Senin, 07 September 2015

NULIS NOVEL ROMANCE ITU (ENGGAK) SEGAMPANG MEMBACANYA

Saya pernah nemu comment ini untuk salah satu novel romance saya : ‘buku ini okelah untuk bacaan ringan di sela waktu istirahat’.

Ya. Salah satu tujuan novel romance memang demikian adanya, sebagai bacaan ringan di waktu luang, bacaan yang nggak perlu pake mikir ribet-ribet, dan fungsi utamanya memang untuk hiburan. Tetapi, jangan salah, meski dianggap novel ringan, menuliskannya sama sekali enggak segampang saat membacanya, juga enggak segampang yang (mungkin) ada dalam anggapan orang-orang, khususnya pembaca yang udah terbiasa dengan buku-buku bermuatan ‘berat’ atau pun penulis yang juga udah terbiasa menulis yang muatannya ‘berat’.
Lalu, di mana letak ‘enggak gampang’ nya itu?

Catatan sederhana ini, saya tulis berdasarkan pengalaman saya saat membaca dan menulis novel bergenre romance, dari beberapa referensi seputar penulisan novel romance, tetapi sama sekali nggak bermaksud mengendorkan semangat kamu2 yang pengen nulis romance loh, malah sebaliknya, saya berharap lewat catatan sederhana ini bisa memotivasi kamu2 untuk menulis novel romance yang baik.

Pertama - muatan kisah cintanya harus menonjol.
Jadi, kalo ada kisah2 lainnya di luar urusan cinta, porsinya nggak boleh melebihi kisah cinta antar tokoh2 utamanya. Nah, letak ‘enggak gampang’nya di sini, tentu saja adalah bagaimana kamu bisa merangkai kisah cinta yang mendominasi keseluruhan isi novel tanpa terkesan monoton apalagi picisan, dan pada akhirnya, kisah cinta itulah yang harus bisa tertinggal dalam benak pembaca begitu mereka menutup dan mengakhiri perjalanan bersama sebuah novel romance.

Kedua - karakter tokoh yang kuat
Yup, Salah satu ciri romance yang baik adalah memiliki deskripsi karakter tokoh yang kuat, sehingga pembaca langsung bisa mengenali kalo tokoh A wataknya begini begitu, dst. Dan karakter ini kudu konsisten sampe the end of the story. Aneh aja kan, kalo di awal2 cerita, karakter tokohnya pemalu, pesimis, pendiam dan segala yang introvert, eh, tahu2 di tengah ada adegan yang menggambarkan kalo dia cerewet dan ambisius. So, penulis romance juga kudu belajar psikologi kepribadian untuk menghindari kemungkinan2 semacam ini.

Ketiga - memainkan emosi pembaca
Ini boleh jadi satu bagian paling sulit. Bagian yang turut menjadi kunci keberhasilan sebuah romance. Yaitu bagaimana sang penulis bisa membawa pembaca ‘masuk’ ke dalam cerita yang ia tulis, terhanyut, ikut tertawa, bersedih, pokoknya apa yang dirasakan tokoh rekaannya, mampu dirasakan juga oleh pembaca. Tanpa poin yang satu ini, maka romance akan terasa hambar. Jadi, seorang penulis romance juga harus melibatkan emosi dan perasaannya full saat menulis agar tulisannya jadi kuat dan terasa ‘bernyawa’.

Keempat - punya muatan plus
Kalo poin yang satu ini, sebenarnya lebih pada harapan saya pribadi selaku penyuka novel2 romance. Besar harapan saya kalo novel2 romance era ini menyajikan yang lebih dari sekadar kisah cinta, tapi juga ada inspirasi yang bisa mereka bagikan pada pembaca, tentu aja yang disampaikan secara halus dan nggak menggurui, Tanpa maksud membandingkan dengan romance2 LN, menurut saya, romance2 LN yang cenderung mendeskripsikan peristiwa ketertarikan antar lawan jenis melalui daya tarik fisik, adalah sesuatu yang mudah, justru yang sulit adalah menggambarkan proses simpati itu melalui deskripsi sikap, pengorbanan, dan perjuangan yang dilakukan oleh tokoh2nya, dan bagi saya, bagaimana penulisnya mampu melakukan proses dengan cara yang kedua ini turut menjadi poin plus dari sebuah novel romance.
Sampe sini dulu ya, kalo ada ide mampir, ntar to be continued deh ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suatu ketika, aku pernah harus merelakan sesuatu Sesuatu yang sama sekali tidak ingin kulepas Butuh proses yang cukup kuat untuk bisa meyaki...