Siapapun kita, pasti mempunyai seseorang yang kita sukai secara diam-diam. Saat kita mengingat seseorang itu, maka terasa seperti sesak di dada tapi kita terus menyukainya. Walaupun kita tak tahu lagi di mana dia sekarang, apa kabarnya..??, tapi dialah yang membuat kita seperti yang kita harapkan. Hal kecil yang di sebut dengan CINTA
Siang itu aku pulang
bersama teman-temanku sambil bercanda ria dan mampir ke toko buku milik Dion.
Setelah aku masuk aku langsung menuju ruang baca dimana di sana terdapat sebuah
jendela kaca besar yang menghadap ke arah jalan besar sedangkan teman-temanku
yang lain memesan makanan di kantin. Sambil memperhatikan sosok cewe yang sudah
lama ku impikan sedang berhenti di depan lampu lalu lintas di atas motor Scopy
miliknya.
“ oh, jadi kita kemari
tiap pulang kampus karena ini..??” ujar Dion diikuti Niko dan Rio.
“ apa maksudmu,
motornya itu lo yang aneh..!! timpalku, tapi mereka hanya berguman dan
menahanku sambil berterik-teriak ke arah
gadis itu.
“ Hey, lihat dia. Dia
sangat tampan..!!” teriak Dion sambil mengacak-acak rambutku. Gadis itu hanya
terdiam kerena memang tak mendengar teriakan teman-temanku karena berada di
dalam ruangan, sedangkan Mona sedang di jalan raya.
“ dia sangat pintar,
tak heran jika kau suka padanya..!!” timpal Rio sambil mengikuti arah motor itu
motor itu pergi.
“ apa kau sudah gila
yah..?? tidak seperti itu..”
***
Di kampus keesokan
harinya saat jam kosong, kami berempat
hanya nongkrong di bangku taman kampus sambil memperhatikan cewe-cewe yang lalu
lalang di seputaran kampus.
“ kayaknya si Niken ok
tuh..!!” timpal Rio sambil memandang ke arah Niken yang baru saja dari kantin.
“ Nina juga tuh..”
potong Dion
“ ni dia yang paling
ok bro, Nunung..!!” Niko tak mau kalah, tapi sayangnya yang dia maksud adalah
si Nunung.
” hahahaaa..” tawa
kami berempat tiba-tiba meledak mendengar candaan Niko, Nunung memang sudah
menjadi bahan candaan kami berempat sejak masuk di Universitas itu. Anak yang hitam dan sok cantik itu, datang
menghampiri kami berempat. Tapi sebelum sampai di tempat kami, kami lebih
duluan cabut dari tempat nongkrong kami itu. untuk mengikuti mata kuliah Bahasa
Inggis.
“ kenapa kalian tampak
murung jika belajar Bahasa Inggris..??” tanya Dosen Bahasa Inggris kami, Ibu Nay
yang sejak dulu tergila-gila pada Dosen Bahasa Indo Pak Steve. Sambil
membagikan hasil MID tes yang di lakukan minggu lalu. Sambil tersenyum karena
dapat nilai yang bagus, aku menerima kertas jawabanku.
“ jangan senyum gitu, Raf.
Kamu pintar dalam mata kuliah ibu, tapi di mta kuliah lain SO BAD (sangat
buruk)..” ujarnya sambil kembali membagikan kertas jawaban pada teman-temanku
yang lain, “ baiklah kita belajar Vocab and Grammar..!!!” jelasnya sambil
menulis judul pembahasan kami hari itu, sedangkan Niko dan Dion hanya saling
kirim catatn kecil melalui buku Niko lalu
serahkan padaku
“”””...namanya Mona anak kelas 3 Agri...”
Aku lalu membalasnya..
“..benarkah..??”
Mereka membalasnya lagi..
“...2 orang cowo keluar karena dia..”
Aku balas lagi...
“..benarkah..??”
“ ya, teman sekolahku
pernah satu kelas dengannya..!! bisik Niko pada Dion, dan karena saking
seriusnya mereka tidak melihat Ibu Nay mendekati mereka. Ibu Nay tidak
menegurnya hanya mengambil secarik kertas dan menulis
“...apa uang sedang
kalian bicarakan..??”
Dan saking seriusnya mereka, mereka membalas tulisan itu
tepat di bawah tulisan Ibu Nay dengan balasan..
“..bukan urusanmu..!!”
Kemudian Ibu Nay membalasnya kembali..
“..tapi aku sedang
menagajar..!!”
Dengan bersama Niko dan Dion membaca balasan itu
“ tapi aku sedang mengajar..??” ujar mereka serempak sambil
melihat ke arah Ibu Nay yang sedang memolototi mereka. Dion langsung nyengir
kuda, melihat siapa yang ada di depannya.
“ Dion..!!” ujar Ibu Nay
“ stand up (berdiri)..” perintah Ibu Nay, Dion kemudian berdiri. “ you’re the
inspiration, apa artinya..??” bentak Ibu Nay. Dion yang gegalapan hanya salah
tingkah menatap ke arahku, aku lalu menaikkan kertas yang sudah ku tulisi
sebelumnya dengan arti dari yang di petanyakan Ibu Nay.
“ Oww, kau adalah inspirasiku artinya bu..!!!” ujar Dion
gemetaran.
“ benar,kau adalah inspirasi..” ulang Ibu Nay sambil kembali
ke mejanya dan melihat pak Steve sedang lewat di depan kelas kami .
“ kau adalah inspirasi. Benar, itu adalah hal yang harus
kita perjuangkan. Bahkan aku sedang merasakannya” ujarnya sambil berjalan
menuju pintu keluar kelas sambil memandangi Pak Steve yang tersenyum padanya.
Sadar akan ucapannya, Ibu Nay langsung terdiam dan menyuruh Dion duduk lalu
kembali menjelaskan. Saat itu juga aku minta ijin untuk ke toilet. Sambil
pura-pura ke toilet, aku lalu berlari ke ruang kelas Mona mana sang gadis
pujaan ada di sana. Sambil berjalan perlahan, aku lalu meliriknya. Hmm,
ternyata dia sedang belajar. Dan saking grogi aku benar menuju toilet dan hanya
cuci muka saja. Saat kembali dari toilet gadis itu terlihat keluar kelas tapi
saat berpapasan dengannya tiba-tiba dia terjatuh, sontak aku menolongnya.
“ kamu tidak apa-apa..??” tanyaku sambil membatunya bediri.
“ tidak apa-apa, thanks ya..!!” ujarnya sambil berdiri dan
berlalu sambil menunduk
Saat jam kosong, aku sedang nongkrong dikantin tanpa
teman-temanku yang entah pergi kemana. Saat sedang asyik mengetik cerpen, suara
lembut menegurku.
“ hai, kamu yang tadikan..??” tanyanya memastikan.
“ hai, iyya itu aku. aku Rafley..” jawabku pendek sambil
menahan rasa gembiraku.
“ Mona, kamu jurusan Pertanian juga..??” tanya lagi.
“ aku ujurusan pertanian juga..” jawabku lagi.
“ oh, aku kirain jurusan Manajemen..” sahutnya
“ tidak apa-apa..”
jelasku.
“ aku boleh duduk di sini..??” tanyanya lagi.
“ silahkan, inikan tempat umum..” jawabku sambil menutup
laptopku.
“ thanks. Oh ya kamu kelas berapa..?? tanyanya lagi.
“ kelas 4 D, kamu
sendiri..??” introgasiku.
“ 4 B..”
***
Aku memasuki ruangan
tata usaha cuma ada 2 orang pegawai yang tampak sibuk." apa aku yang
selalu kepagian ya..??" gumanku dalam hati, tiba-tiba Hp aku berbunyi dan ternyata pesan singkat dari Indi teman
kelas aku yang sudah lama aku kagumi sejak semester awal, tapi karena dia sudah
mempunyai pacar maka aku tidak penah menembaknya bahkan dia tidak pernah tahu
kalau aku suka padanya.
" sekarang kamu dimana..??"
Akupun membalasnya
" dah di kampus nih..!!!"
" tungguin aku dong di gerbang tengah..."
" ok, aku tungguin deh...!!"
" ok, thanks..". Berselang 15 menit Indi datang
dibonceng ma Obet pacar si Indi, aku hanya sedikit jealous melihat kemesrraam
mereka, Indi lalu turun dari motor dan menghampiriku sedangkan Obet hanya
menundukkan sedikit kepalanya tanda pamit sama aku demikian juga aku.
" yang lain mana..???" tanya Indi sambil duduk di
sampingku.
" tidak tahu juga, mereka tidak sms juga ma
aku..?!!" jawabku pada Indi sambil menghela nafas berat.
" mereka lagi dalam perjalanan nich..." ucap Indi
sambil membuka sms entah dari siapa. Berselang 8 menit datanglah si Nurul, Ima
juga Ika yang tampak kecapian habis naik motor angkot datang menghampiri kami
berdua.
" dosennya masuk jam berapa..??" tanya Ika sambil
ikut duduk.
" katanya tadi sih jam 9.." jawab Indi sambil
smsan.
" masih 1 jam lagi donk.." seru Ima sambil duduk
di dekatku.
" iyya.." ujar Ika membenarkan ucapan Ima.
" tidak apa-apa kan, daripada telat.." sahutku
sambil smsan sama Andy yang baru ingin berangkat dari kosnya.
" iyya juga sih.." ucap Ima membenarkan ucapanku.
" dah pade sarapan belum..??" tanyaku pada
semuanya.
" ke kantin yuk.." sajak Indi.
" mggak ah, males dah sarapan tadi pagi.." kilah
Ika
" kamu, Rul..??" tanya Indi pada Nurul.
" tidak, males.." jawab Nurul cuek bebek pada
kami.
" Nurul kenapa Ndi..??" bisikku pada Indi yang
manyun setelah di cuekin sama Nurul.
" tidak tahu juga tuh, dari kemarin dia begitu.."
bisik Indi pula
" sudalah kalau begitu, duluan ke kantin saja
yuk.." sajakku pada Indi
" yuk.." sahutnya sambil mengikutiku, walaupun aku
tau Indi hanya menganggapku teman tapi aku sangat senang dekat dengannya.
" kami duluan, sms aku jika dosen sudah datang
ya.." pamitku pada semuanya sambil diikuti Indi.
" iyya.." ujar Nurul jutek, meski aku tahu apa
yang menyebabkan Nurul judes pada Indi dan aku aku tetap diam saja.
" thanks.." balasku seraya menatap wajahnya yang
cemburu. Sepeninggalan aku dan Indi ke kantin, teman-temanku yang lain tampak
meninggalkan tempat nongkrong mereka entah mereka. Malam menjelang di meja
belajarku kubuka buku merahku yang berisi kegiatan pribadiku, yang jelasnya sih
buku harianku.
***
1 Bulan Kemudian..
Setelah melewati liburan yang sangat menyenangkan, kini tiba
saatnya aku untuk kemabali masuk kampus setelah pengurusan KRS yang melelahkan.
Semangat yang menggebu-gebu menemani tiap langkah kakiku,karena kembali
bercanda gurau dengan teman-temanku lagi. Aku tak sabar untuk berjumpa dengan
seorang yang selama ini aku puja, Mona. Tiba di kampus, aku langsung menuju ke
teman-temanku, yang kebetulan berada di gerbang. Ternyata disana juga adaMona.
Alangkah bahagianya hati ini.
“ Hey apa kabar..?” tanya Rio
“ Baik bro.! Kalau kalian gimana kabarnya..?” jawabku.
“ Sama bro.! Kabar kita baik juga..” jawab Niko
“ Yuk kita masuk ke ruangan. Anak-anak udah dipanggil tuh!”
ajak Dion yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
***
Suatu ketika aku mencoba memberanikan diri untuk terbuka
terhadap perasaanku pada pada Mona . Aku masih belum berani berkata langsung
kepadanya. Aku mencoba mengutarakan isi hatiku hanya lewat sms. Tak lama
kemudian, dia membalas pesan singkatku itu. Rasanya jantungku berdetak lebih
cepat. Dengan rasa gugup aku membuka sms balasannya.
“ Maaf ya Rafley..! Aku lebih suka kita berteman.” isi dari
sms Mona. Rasa malu, kecewa, sedih bercampur menjadi satu ketika membaca sms
itu. Tapi aku menerima itu dengan besar hati.
“ Baiklah kalau itu
mau kamu.! Tapi aku takkan pernah berhenti untuk mencintaimu. Karena bagiku
mencintaimu adalah hal yang paling indah yang pernah aku rasakan.” Balasanku. Setelah
kejadian itu, langsung menyerah. Selang beberapa lama, aku mencoba fokus pada
pendidikanku dulu. Aku juga mencoba fokus pada kegiatan UKM di kampusku. Suatu
saat, aku berbincang dengan teman-teman tim yang lain. Dalam perbincangan itu,
kita membahas tentang masalah percintaan. Tiba-tiba seorang temanku berkata
bahwa Mona baru saja jadian dengan ketua koordinatorku yaitu Ebot. Aku pun
langsung kecewa dan sedih mendengar hal itu.
“ Hm.. Aku ke kelas dulu ya, soalnya udah ada dosen.” kataku
berbohong. Aku sudah tidak sanggup untuk mendengarkan cerita mereka.
Sejak kejadian itu, aku mencoba untuk move on. Aku sempat
jadian dengan seorang cewek. Tapi itu tidak bertahan lama. Aku meminta dia
untuk putus. Hati ini bukan tempat untuk dia, hati ini adalah tempat Mona.
Tidak ada seorang pun yang bisa menggantikannya.
Hubungan Mona dan Ebot pun sudah mulai merenggang. Tidak
lama kemudian mereka putus. Mereka jadian sudah hampir 4 bulan. Aku merasa
senang mendengar kabar mereka sudah putus. Aku kembali mencoba untuk mendekati Mona.
Aku bahkan pernah beberapa kali nembak dia. Tapi lagi-lagi aku tidak
menyatakannya langsung. Aku hanya berani lewat sms. Dan hasilnya pun sama. Dia
menolak aku lagi. Kira-kira sudah 5 kali aku menyatakan perasaanku kepadanya,
dan tidak ada 1 pun yang diterima. Itu pun bukan alasanku untuk menyerah.
***
Di kontrakanku yang sederhana bersama tiga orang temanku Kak
Sandi, Rio dan Rey dan seorang sepupuku Intan. Walau kami cukup akrab satu sama
lain tapi kami tidak satu kampus hanya kak Sandi dan Rey yang satu kampus tapi
beda Fakultas, sedangkan Rio dan Intan masing-masing kuliah tepisah. Tiba di
kosku, aku langsung saja masuk ke kamarku yang berantakan, maklumlah kamar
cowo. Setelah lepasin sepatu dan meletakkan tasku, aku lalu menyalakan mp3
kemudian menghempaskan tubuhku keatas kasur.
" kak, makan dulu.." ujar Intan sambil membuka
pintu kamarku.
" nanti saja deh Tan, lagi capek nih.." ujarku
tanpa menoleh ke arahnya.
" ya sudah kami berempat duluan ya kak.." ujarnya
masih berdiri di ambang pintu kamarku.
" iya..iya.." ujarku malas, terdengar suara pintu
kamarku tertutup. Tiba-tiba Hp aku berbunyi dan ternyata sms dari Indi.
" Raf, lagi ngapain.." tanya Indi di smsnya.
" lagi suntuk saja, letih juga.." jawabku.
" ke sini donk ajarin aku kerja laporan Agro.."
mohonnya.
" Ndi, aku tidak enak sama sepupu dan Kak Obet.."
jelasku lagi.
" ya sudah aku bareng sepupuku saja yah, tidak
apa-apakan..??" jelasnya.
" ya okelah aku tunggu.." ujarku lalu meletakkan
hp itu ke kasur. Aku lalu bangkit dan keluar kamar.
" kalau kakak mau makan ambil sendiri di dapur
ya.." ujar Intan sambil membaca novel di depan Tv di temani Rio dan Rey.
" iyya. Eh, beresin kamar aku dulu donk teman aku mau
datang ni.." mohonku pada Intan. Tanpa banyak bicara Intan beranjak ke
kamarku. 5 menit kemudian ia kembali keluar
" dah beres tuh kak.." ujarnya sambil ke bali ke
posisinya semula.
" thanks ya sayang. Kalau ada temanku yang nyariin aku
bilang aku tunggu di kamarku ya.." ujarku sambil mencium keningnya
kemudian kembali ke kamarku. Berselang 30 menit pintu kamarku di ketok dan
belum aku menyahut berhamburlah Indi masuk.
" yaa, lagi ngapain.." ujarnya sambil duduk di
dekatku.
" ah, ngagetin saja. Ni lagi siapin bahan laporan
kamu.." jelasku sambil membuka file-file yan ada dalam laptopku.
" hehe, maaf ya kalau ngerepotin..." ujarnya
sambil membuka tasnya dan mengeluarkan bingkisan.
" kenapa bawa beginian segala.." ujarku sambil
membuka bingkisan itu dan ternyata mereka membawa kue tart kesukRamku.
" ah tidak apa-apalah, lagian tidak enak kalo datang
tidak bawa apa-apa.." jelasnya lagi sambil menghidupkan laptopnya.
" kalo begitu sering-seringlah datang kemari,
hehehe..." candaku sambil melahap kue itu.
" ah kamu biasa saja, enak di kamu dong.." ujarnya
lagi.
" ya sudah kerjakan sekarang, ni filenya.."
jelasku sambil memberinya fd berisi file yan sudah aku copy.
" tapi ajari aku cara buatnya.." rengeknya manja.
Membuatku menggelang-geleng saja.
" btw, katanya mau bareng sepupu kok sepupunya tidak
ada..??" tanyaku.
" katanya sih malu sama kamu.." jelasnya serius
mengerjakan laporannya. Aku tak menjawab, hanya memperhatikannya. Sambil
sesekali melap keringatnya.
" panas ya..??" tanyaku, ia hanya tersenyum aku
lalu nyalakan ac dan meng sms Intan agar membawa juice ke kamarku.
" kak ni juicenya.." ujar Intan sambil membawa
Nutrisari yang sudah ia seduh lebih dahulu dengan air es
" thanks ya Tan.." ujarku sambil lanjut mengsajari
Indi sedangkan Intan beranjak keluar dari kamarku.
" mereka diluar siapa..??" tanya Indi sambil
berhenti sejenak.
" teman-teman satu kos aku, yan cewe itu sepupu aku
Intan namanya.
" oww.." ujarnya sambil kembali melanjutkan
ketikannya.
***
Keesokan harinya,
tampak Indi sangat senang sekali. Ia menghampiriku dan tersenyum bahagia.
" ada apa kok kayak orang gila begitu..??" tanyaku
sambil berjalan menuju Fakultas.
" maksudmu..??" tanyanya heran sambil menjajari
langkahku.
" senyum-senyum sendiri seperti itu.." jelasku
sambil berjalan beriringan dengannya.
" hehe, thanks ya. Laporan aku nilainya
memuaskan.." jelasnya pula.
" oww, laporan yang kemarin toh. Baguslah kalau kamu dapat
nilai yang bagus pula.." ujarku mulai paham.
" yuk ke kafe depan.." sajaknya sambil menarikku.
" maaf Ndi aku sibuk nih.." tolakku dengan halus
tak mau membuat pacarnya befikir macam-macam terhadapku.
" sibuk apaan, nanti aku bantu deh.." jelasnya
lagi.
" janji..??" tanyaku.
" janji.." ujarnya sambil terus menarikku.
" baiklah.." ujarku sambil mengikuti langkahnya
menuju kafe depan kampus kami. Tiba di kafe, seorang pelayan menghampiri kami.
" kamu mau pesan apa..??" tanya Indi padaku.
" samain saja deh.." ujarku sambil menyalakan
laptopku.
" Hamburger dua sama Bog Cola juga dua ya mbak.."
ujar Indi pada pelayan itu.
" pacar kamu mana..??" tanyaku pada Indi.
" masih ada kelas katanya.." jawabnya sambil
sesekali menatapku membuatku sedikit risih.
" ada apa..??" tanyaku.
" kamu sendiri sudah punya pacar..??" tanyanya
sambil terus menatapku serius.
" belum, masih sementara mencari.." jelasku sambil melihat
file-file buku tahunanku. Tak berapa lama pesanan kamipun datang.
" ayo makan.." ujarnya, aku hanya mengangguk.
" kamu sama Kak Obet gimana..??" tanyaku ingin
tahu.
" biasa saja.." ujarnya agak sedikit malas
membahas pacarnya itu.
" kamu kenapa..??, ada masalah ya..??" tanyaku
lagi. Ia menghela nafas beratnya.
" iyya sih tapi aku malu jika ngomongnya di sini.."
ujarnya lagi.
" ya sudah.." ujarku lagi. Keluar dari kafe tampak
Ima dan Winda sedang nongkrong di taman kota seberang jalan sedang menatapku
dan buang muka setelah aku perhatikan. Aku dan Indi lalu ke parkiran menuju
motorku.
" aku antar pulang ya.." tawarku pada Indi, ia
hanya mengangguk. Aku lalu membukakan pintu untuknya.
" thanks ya.." ujarnya lagi, giliranku yang
mengangguk dan meninggalkan kampusku menuju kosan Indi.
" jadi gimana, apa masalahmu..??" tanyaku lagi.
" tapi janji ya, jangan beritahu siapa-siapa.."
jelasnya iba.
" janji.." ujarku.
" hmm, Raf. Gimana sih cara menghindari permintaan
pacar yang aneh-aneh..??" tanyanya sambil tertunduk.
" aneh-aneh..??, maksud kamu..??" tanyaku heran.
" maksudnya, minta cium misalnya.." jelasnya lagi,
aku sedikit terkaget lalu tersenyum.
" itu sih terserah kamu, kan itu prifacy kamu. Jadi
cobalah jelaskan kepadanya, kalau dia benar-benar menyayangimu pasti dia
hormati keputusannmu.." jelasku panjang.
" tapi, aku merasa sayangku padanya tak seperti dulu lagi..."
ujarnya lagi.
" makin sayang atow sebaliknya..??" tanyaku heran
dengan pernyataanya.
" ya aku sudah kurang sayang padanya, karena sifat
egoisnya itu.." jelasnya lagi.
" ya sudalah, nanti aja disambung.." ujarku
berhenti di depan kosnya, ia hanya mengangguk.
" mampir dulu yuk.." ujarnya sambil turun dari
motorku.
" kapan-kapan saja deh.." jelasku.
" thanks ya, hati-hati.." ujarnya, aku hanya
mengangguk sambil memutar arah motorku. Pagi-pagi aku sudah di kampusku sambil
meletakkan sepucuk surat dan setangkai bunga mawar merah di meja kerja Indi,
lalu aku kembali keluar. Jam 07.00 Indi sudah datang dan kaget melihat apa yang
ada di atas meja kerjanya. Sambil mengambil mawar dan surat itu ia tampak
bingung dan penasaran.
“ wah..wah..kayaknya kamu punya pengagum rahasia tuh..” Ujar
wiwik.
“ iyya nih Win..” Ujarnya masih penasaran, aku hanya
tersenyum melihatnya dari meja belakang.
“ siapa ya..” Ujar Winda ikut penasaran.
“ tidak tau juga..” Ujar Indi. Saat istirahat tampak Indi ke
taman belakang kampus yang memang selalu sunyi jika masih pagi, kecuali sore.
Sambil dari atas lantai dua aku memperhatikan Indi membuka suratku itu. Ia
tampak tersenyum saat selesai membacanya, aku rasa ia merasa senang di sanjung.
Tapi saat itu Obet datang
menghampirinya, cepat-cepat ia masukkan surat dan mawar itu ke dalam tasnya.
Lalu mereka berlalu. Selama 5 semester aku menjadi pengagum rahasia Indi
membuatku semakin dekat dengannya dan semakin menggilainya.
***
Acara perkuliahan usai hampir jam 11 malam, karena buru-buru
pulang teman-temanku meninggalkan aku dan Indi di Fakultas kami.
" kamu di jemput, ya..??" tanyaku pada Indi sambil
berjalan menuruni anak tangga dari Fakultas kami dengan santai.
" tidak.." jawabnya
pendek.
" lho, kenapa..??" tanyaku
lagi.
" Obet dah tidur tuh, dari tadi
aku telpon-telpon tidak di jawab.." jelasnya sambil memasang muka
cemberut.
" yee, jangan cemberut gitu
donk. Nanti aku yang antar pulang, tapi jalan kaki ya.." tawarku pada Indi
karena kebetulan hari itu aku tak membawa motorku, aku lebih memilih jalan kaki saja daripada naik angkot
malam-malam begini.
" iyya deh, lagian aku takut
naik kendaraan umum malam-malam begini. Motor kamu di mana..??" jelasnya
sambil melintasi jalan setapak di belakang gedung FKIP bersamaku.
" bengkel.." jawabku singkat.
" kamu biasa pulang sambil
jalan kaki lewat jalan ini kan..??" tanya Indi sedikit khawatir saat kami
mulai menapaki gang.
" tidak terlalu sih, itupun
tidak malam-malam seperti ini.." jelasku, Indi tampak mencengkram lengan
baju hitamku.
" ahk, jangan buat aku takut
donk.." ujar Indi berusaha menyembunyikan rasa takutnya.
" takut..?? jangan aneh-aneh deh.." tanyaku, Indi hanya mengangguk pelan. Aku lalu menggandeng
tangannya begitu aku meraihnya, ia mencengkramnya kuat-kuat dan berpeluk di
lenganku. " jalannya pelan saja, ok.." saranku padanya yang aku rasa
tangannya gemetaran . Tapi tiba-tiba, dari arah depan ada beberapa pemuda yang
tampak mabuk sedang menghampiri kami, aku dan Indi hanya berusaha menghindar
tapi sialnya para pemuda itu langsung menghajar hingga babak belur karena tidak
mengubris mereka, Indi hanya menjerit minta tokamung kemudian saat itu aku tak
sadarkan diri.
***
Saat aku
sadar kembali, aku sudah berada di tempat tidur dan aku sadar bahwa aku berada
di rumah sakit. Aku lihat di sampingku ada seorang cewe sedang tertidur sambil
memeluk tanganku
"
Indi.." panggilku, saat itu juga orang yang aku maksud terbangun
"
eh, sudah sadar Raf.." desahnya, aku hanya mengangguk dan tersenyum tapi
rasa sakit menyelimuti semua mukaku
"
aaoww..!!" desisku sambil memegang bagian yang sakit di mukaku.
"
jangan bergerak banyak dulu Raf.." saran Indi sambil berdiri karena merasa
iba dengan keadanku, aku hanya mengangguk
"
bagaimana keadaanmu..??" tanyaku mengkhawatirkan keadaan Indi, aku
menyangka dia diperkosa dan semacamnya.
"
aku baik-baik saja kok.." jawabnya sambil tersenyum dan membelai rambutku.
"
jangan bohong.." ujarku lagi khawatir.
"
iyya, aku tidak bohong kok.." jelasnya lagi sambil tersenyum.
"
baguslah kalau begitu.." ujarku sedikit lega karena dia baik-baik saja
" ya sudah, kamu istirahat saja
dulu gih.." sarannya sambil kembali membaringkanku perlahan, saat berbaring
aku meraba pinggangku yang terbalut perban dan merasa sakit juga perih.
" ini kenapa..??" tanyaku
pada Indi
" kena pisau.." jawabnya
pendek sambil tertunduk lemah, aku hanya menghela nafas berat. " maksih ya
sudah menyelamatkan aku, seandainya malam itu tidak ada kamu aku tak tahu akan
terjadi apa terhadap diriku.." sambungnya.
" sshhhttt, yang jelas kamu
baik-baik saja itu sudah cukup.." hiburku sambil tersenyum dan membelai pipinya.
" tapi, bagaimana
denganmu..??" ujarnya penuh kekahawatiran.
"
Ndi aku ini cowo, jadi seperti ini hal biasa kok.." jelasku, ia hanya
menghela nafas pasrah walaupun sebenarnya aku takut mati, sesaat
kemudian sepasang suami istri yang menurutku berusia setengah baya memasuki
ruangan tempatku di rawat.
"
ayah ibu.." panggil Indi kemudian, aku hanya sedikit terkaget. Orang
yang dimaksud pun hanya tersenyum dan mendekatiku, ternyata yang datang adalah
orang tua Indi.
"
bagaimana keadaanmu nak..??" tanya ayah Indi kemudian
"
Baik om.." jawabku ragu
" oh
iya, aku Pak Zul ayahnya Indi dan ini istri om.." jelasnya memperkenalkan diri
"
iyya om, jadi merepotkan.." ujarku sambil berusaha berbaing.
"
tidak apa-apa nak, kamu tiduran aja yah. Om cuma mau berterima kasih kepadamu
yang sudah melindungi putri bungsu kami.." jelasnya lagi, Indi hanya
tersenyum.
"
sudah tugas aku om sebagai cowo sekaligus teman.." ujarku merendahkan
diri, om Zul hanya tersenyum bangga
"
sekali lagi om berterima kasih ya nak, nah sebagai ucapan terima kasih kami
juga maka semua biaya administrasi om yang tanggung..." jelasnya lagi
sambil menatap bangga diriku
"
maksih om, jadi merepotkan.." ujarku lagi merasa malu.
"
tidak apa-apa kok, kalau ada keperluan jangan sungkan sama om.." jelas om
Zul lagi.
"
baik om.."
"
kalau begitu om pamit dulu masih ada meeting nich, tapi di telepon Indi di
suruh kemari..." pamitnya sambil meninggalkan kami berdua.
"
thanks ya.." ujarku pada Indi saat kedua orang tuanya menghilang di balik pintu.
"
untuk apa..??" tanyanya.
"
untuk semuanya.." jelasku pendek, Indi hanya mengangguk.
"
lagian ini pantas kamu dapatkan kok.." jelasnya lagi.
"
tapi kok, ayah kamu kelihatan buru-buru amat..??" tanyaku heran.
"
lagi sibuk di pabrik, kan tadi dengar kalau ada meeting di kantornya.."
jelasnya.
***
Saat aku
kembali masuk ke kampus beberapa hari kemudian, teman-temanku terlihat heran
melihatku karena mukaku agak lebam dan masih di perbannya kepalaku.
"
kamu kenapa, Raf..??" tanya Andy heran dengan keadanku yang masih di
perban.
"
biasa habis berantem, maklum cowo macho.." candaku yang disambutnya dengan
senyuman saja.
"
ahk, sialan kamu. Aku serius nich.." jelasnya ingin tahu.
"
liat saja nich, babak belur di hajar sama orang mabuk di gang belakang kampus
saat pulang.." jelasku membuatnya terkekeh
"
kuat juga.." potong jay
"
kuat apaan, untung saja ada orang yang nyelamatin aku.." terangku
"
bersyukurlah kalau gitu.." ujar jay lagi.
"
tapi bukannya kamu ada motor..??" tanya Andy heran.
"
kebetulan masuk bengkel.." jelasku sambil duduk dengan mereka di bawah
pohon palem.
"
oww, eh Raf mau ikut kemping ke gunung tidak..??" tanya Andy sambil
mengahampiriku dan
sedikit berbisik.
"
mau, kapan..??" balasku kegirangan.
"
minggu ini, bareng anak-anak.." jelasnya.
" ah
kamu ya, ngajak kemping tuh liat kondisi orangnya donk.." ujar Ima agak
marah.
"
tau ni si Andy.." tambah Nurul.
"
okelah kalau begitu.." ujarku bersemangat, ingin rasanya hari itu cepat tiba.
" kamu ikut, Ndi..??" tanyaku pada Indi yang duduk di dekatku membuat
Nurul kembali jekamuus.
"
iyya dong, tapi kamu yakin dengan keadaan seperti ini mau ikut..??"
tanyanya memandangiku penuh kekwatairan.
"
iyya juga sih, tapi aku ingin ikut.." jelasku agak kecewa dengan keadanku.
"
jangan ikut, ok.." cegah Nurul.
“ iyya, kenapa sih apa-apa Indi melulu yang di dengarin..”
ujar Ima agak jengkel karna aku tidak pernah menggubisnya sama sekali setiap
melarangku.
" wee,
ada dosen tuh.." potong Andy
"
mana..???" tanya jay sambil mengamati diantara kerumunan mahasiswa lain.
"
sudah menuju Fakultas, yuk kita susul saja.." saran Andy sambil bangkit
dari tempat duduknya, yang lain cuma ikut saja termasuk aku dan Indi.
" kamu
ikut kemping Raf..?? Tanya zhoel yang menjajari langkahku ketika di tangga.
"
iyya, kamu sendiri..??" balasku.
"
kurang tahu nich, soalnya aku tidak ada tenda.." jelasnya.
" tenang aku
punya di kos kok, kita satu tenda saja jadi kamu ikut saja.." saranku.
"
baiklah.." ujarnya sambil memasuki ruangan kelas. Di dalam kelas Tity
datang di ikuti Nina, sambil membawa undangan.
"
teman-teman, datang ya ke ultah aku besok malam. Soalnya aku undang kalian nich
tanpa terkecuali.." ujarnya sambil Nina menyebar undangannya menurut nama
mereka yang sudah tertera di undangan itu.
"
pasti.." ujar zhoel.
" ok
deh.." sahut Ram.
"
thanks ya undangannya.." sahut Winda.
"
iyya, atas kedatangannya aku ucapin thanks ya sebelumnya.." ujarnya lagi
sambil menuju kursinya setelah dosen memasuki ruangan.
***
Keesokan
harinya dengan kursi roda aku di bawa suster keluar jalan-jalan di sekitar
ruanganku di rawat tiba-tiba Indi datang, hari itu ia kelihatan begitu cantik membuatku bersemangat untuk cepat sembuh. Aku sungguh bangga di jeguk
oleh cewe secantik dia.
"
hey..." sapa Indi.
"
hay.." balasku agak bersemangat.
"
suntuk, ya..??" tanya Indi sambil mengambil alih kursi roda itu dan membawaku ke kursi yang ada
di bawah pohon mangga.
"
iyya nich, jadi aku minta suster yang tadi untuk membawaku jalan-jalan
saja.." jelasku.
"
pilihan yang pintar.." ujarnya sambil membawaku ke bawah pohon mangga.
"
maksudmu..??" tanyaku tak mengerti maksud dari ucapannya.
" susternya cantik juga.."
jawabnya, aku hanya tersenyum mendengar penjelasannya.
" tidak kalah cantik sama kamu
kok.." ujarku membuat Indi tersipu.
" ahk, kamu bisa saja.." ujarnya.
" kalau kamu susternya sih aku
maunya tidak pengen sembuh saja.." gombalku padanya.
" maksudmu..??" tanyanya.
" ya, aku pengen dirawat terus
sama suster secantik kamu.." jelasku, Indi kembali tersenyum.
“ akh,gombal..” serunya sambil sama-sama tersenyum.
Sesaat
kemudian Ima dan Nurul datang, dari wajah mereka terlihat khawatir.
" lho Raf, kenapa bisa ini
terjadi..??" tanya Ima sambil membelai pipiku yang masih. Aku hanya tersenyum padanya. Sedang Nurul hanya terdiam dan menatap
Indi seperti biasa, terlihat cemburu padanya.
***
Teman-temanku pun selalu
mendukungku untuk jadian dengan Indi, termasuk saudara teman baiknya Lina.
“Tenang saja Raf! Mereka pasti tidak akan lama.” Kata Dessy, temanku.
“Iya Des! Aku yakin pasti dia akan menerimaku.” Ucapku.
“Itu semua bisa diatur bro!” ujarnya.
“Oke lah! Thanks atas dukungannya. Hahaha..” jawabku senang.
***
Ternyata apa yang dikatakan temanku benar. Setelah 2 minggu pacaran,
akhirnya Indi putus dengan Eki. Sungguh sangat bahagia hati ini.
“Ini saatnya aku untuk beraksi! Hahaha” celotehku.
Ujian semester sudah
dilalui. Kini sudah tidak ada kegiatan belajar mengajar lagi di sekolah. Kami
lebih sering berkumpul mengahabiskan waktu dengan bersenang-senang. Suatu
ketika aku dan teman-teman duduk di depan kelas sembari berbincang-bincang.
“Hey! Gimana si Indi?” ledek Ekzel.
“Apanya? Dia sehat-sehat kok!” jawabku malu.
“Masih setia nggak ni?” ledeknya lagi.
“Oh.. So pasti dong! Hahaha” jawabku.
“Cie.. Cie.. Yang lama menunggu tapi tak bisa memiliki.” ledek Sutra.
“Oh ya, gimana ya supaya aku bisa jadian dengan Indi?” tanyaku.
“Ya ditembak!” jawab On, temanku.
“Iya! Tapi aku malu nembak langsung ke dia.” ujarku
“Kenapa harus malu?” tanya Yovi.
“Iya juga si! Tapi kapan waktu yang tepat ya?” tanyaku lagi
“Gini aja, tanggal 3 nanti kan ultah aku, jadi biar kita yang ngatur.” ujar
Terry.
“Oke lah kalau begitu! Hahaha” jawabku bahagia.
***
Sunggu aku sangat bahagia memiliki sahabat seperti mereka.
Mereka selalu ada saat aku membutuhkan mereka. Aku sudah tidak sabar menunggu
tanggal 3 nanti.
“Ku menanti seorang kekasih yang tercantik yang datang di
hari ini, adakah dia kan selalu setia, bersanding hidup penuh pesona,
harapanku!” nyanyianku yang menggambarkan rasa tidak sabar menantikan momen
spesial malam nanti. Malam nanti temanku Terry akan membuat pesta ultahnya. Aku pun mempersiapkan apa yang harus aku lakukan
malam nanti. Aku bahkan juga sudah meyiapkan kata-kata yang tidak romantis,
tapi tetap kena di hati. Walaupun kata-kata itu sederhana, tapi cintaku tetap
luar biasa kepada Indi.
Akhirnya malam tiba. Aku segera menuju ke tempat pesta ultah
Terry dilaksanan. Langkah kakiku terasa berat melangkah, karena rasa gugup
membebani diri. Karena tempatnya dekat dari rumahku, jadi 10 menit jalan kaki
sudah nyampe. Tiba disana aku biasa-biasa aja. Aku tidak memperlihatkan rasa
gugup ku.
“Teman-teman, terima kasih atas kehadiran kalian. Saya
sangat bahagia kalian boleh hadir ke ulang tahunku.” ucap Terry.
“Oke teman-teman! Saatnya kita makan! Tapi sebelum itu kita
berdoa dulu.” tambahnya
Selesai berdoa kita langsung lanjut makan-makan. Aku sangat menikmati
makanan yang disediakan. Begitupun teman-teman yang lain. Saking menikmati, aku
lupa bahwa saat itu aku akan nembak Si Indi. Saat baru selesai makan, tiba-tiba
Terry berdiri.
“Oke teman-teman! Jika sudah selesai makan, saat ini salah
seorang teman kita akan mengungkapkan persaan kepada seorang teman kita.” ucap
Terry.
“Untuk itu, kepada orang yang dimaksud agar berdiri, dan
maju ke depan.” tambahnya.
Aku tidak langsung berdiri, aku mencoba mengulur waktu. Tapi temanku Sutra
dan Christan terus memaksaku agar cepat maju.
“Sudah sana cepat maju, ini kesempatan bagus bro.” kata
Sutra yang masih tengah asik menikmati makanannya.
“Baiklah bro! Doa’in aku yah! Hehe” kataku bercanda.
“Iya, sudah sana cepat maju.” tambah Christan yang masih
menikmati makanannya juga.
Aku langsung berdiri dan maju ke depan dengan rasa percaya diri yang
tinggi. Aku sudah tidak takut lagi jika ditolak. Aku sudah terbiasa ditolak,
sampai-sampai aku sudah mati rasa.
“Cie… Cie… Cie… Cie…” suara ejekan teman-teman.
“Oke Raf, silahkan duduk. Dan untuk Indi, silahkan juga maju
dan duduk di depan Raf.” kata Terry.
Tampak wajah Indi seperti orang bingung. Tapi tak lama, dia
pun maju dan duduk di kursi yang sudah disediakan Terry.
“Oke Raf, silahkan!” ucap Terry
“Mona, kamu udah tau kan kalau aku udah lama nyimpan
perasaan ke kamu. Dan aku juga udah beberapa kali nyatain ke kamu. Saat ini, di
tempat ini, ijinkan aku bertanya. Kamu mau nggak jadi pacarku?” ucapku dengan
nada yang pelan.
Indi terlihat malu waktu itu. Dia hanya tertawa-tawa saja.
“Udah Mon terima aja. Dia itu udah 5 tahun memendam perasaan
ke kamu. Bayangin aja Lit, 5 tahun! Gue sendiri ngga pernah nemuin cowo yang
sesetia ini.” kata Yovi meyakinkan.
“Mon, disini aku nggak maksa kamu, apapun jawaban kamu aku
akan nerima. Gimana Lit?” ucapku.
“I.. I.. Iya.. Aku mau!” jawab Indi dengan senyuman.
“Bener Moa? Terima kasih Mon. I love you so muchhh…” ucapku
tidak percaya, sembari memegang tanggannya.
“Iya bener! I love you too..” katanya.
Betapa bahagianya hati ini ketika aku bisa jadian dengan dia.
Ternyata jika kita menunggu dengan penuh kesabaran, hasilnya pasti tidak akan
mengecewakan.
Malam itu terasa begitu indah. Aku menghabiskan malam bersama teman-teman
dan pacarku, Indi.
Hari-hari aku lewati dengan dia. Aku mencoba menciptakan
suasana yang romantis. Jika biasanya hp ku sunyi, kini seakan tak pernah
berhenti berbunyi. Untunglah aku tidak pernah menyerah. Jika aku menyerah
mungkin hal ini tak akan terjadi. Aku tidak menyerah karena aku mencintai dia
bukan karena aku membutuhkannya, tapi aku membutuhkannya karena aku
mencintainya.
Selang 3 minggu kita pacaran, tibalah pada hari yang aku
tunggu-tunggu yaitu hari ulang tahunku. Hari ulang tahunku kali ini terasa
spesial. Hari ini adalah sweet seventeen untukku. Dan betapa bahagianya aku
karena di sweet seventeenku kali ini, aku jadian dengan orang yang aku puja
selama 5 tahun ini.
“Kriiiggg..” suara hp-ku berbunyi. Ternyata sms dari Indi.
“Happy birthday sayang! Wish you all the best.. Maaf ya aku
nggak bisa kasi hadiah. I love you!” bunyi sms-nya.
“Makasih sayang! Iya ngga apa-apa kok. Dengan kamu nerima
cintaku, itu lebih dari sebuah hadiah. I love you too!” balasanku.
Waktu itu dia lagi liburan dengan keluarganya, jadi aku
nggak bisa ketemu dengan dia. 6 minggu sudah hubunganku dengan dia. Tapi aku
merasakan kalau dia sudah bosan denganku. Aku terus menyelidiki apakah
anggapanku benar. Aku masih belum menemukan kebenarannya.
“Sudahlah! Ini pasti cuma perasaanku saja. Aku harus tetap
positif thinking.” gumamku.
Suatu ketika aku berkumpul dengan teman-temanku. Disitu aku mencoba curhat
dengan mereka.
“On, tampaknya dia
udah bosan denganku.” curhatku pada On, temanku.
“Ah.. Itu pasti cuma perasaan kamu saja..” jawab Yovi.
“Raf, aku mau bilang sesuatu ke kamu.” kata Terry.
“Apa Ter?” kataku penasaran.
“Waktu aku jalan-jalan dengan Indi dan Lina, disitu Lina
bilang ke aku kalau Indi nerima kamu cuma terpaksa. Katanya dia nerima kamu
cuma karena ada teman-teman.” kata Terry.
Mendengar hal itu, aku seperti ditampar 10 kali. Lagi-lagi
rasa malu, kecewa, sedih menyerah hatiku. Tapi aku tetap berusaha tegar. Akupun
lalu menghentikan pembicaraan dengan teman-teman, dan kembali ke rumah.
Setibanya aku di rumah, aku langsung menanyakan kebenaran berita itu kepada
Indi via sms.
“Mon..! Bener ngga kalau kau nerima aku karena terpaksa?
Kalau memang itu bener, lebih baik kamu putusin aku aja.” tanyaku.
“Iya bener..! Maaf ya!” jawabnya
Membaca jawabannya itu, aku langsung merasakan ini seperti
akhir dari hidupku. Aku tidak sanggup lagi menerima semua ini. Aku lalu
mengambil handphone dan curhat kepada Dessy.
“Des! Aku udah putus dengan Indi..!” curhatku kepada Dessy
teman dekat Indi.
“Hah.. Kenapa? Kok bisa?” jawabnya heran.
“Aku udah tahu kalau dia nerima aku karena terpaksa..!”
jawabku.
“Kamu tahu dari mana Raf’..?” balasnya.
“Aku tahu dari Terry, tapi sumbernya dari Lina..!” jawabku
“Dasar goblok! Dia pernah curhat ke aku, dia bilang dia
memang nerima kamu terpaksa, tapi lama-lama dia udah nyaman dengan kamu.”
Balasnya.
“Hah.. Emang iya..? Dasaar goblokkk…” balasanku dengan rasa
sesal.
“Tapi kenapa waktu aku tanya dia balas iya..?” tambahku.
“Dia orangnya emang gitu! Dia ngga mau ngemis-ngemis cinta
ke cowok.” balasnya.
“Okelah Des..! Thanks..!” jawabku.
“Iya masama..!” balasannya.
Membaca pesan-pesan singkat dari Dessy, timbul penyesalan
yang amat dalam. Entah apa yang merasuki otakku sehingga aku boleh percaya
dengan celoteh-celoteh ini. Dasar goblok! .Tapi aku tidak habis pikir, kenapa
saudaranya bisa berkata seperti itu.
Seiring waktu berjalan aku mencoba minta maaf ke Indi atas kekhilafanku.
Aku berkata yang sebenarnya ke dia bahwa aku sudah tahu kebenarannya.
“Iya! Aku udah maafin kamu sejak awal kok..” itulah kalimat
yang dikatakan Indi waktu aku memita maaf kepadanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar