disediakan Terry.
“Oke Raf, silahkan!” ucap Terry
“Mona, kamu udah tau kan kalau aku udah lama nyimpan perasaan ke kamu. Dan aku juga udah beberapa kali nyatain ke kamu. Saat ini, di tempat ini, ijinkan aku bertanya. Kamu mau nggak jadi pacarku?” ucapku dengan nada yang pelan.
Indi terlihat malu waktu itu. Dia hanya tertawa-tawa saja.
“Udah Mon terima aja. Dia itu udah 5 tahun memendam perasaan ke kamu. Bayangin aja Lit, 5 tahun! Gue sendiri ngga pernah nemuin cowo yang sesetia ini.” kata Yovi meyakinkan.
“Mon, disini aku nggak maksa kamu, apapun jawaban kamu aku akan nerima. Gimana Lit?” ucapku.
“I.. I.. Iya.. Aku mau!” jawab Indi dengan senyuman.
“Bener Moa? Terima kasih Mon. I love you so muchhh…” ucapku tidak percaya, sembari memegang tanggannya.
“Iya bener! I love you too..” katanya.
Betapa bahagianya hati ini ketika aku bisa jadian dengan dia. Ternyata jika kita menunggu dengan penuh kesabaran, hasilnya pasti tidak akan mengecewakan.
Malam itu terasa begitu indah. Aku menghabiskan malam bersama teman-teman dan pacarku, Indi.
Hari-hari aku lewati dengan dia. Aku mencoba menciptakan suasana yang romantis. Jika biasanya hp ku sunyi, kini seakan tak pernah berhenti berbunyi. Untunglah aku tidak pernah menyerah. Jika aku menyerah mungkin hal ini tak akan terjadi. Aku tidak menyerah karena aku mencintai dia bukan karena aku membutuhkannya, tapi aku membutuhkannya karena aku mencintainya.
Selang 3 minggu kita pacaran, tibalah pada hari yang aku tunggu-tunggu yaitu hari ulang tahunku. Hari ulang tahunku kali ini terasa spesial. Hari ini adalah sweet seventeen untukku. Dan betapa bahagianya aku karena di sweet seventeenku kali ini, aku jadian dengan orang yang aku puja selama 5 tahun ini.
“Kriiiggg..” suara hp-ku berbunyi. Ternyata sms dari Indi.
“Happy birthday sayang! Wish you all the best.. Maaf ya aku nggak bisa kasi hadiah. I love you!” bunyi sms-nya.
“Makasih sayang! Iya ngga apa-apa kok. Dengan kamu nerima cintaku, itu lebih dari sebuah hadiah. I love you too!” balasanku.
Waktu itu dia lagi liburan dengan keluarganya, jadi aku nggak bisa ketemu dengan dia. 6 minggu sudah hubunganku dengan dia. Tapi aku merasakan kalau dia sudah bosan denganku. Aku terus menyelidiki apakah anggapanku benar. Aku masih belum menemukan kebenarannya.
“Sudahlah! Ini pasti cuma perasaanku saja. Aku harus tetap positif thinking.” gumamku.
Suatu ketika aku berkumpul dengan teman-temanku. Disitu aku mencoba curhat dengan mereka.
 “On, tampaknya dia udah bosan denganku.” curhatku pada On, temanku.
“Ah.. Itu pasti cuma perasaan kamu saja..” jawab Yovi.
“Raf, aku mau bilang sesuatu ke kamu.” kata Terry.
“Apa Ter?” kataku penasaran.
“Waktu aku jalan-jalan dengan Indi dan Lina, disitu Lina bilang ke aku kalau Indi nerima kamu cuma terpaksa. Katanya dia nerima kamu cuma karena ada teman-teman.” kata Terry.
Mendengar hal itu, aku seperti ditampar 10 kali. Lagi-lagi rasa malu, kecewa, sedih menyerah hatiku. Tapi aku tetap berusaha tegar. Akupun lalu menghentikan pembicaraan dengan teman-teman, dan kembali ke rumah. Setibanya aku di rumah, aku langsung menanyakan kebenaran berita itu kepada Indi via sms.
“Mon..! Bener ngga kalau kau nerima aku karena terpaksa? Kalau memang itu bener, lebih baik kamu putusin aku aja.” tanyaku.
“Iya bener..! Maaf ya!” jawabnya
Membaca jawabannya itu, aku langsung merasakan ini seperti akhir dari hidupku. Aku tidak sanggup lagi menerima semua ini. Aku lalu mengambil handphone dan curhat kepada Dessy.
“Des! Aku udah putus dengan Indi..!” curhatku kepada Dessy teman dekat Indi.
“Hah.. Kenapa? Kok bisa?” jawabnya heran.
“Aku udah tahu kalau dia nerima aku karena terpaksa..!” jawabku.
“Kamu tahu dari mana Raf’..?” balasnya.
“Aku tahu dari Terry, tapi sumbernya dari Lina..!” jawabku
“Dasar goblok! Dia pernah curhat ke aku, dia bilang dia memang nerima kamu terpaksa, tapi lama-lama dia udah nyaman dengan kamu.” Balasnya.
“Hah.. Emang iya..? Dasaar goblokkk…” balasanku dengan rasa sesal.
“Tapi kenapa waktu aku tanya dia balas iya..?” tambahku.
“Dia orangnya emang gitu! Dia ngga mau ngemis-ngemis cinta ke cowok.” balasnya.
“Okelah Des..! Thanks..!” jawabku.
“Iya masama..!” balasannya.
Membaca pesan-pesan singkat dari Dessy, timbul penyesalan yang amat dalam. Entah apa yang merasuki otakku sehingga aku boleh percaya dengan celoteh-celoteh ini. Dasar goblok! .Tapi aku tidak habis pikir, kenapa saudaranya bisa berkata seperti itu.
Seiring waktu berjalan aku mencoba minta maaf ke Indi atas kekhilafanku. Aku berkata yang sebenarnya ke dia bahwa aku sudah tahu kebenarannya.

“Iya! Aku udah maafin kamu sejak awal kok..” itulah kalimat yang dikatakan Indi waktu aku memita maaf kepadanya.

Suatu ketika, aku pernah harus merelakan sesuatu Sesuatu yang sama sekali tidak ingin kulepas Butuh proses yang cukup kuat untuk bisa meyaki...