Kamis, 28 Januari 2016

5 Macam Gangguan Jiwa yang Bermula dari Foto Selfie

Selfie atau memotret diri sendiri bisa jadi ajang aktualisasi diri. Jadi sekali-dua kali selfie mungkin tak jadi soal. Lantas bagaimana dengan yang keranjingan selfie? Apa kabar kesehatan mentalnya?

Politisi yang juga psikiater, dr Nova Riyanti Yusuf, SpKJ menegaskan selfie dapat memicu munculnya gejala gangguan kepribadian seperti narsisistik dan histrinoik (caper atau ingin jadi pusat perhatian).

"Gangguan kepribadian ini bukan timbul karena yang bersangkutan sering selfie. Kemungkinan sudah terbentuk kepribadian tersebut lalu ditemukan mediumnya untuk memunculkan gejala," katanya.

Apa saja dampak selfie terhadap kesehatan mental seseorang, apalagi bila sudah sampai pada taraf keranjingan? Simak pemaparannya seperti dirangkum detikHealth dari berbagai sumber, Kamis (14/8/2014) berikut ini.

1. Narsis

Seperti halnya yang dialami seorang pemuda bernama Kurt Coleman dari Australia. Hampir setiap hari ia lewatkan dengan berfoto selfie, yang kemudian ia unggah ke berbagai akun jejaring sosial miliknya, seperti Instagram dan Facebook.

Tak lupa dalam setiap fotonya, Kurt selalu memuji dirinya sendiri. "I'm in love with this photo of me, SimplyAmazing," tulisnya pada salah satu foto di Instagram saat berpose mengenakan jaket jeans atau "Aku tampan dan aku mencintai diriku sendiri," tulisnya dalam kesempatan lain.

2. Adiksi atau kecanduan

Bisa dibilang kasus yang dialami remaja asal Inggris bernama Danny Bowman terbilang langka. Pasalnya ia sangat terobsesi pada foto selfie yang sempurna. Hingga bila hasil jepretannya tak memuaskan, Danny akan frustrasi, tak mau keluar rumah dan menolak makan.

Bahkan suatu ketika remaja berusia 19 tahun itu pernah mencoba bunuh diri dengan overdosis obat.

3. Histrionik

Mungkin belum banyak yang pernah mendengar istilah histrionik ini. Ini sebenarnya merupakan gangguan kepribadian di mana penderitanya ingin menjadi pusat perhatian. Sebagian besar penggila selfie sering diidentikkan dengan kondisi ini, tentu saja di samping narsis.

Seperti halnya yang terjadi pada wanita bernama Triana Lavey dari Los Angeles. Yang ada di pikirannya hanyalah bagaimana caranya terlihat cantik saat selfie. Ia pun mengaku menghabiskan uang hingga sebanyak Rp 174 juta hanya untuk operasi plastik, di antaranya implan dagu dan operasi hidung.

"Kini aku memiliki wajah yang selalu aku idamkan. Aku seperti diriku dengan versi photoshop," ujar wanita berambut brunette itu dengan bangga.

4. Body Dismorphic Disorder (BDD)

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh University of Strathclyde, Ohio University dan University of Iowa ditemukan bahwa semakin banyak wanita melakukan selfie dan mengunggahnya di media sosial, maka semakin mereka merasa insecure atau tidak nyaman dengan citra tubuhnya sendiri.

Apalagi bila kegiatan ini disambi dengan mengamati selfie teman-temannya. Karena ini akan memicu si wanita untuk membanding-bandingkan tubuhnya dengan tubuh orang lain, dan hal ini semakin memicu mereka untuk berpikir negatif tentang penampilannya.

"Mereka yang masih berusia muda biasanya membandingkan diri mereka dengan foto-foto orang lain di media sosial. Yang berbahaya, mereka pada akhirnya merasa bersalah jika tubuh mereka tak seperti yang mereka lihat dari orang lain di media sosial," kata peneliti Petya Eckler.

5. Eksibisionis

Eksibisionis atau kecenderungan untuk memamerkan bagian tubuh tertentu kepada orang lain bisa juga dipicu oleh kebiasaan selfie. Seperti yang terjadi pada seorang staf wanita di parlemen Swiss yang kedapatan berpose bugil di gedung parlemen lantas mengunggahnya ke Twitter.

Anehnya, ia merasa selfie bugil adalah bagian dari kehidupan pribadinya dan mengaku sering melakukannya di jam kerja. Akan tetapi dr Tun Kurniasih Batsaman SpKJ(K) dari Sanatorium Dharmawangsa mengingatkan seseorang baru bisa dikatakan mengidap eksibisionis bila ia bisa memamerkan organ intimnya ke orang lain untuk memuaskan hasrat seksualnya.

Sementara itu tidak diketahui apa motif si staf parlemen Swiss itu di balik kebiasaan selfie bugilnya di kantor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suatu ketika, aku pernah harus merelakan sesuatu Sesuatu yang sama sekali tidak ingin kulepas Butuh proses yang cukup kuat untuk bisa meyaki...