Hari pertama di
kampus aku sibuk mencari ruangan kelas baruku. Tak terasa karena asyik sendiri
mendengar lagu daru Hp aku melalui ear
phone, aku menabrak seseorang, Bruuukk..!!
” Maaf ya..!!”
ujarku dengan refleks langsung membantunya mengambil buku-buku yang berserakah
di lantai depan fakultas Seni, ya kayak di sinetron-sinetron gitulah. Tapi aku
ngga doyan sinetron ya. Ok balik ke Disa.
“ Saya yang
harusnya minta maaf. Tadi aku buru-buru dan tidak melihatmu, maaf ya..”
jelasnya sambil menerima buku di tanganku, aku hanya terbengong sendiri menatap
siapa yang ada di depanku. Oh ya namaku Rey Yudistira Purboseno Setya Adi
Pamungkas, hehehe kepanjangan ya biasanya dipanggil Rey.
Aku baru mendaftar
di sebuah Universitas swasta di kotaku aku mengambil Jurusan Seni, ya maklumlah
aku suka menggambar dan sejenisnya apalagi kalau sudah bertemu teman sejatiku
(Gitar maksudnya). Aku seperti bermimpi karena bercakap dengan wanita yang aku
taksir. Di kelas, kerasa seperti waktu mendaftar masuk SMA 3 tahun yang lalu.
Tak seorangpun yang aku kenal, yang aku lakukan hanyalah duduk di pojokan kelas
sambil sibuk sendiri dengan Tabku.
Banyak sih yang
satu kelas waktu SMA mendaftar di kampus itu tapi beda fakultas. Karena memang
aku orangnya pemalu, jadi sulit untuk cepat beradaptasi. Tapi saat Cewe yang
aku tabrak tadi muncul di pintu kelas, aku menatapnya hingga aku tak sadar kalau
cewe itu sudah berada di sampingku.
“ Eh, kamu..” ujarnya
heran sambil duduk di kursi yang ada di sampingku.
“ Eh, hey. Kelas
kamu di sini juga..??” tanyaku sambil meletakkan Tabku di atas meja. Cewe itu
hanya mengangguk sambil tersenyum.
“ Oh iyya, aku
Rey..” ujarku memperkenalkan diri sambil menyodorkan tanganku. Ya, kesan
pertama buatlah seindah mungkin.
“ Aku Disa, Disa
Herningtyas Kharisma Dewi..!!” serunya sambil tersenyum dan menjabat tanganku
sedangkan aku sedikit terbenggong. “ Kepanjangan ya..??” sambungnya sambil
menarik tangannya dari genggamanku aku mengangguk, padahal lebih panjang nama
aku. Hahahahaa....
“ Baru pertama di
Kota ini juga..??” tanyaku penasaran, karena rata-rata mahasiswa adalah
pendatang.
“ Ngga juga, aku tinggal
dekat sini kok. Kamu sendiri.??” jelasnya. Wow, mendengar jawaban itu pasti aku
langsung di cap sok tau deh sama dia.
“ Oww, kalau aku
baru sih. Tapi kalau kenalan banyak di Universitas lain..!!” jelasku.
Jawabannya ngeles aja, nahan malu soalnya.
“ Oh ya,..??”
tanyanya tidak percaya. Aku hanya mengangguk lemah. Tak lama kemudian seorang
Dosen memasuki ruangan kelas kami, dengan tiba-tiba ruangan kelas yang ribut
itu menjadi hening seketika.
***
Hari itu kami tidak belajar
maklumlah mahasiswa baru harus di perkenalkan beberapa penjelasan tambahan
selain dari brosur yang di berikan waktu mendaftar beberapa hari yang lalu,
dosen cuma memberikan arahan serta perkenalan seputar kampus dan perkenalan
teman-teman sekelasku.
Hari itu pula,
semua mahasiswa tampak senang sekali dengan lingkungannya yang baru. Meskipun
sedikit lelah sih, tapi karena kehadiran Disa membuat aku bersemangat. Cewe itu
serasa special di hatiku, apakah aku jatuh cinta padanya secepat ini. Setelah
dosen keluar dari ruangan kelas, aku dan Disa menyusul dengan berjalan
beriringan. Awalnya memang Disa agak risih dengan tingkah sok akrabku padanya.
“ Kantin yuk..!!” ajaknya sambil
menoleh ke arahku keheranan. Yeah aku memang selalu sok akrab pada seseorang
yang aku terlanjur kenal pertama kali.
“ Ok..” ujarku sambil berjalan
menuju kantin Fakultas kami. Kapan lagi bisa jalan bareng cewe cantik pikirku
dengan modal nekatku. Sok akrab.
“ Oh ya, kamu bawa kendaraan
ngga..??” tanyaku sambil duduk di kursi kantin berhadapan dengannya sambil
menaruh ransel kami masing-masing di tempat duduk yang ada di sebelah kami.
“ Hmm, bawa. Memangnya kenapa..??”
tanyanya sambil melihat menu yang di tempel begitu besarnya yang berada di
belakangku.
“ Ngga kok, cuma nanya aja..”
jelasku sambil menatapnya yang sedang sibuk dengan pesanannya.
“ Ohh..”
“ Oh ya, mau pesan apa..??” tanyaku
lagi.
“ Hmm, bakso aja deh..” jelasnya
sambil tersenyum padaku.
“ Mbak, baksonya 2 ya..” ujarku
setengah berteriak.
“ Kamu ngekos atow tinggal
rumah..??” tanyaku kepo abis.
“ Rumah, dekat sini kok. Bentar
mampir aja dulu kalau pulang..” jelasnya.” Kamu sendiri, pasti ngekos ya..??”
tanyanya mencoba menebak.
“ Hehehe, kamu kan tau sendirilah kalau
cuma pendatang..” jelasku agak tersipu. Dia hanya tersenyum. Aduh, aku menyakan
hal yang sama tadi karena sekarang aku grogi menghadapinya.
“ Kali aja ada
keluarga kamu tinggal di kota ini..” tambahnya. Dan benar saja, beberapa bulan
tinggal di kota provinsi kami ternyata aku mempunyai sepupu yang tinggal tak
jauh dri tempat aku ngekos.
“ Ngga tau deh
Dis..” ujarku lesu karena lapar.
Tak lama kemudian
pesanan kami datang dan tanpa banyak bicara kami langsung melahap makanan kami
masing-masing karena saking laparnya.
Di parkiran motor,
aku dan Disa menuju motor masing-masing. Dalam perjalanan pulang, karena Disa
yang jalan duluan Disa berhenti di sebuah rumah yang menurutku lumayan mewah.
“ Ni rumah mama aku, mampir yuk..”
ajaknya sambil turun dari motornya dan membuka pintu pagar lalu membawa
motornya masuk. Aku hanya menunggunya diluar pagar.
“ Dis, lain kali aja yah aku masuk.
Kan aku sudah tahu rumah kamu, jadi kalo ada urusan nanti aku mampir...” ujarku
pada Disa yang heran melihatku tak mengikutinya ke dalam halaman. Disa lalu
turun kembali dari motornya dan menghampiriku. Gila kan, baru kenal beberapa
jam saja akrabnya minta ampuun banget nget nget. Jadi aku ngga mungkinlah untuk
menerima dulu ajakannya.
“ Oke deh, makasih ya sudah antar
aku pulang ke rumah..” ujarnya sambil berdiri di depan pintu pagarnya, aku
hanya mengangguk. Gila aja ngantar pulang, kebetulan aja kitakan searah
otomatis aku melewati rumahnya yang lebih dekat dengan kampus.
“ Aku pulang dulu yah..” pamitku sambil
menyalakan mesin motorku, giliran dia yang mengangguk. Didalam kamarku yang
berantakan aku hanya menyibukkan diriku bermain game online dari Tabku. Saat
bosan bermain game tiba-tiba aku teringat Disa, aku hanya termenung aku merasa
sangat bodoh karena tidak meminta nomor Handphonenya tadi saat mampir di depan
rumahnya.
***
Pagi
sekitar jam 8.00, aku sudah berpakaian rapi. Karena aku ada kelas jam 9.00, ya agak
cepat memang sih karena sudah kebiasaan semenjak masuk SMA. Setelah badan
wangi, aku lalu memanaskan motor matic yang sudah stand by di depan kamarku. Setelah sarapan ala kadarnya dan
membereskan buku-buku kedalam ransel milikku dan taklupa gitar kesayanganku,
aku lalu berangkat. Tiba di depan rumah Disa, tampak sudah sepi. Pasti Disa
sudah berangkat, gumanku dalam hati. Aku hanya melanjutkan perjalananku menuju
kampus tercinta. Setelah memakir motorku dengan baik, aku lalu berjalan gontai
menuju fakultasku.
“
Rey..” panggil seseorang dengan suara yang lembut. Aku menoleh kearah datangnya
suara itu, terlihat Disa setengah berlari ke arahku.
“
Eh, kamu Dis. Aku kirain tadi kamu sudah berangkat duluan, jadi ngga nunggu
kamu..” ujarku sambil berjalan beriringan dengannya.
“
Ngga apa-apalah, oh ya minta PIN atau apalah yang jelas bisa hubungi kamu..”
ujarnya sambil duduk di taman fakultas kami. Ingin rasanya aku berteriak
mendengar hal itu. Yah, hampir miriplah dengan anak kecil yang di beri mainan.
Senengnya gimana gitu, hahahhaa.
“
Ni...” ujarku sambil memberinya Barcode
BBM serta nomor aku.
“
Ok..” ujarnya saat selesai mengambilnya.
“
Kamu sudah sarapan, sarapan yuk..!!” ajakku sambil menatapnya.
“
Memangnya kamu ngga sarapan ya kalau ke kampus..??” tanyanya
“
Sarapan sih tapi masih lapar nih, maklumlah anak kosan..” jelasku membuatnya
tersenyum.
“
Ayo..” ujarnya sambil menarik tanganku membuatku tambah besar kepala setiap
perlakuannya terhadapku.
***
Setelah
kuliah kami usai, seperti biasa kami berdua berjalan menuju parkiran. Walaupun
sudah ada teman-teman kelas kami yang sudah kenal nama, namun tak seakrab
hubunganku dengan Disa.
“
Disa..” panggilku sambil mengambil helmku.
“
Ya, kenapa Rey..??” tanyanya sambil menoleh ke arahku.
“
Aku ngga bisa pulang bareng nih..” ujarku agak kecewa.
“
Oh, ngaa apa-apa kok. Aku bisa pulang sendiri kan..??” ujarnya sambil
tersenyum. Aku hanya ikut tersenyum. “ Aku akan kabari kamu kok kalau aku sudah
dirumah, ok..!!” sambungnya lagi. Aku hanya mengangguk.
“
Ya udah, aku berangkat duluan yah..” pamitku sambil menyalakan motor dan
bergegas.
“
Ya, hati-hati..” pesannya, aku hanya mengangguk. Hari itu aku harus ke kos
sepupuku yang sedang sakit. Sebenarnya sih aku paling malas kalau harus bertemu
dengannya lagi. Bagaimana tidak, aku sebagai sepupu tertua tidak pernah dia
hormati saat aku menasehatinya. Saat selesai menjenguknya yang hanya terbaring
lemas di kasurnya. Aku lalu pulang ke kosku, tapi di tengah perjalanan terlihat
kerumunan orang dan akupun bertanya kepada sala satu orang di sana.
“
Ada apa ini pak..??” tanyaku sambil menepikan motorku.
“
Ada kecelakaan mas..!!” jawabnya sambil setengah berlari menuju kerumunan
tersebutaku lalu memarkir motorku bersama gitar kesayangaku tentunya didepan
salah satu warung makan dan ikut di
belakangnya. Setibanya di kerumunan orang tersebut aku tak bisa berkata-kata
saat aku melihat siapa yang kecelakaan.
“ Disa..Dis..”
ujarku sambil memeluknya yang tak sadarkan diri. “ Panggilkan taksi pak,
tolong..” sambungku dengan wajah yang pucat karena melihat Disa bersimbah darah
dan itu adalah pengalaman pertamaku berurusan dengan darah. Setelah di rumah
sakit aku lalu menghadap ke dokter karena mencari keluarga Disa.
“
Adek ini siapanya korban..??” tanya pak dokter.
“
Saya temannya pak..!!” jelasku berharap-harap cemas.
“
Adek tahu keluarga korban..??” tanya pak dokter lagi.
“
Ngga pak, kami mahasiswa baru jadi belum terlalu saling kenal..” jelasku lagi
berharap cemas.
“
Baiklah kalau begitu, hmm korban butuh darah AB. Karena kebetulan stok di rumah
sakit ini sudah habis, dia butuh donor..” jelas pak dokter lagi. Weh buset dah,
pecakapannya sinetron banget yah kalau ada kecelakaan butuh darah yang jarang
ada yang di cari.
“
Saya aja dok kalau begitu, golongan darah saya kebetulan AB kok..” jelasku
merasa senang bercampur cemas karena takut jarum suntik sebenarnya dan
lagi-lagi melibatkan darah. Waduhh..
“
Baiklah..” ujar pak dokter. Di dalam ruang perawatan, para suster menyedikan
alat untuk transfusi darah. Aku lalu berbaring di bangsal dan kemudian Disa
yang sudah sadar di dekatkan padaku cuma alat transfusi yang mengantarai kami
berdua. Aku menatapnya dengan rasa khawatirku sedangkan dia hanya tersenyum.
Sementara para perawat menyediakan alat transfusinya aku hanya terus menatapnya
yang masih tersenyum padaku. Hingga jarum donor tertancap di lengan kananku
yang tidak aku rasakan sama sekali saking terpesonanya melihat Disa begitu
dekat. Dia tersenyum.
***
Saat
selesai mendonorkan darahku, aku lalu istirahat sebentar dan setelah itu aku
menuju kamar dimana Disa di rawat, aku masih gemetar ini donor darah perdanaku.
Saat aku memasuki ruangan tempatnya diawat, aku hanya tersenyum melihatnya
sedang tertidur. Dia terlihat sangat damai, meski luka memar di wajahnya belum
sembuh. Aku menghampirinya dan mengeluarkan Handphonennya
dari aku celanaku, aku lalu mencari kontak yang kemungkinan kenal dengan Disa
dan kebetulan aku menemukan nama kontak dengan nama “Mom’s” aku lalu menelponnya.
“
Assalamu Alaikum, benar ini dengan mamanya Disa..??” sapaku sedikit grogi.
Karena bertemu mama Disapun ngga pernah, lebih-lebih kenal orangnya.
“
Iyya, ini siapa ya. Disa mana..??” ujar tante Ayu.
“
Maaf tante, ini mengenai Disa. Disa sedang di rumah sakit karena tadi
kecelakaan, tapi..” jelasku sedikit gugup, tapi langsung di potong saja.
“
Apa..??” teriak tante Ayu, sambil berteriak dengan nada yang sedang menangis
dan panik.
“ Tante sabar dulu,
Disa sekarang sudah aman dan sedang istrahat sekarang. Tante ke rumah sakit
saja dulu..” jelasku sambil menyebutkan alamat serta nama RS di mana Disa di rawat.
“
Baiklah, tunggu tante yah..” ujarnya sambil menutup telepon. Aku kembali duduk
di samping Disa kemudian membelainya, setelah itu aku keluar dari rangan itu
menuju ruang tunggu menunggu Mama Disa. Tak lama kemudian, seorang ibu-ibu
datang dengan tergesasah-gesah.
“
Tante..” ujarku sambil berdiri menyambut beliau, tapi aku dicuekin dan langsung
memasuki ruangan di mana anaknya di rawat. Tante Ayu hanya terisak di samping
anaknya.
“
Kamu yang telpon tante..??” tanyanya padaku yang sedang berdiri di sampingnya.
Aku hanya mengangguk menjawab pertanyaan itu.” Kenapa ini bisa terjadi Nak..??”
sambung mama Disa.
“
Maaf tante, sayapun tidak tau secara pasti kejadiannya. Cuma kecelakaan ini
sudah terjadi saat saya pulang dan melihat kerumunan. Dan ternyata yang
kecelakaan itu Disa, jadi langsung saja aku bawa kemari..!!” jelasku lemah
sambil tertunduk.
“
Nama kamu siapa..??” tanya mama Disa.
“
Saya Rey tante, teman sekelas Disa. Tapi tante ke ruang dokter dulu untuk menanda
tangani berkas dari dokter dan mengurus biaya administrasi.” jawabku
memperkenalkan diri.
“
Baiklah, jaga Disa dulu yah..” ujarnya sambil bergegas, aku hanya mengangguk.
Tak lama setelah mamanya ke ruang dokter, Disa terbangun.
“
Rey..!!” suara lembut itu membangunkan lamunanku.
“
Disa kamu sudah bangun, istirahat saja dulu..” jelasku mencegahnya bangkit.
Disa hanya pasrah saja.
“
Mama mana..??” tanyanya sambil menatapku.
“
Mama kamu sudah aku kabari kok dan sekarang lagi di ruangan dokter, Dis. Kamu
istarahat saja dulu.!!” jelasku lagi. Disa hanya mengangguk sambil sedikit
meringis.
“
Thanks ya Rey..” aku hanya tersenyum “ kalau ngga ada kamu, aku ngga tau akan
bagaiman nantinya..” sambungnya lagi sambil terus menatapku membuatku mati gaya.
“
Stt.. tenang aja, ok. Selama aku masih di dekat kamu, pasti kamu akan selalu
aku tolongin kok..” jelasku lagi. Disa kembali tersenyum.
“
Thanks ya..” ujanya, kau hanya mengangguk. Lalu pamit pulang ke pondokku karena
aku merasa sudah lama berda di RS. Dengan taksi aku tiba di depan rumah makan
di mana motorku aku parkir, tapi sayangnya gitarku sudah tidak bersamanya.
Dengan sedikit bersedih aku pulang. Aarrrhggg, gitar kesayanganku hilang..!!.
Terpaksa aku harus membeli yang baru.
***
Selama
Disa beristirahat di RS, aku selalu galau saat menunggu dosen ngga tau kenapa.
Bukanya karena aku ngga akrab dengan temanku yang lain, cuma aku merasa tidak
lengkap tanpa Disa apalagi gitarku hilang. Aldo temanku yang kebetulan sedikit
akrab denganku hanya sibuk dengan game onlinennya.
Ngga ada yang nyari Disa , nyinggungpun ngga ada. Tiap hari aku hanya ngetwit
dan maen game sambil nungguin dosen, BBMan ma Disa ngga mungkin karena Hpnya
aku yang pegang untuk sementara.
“
Katanya Disa kecelakaan ya Rey..??” tanya salah seorang temanku yang mungkin
keheranan melihatku ke kampus sedang nongkrong tanpa Disa beberapa hari ini.
Dia Yupi, yang aku dengar-dengar juga suka pada Disa.
“
Iyya..” jawabku lemah, Yupi duduk di dekatku.
“ Apa Disa
kecelakaan..??” tanya Raisa kaget mendegar jawabanku yang kebetulan sedang
membereskan bukunya di belakangku. Aku kembali mengangguk untuk menjawab
pertanyaan Raisa.
“
Aku ingin menjenguknya bentar habis kuliah..” ujarnya, aku menatap ke arahnya
sedikit menyesal juga sih memberi tahunya.
“ Aku ikut ya,
Yup..!!” harap Raisa, tapi di cuekin oleh Yupi.
“
Sudah tau dimana dia di rawat..??” tanyaku padanya masih terus menatapnya, ya
pastilah tatapan orang cemburu. Tapi apa boleh buat sudah terlanjur aku
memberitahunya, ya mau tidak mau aku
harus memberitahu semuanya.
“ Belom, di RS mana
Rey..!!” jawab Raisa cepat-cepat sambil duduk di kursi tak jauh dari tempatku
duduk. Tapi Yupi dan aku cuek bebek padanya.
“
Itulah yang ingin aku tanyakan padamu, dia di rawat di RS mana Rey..??”
jelasnya, aku hanya menghela nafas berat dengan sedikit cemburu.
“ Dia di rawat di
RS..” Aku lalu menyebut salah satu rumah sakit besar di kota kami.
“ Thanks ya..”
ujarnya menepuk bahuku sambil berdiri dan berlalu.
Aku hanya
mengangguk
***
Setelah kuliahku
selesai, aku bergegas ke rumah sakit untuk menjenguk Disa, di perjalanan aku
membelikannya bunga dan sempat macet. Selama 15 menit perjalanan aku memarkir
motorku di depan RS dimana Disa di rawat. Setelah itu aku lalu berjalan ke
ruangan dimana dia di rawat. Dan seperti dugaanku disana sudah datang Yupi
sedang bercanda dengan Disa, karena mendengar suara pintu terbuka baik Disa
maupun Yupi menoleh ke arahku dan dengan cepat aku menyimpan bungan mawar yang
aku beli ke punggungku.
“ Hei Dis..” sapaku
sambil menatap Yupi yang sedang mengenggam tangan Disa dan dengan sengaja
menciumnya. Apa sih maksud ni anak dan lagi katanya Raisa ikut, sekarang dimana
tu anak.
“ Eh Rey..” sapa Yupi, aku hanya tersenyum
yang di paksakan padanya.
“ Hai Rey..
balasnya sambil tersenyum dan menarik tangannya dari genggaman tangan Yupi yang
duduk di sisi kirinya.
“ Giamana kabarmu
hari ini..?? tanyaku sambil menyelipkan bunga mawarnya ke punggungku hingga
tersembunyi di balik ransel dan punggungku.
“ Baik kok. Kamu
sendiri, kok pucat. Kamu sarapankan tadi..??” tanya Disa panjang. Aku hanya
mengangguk bohong.
“ Oh ya Dis, ini
untukmu..” ujar Yupi sambil memberi rangkaian bungan yang besar pada Disa, aku
lihat Yupi sengaja memberikannya di depanku.
“ Wah bangus
banget, thanks ya Pi..” ujar Disa sambil mencium bunga itu lalu meletakkannya
di meja kecil dekat kepalanya. Yupi terlihat tersenyum sambil mengangguk.
“ Aku ke toilet
dulu yah.. pamitku tanpa menunggu balasan dari Disa. Sakit hati coy ceritanya,
ternyata bukan cuma aku yang suka sama Disa tapi ada Yupi dari sekian banyak
saingan yang belum menampakkan batang hidungnya. Balik dari toilet Yupi masih
di sana.
“ Dis, aku Cuma mau
balikin ini kok.” Ujarku sambil menyodorkan HP miliknya.
“ Aku kira sudang
hilang, thanks ya Rey..” ujanya sambil menerima Hpnya. Aku hanya mengangguk.
“ Aku pamit yah.
Istrahatlah..” ujarku sambil berlalu. Sedikit kecewa sih.
“ Rey..” panggil
Disa tapi sengaja aku tidak mempedulikannya. Keluar dari ruangan Disa aku lalu
membuang bunganya ke tong sampah dan langsung pulang ke kosku.
***
Hari ini tepat
seminggu Disa di RS, aku sudah di kampus sambil duduk sendiri di pojokan kelas.
Seperti kebiasaanku di hari-hari sebelumnya datang sejam lebih awal, aku hanya update status dan maen game di dalam
kelas kalau bukan di kantin kampus. Tak sadar bahwa seseorang telah berdiri di
depanku, aku menghentikan kegiatanku dan menatap orang itu dan disampingnya ada
Yupi.
“ Disa, kapan
keluarnya..??” tanyaku tanpa menaggapinya serius. Ada raut yang aneh di
wajahnya, sebenarnya aku ingin sekali memeluknya tapi ada Yupi di sampingnya.
Dan itu tak mungkin aku lakukan karena kami di kelas sekarang.
“ Kamu kenapa
Rey..?? tanya Disa heran dengan tingkahku yang berubah drastis padanya.
“ Aku ngga apa-apa
kok, aku ke kantin dulu yah..” pamitku tanpa mengajaknya seperti kebiasaanku
padanya pada hari hari sebelumnya dan tanpa menyapa Yupi yang masih berdiri di
samping Disa.
“ Rey..” panggil
Disa sambil memburuku tapi Yupi mengahalanginya.
“ Dis, kamukan baru
sembuh..” cegah Yupi, Disa hanya terdiam dan duduk di tempat duduknya. Di
kantin aku hanya nongkrong tanpa memesan apapun. Saat itu aku serba salah, aku
marah pada Disa tanpa sebab, apa karena aku cemburu pada Yupi. Tapi aku tak
memperlihatkan padanya. Tak lama kemudian Yupi datang.
“ Kamu kenapa
Rey..??” tanya Yupi dengan nada meledek, aku berusaha menahan emosiku.
“ Ngga apa-apa kok,
kenapa..??” jelasku tanpa menatapnya.
“ Sikapmu terlihat
aneh pada Disa, kalian lagi bertengkar ya..??” tanya Yupi lagi sambil duduk di
depanku.
“ Ngga..” jawabku
pendek dan seenaknya saja.
“ Oh ya, mending
kamu ngga usah dekati Disa lagi..” ujarnya sambil melempar bunga mawar yang aku
beli waktu menjenguk Disa ke atas meja , aku sempat kaget. Yupi yang merasa kau
cuekin saja pergi, tak lama setelah itu aku beranjak ke toilet lagi tanpa
mempedulikan bunga yang ada di diatas meja. Saat kembali lagi aku tak menyadari
bunga itu sudah hilang.
***
Pulang
dari kampus aku ngga bisa membuat alasan saat Disa memaksaku untuk ikut
dengannya, entah apa yang membuatnya seperti itu. Dia tiba-tiba menarikku ke
taman samping gedung fakultas kami.
“
Rey, aku mau bicara..” ujarnya sambil menarikku.
“ Ada apa Dis..??”
tanyaku sambil menuruti kemauannya menuju taman samping fakultas dan duduk
disana di bawah pohon.
“ Ada apa Rey, ada
yang salah denganku hingga kamu dingin seperti ini padaku..??” tanya Disa yang
masih berdiri didepanku menatapku yang tertunduk.” Aku minta maaf jika aku
keluar dari RS tanpa memberi tahumu, karena aku ingin kamu merasa surprise itu aja. Tapi nampaknya malah
aku yang terkejut melihatmu bersikap dingin seperti ini..” Ujarnya panjang
lebar.
“ Aku minta maaf Dis..”
ujarku lalu meninggalkannya di taman sendirian. Tiba di kos, tanpa melepaskan
pakaianku aku lalu menjatuhkan diri ketas kasur menatap kosong langit-langit
kamarku. Taklama kemudian Tabku berbunyi, aku lalu mengeluarkannya dari
ranselku dan melihat BBM dari Disa.
From: Disa
“ Aku minta maaf, Rey..”
25/05/14 14:45
To: Disa
“Minta maaf untuk apa sih Dis.??”
25/05/14 14:46
Satu menit, dua
menit hingga 10 menit berlalu tanpa ada balasan dari Disa. Dari pesannya itu
tersirat sesuatu, dengan buru-buru aku keluar kamarku dan menuju rumah Disa
dengan buru-buru pula. Tiba di rumahnya tampak lengang, aku mencoba mengetok
pintu rumahnya. Tokk..tok.tokk.. Taklama kemudian pintu terbuka dan terlihat
Disa yang membukakan pintu, aku menghembuskan nafas legaku dan langsung memeluk
Disa.
“ Maafin aku Dis..”
ujarku masih memeluknya secara refleks.
Disa tak menjawab
ia hanya tersenyum dan membalas memelukku.
“ Aku kira kamu
kenapa-kenapa dengan pesanmu yang seperti itu..” jelasku sambil melepas
pelukanku, dia hanya terseyum.
“ Kenapa dengan
pesanku..??” tanyanya sambil menatapku.
“ Aku kira kamu
kecewa denganku dan melakukan hal-hal bodoh, dan ternyata aku terlalu parno..”
jawabku sambil tersenyum, dia tertawa sambil melepas pelukan kami.
“ Aku memang kecewa
denganmu. Kenapa tadi kamu cuekin aku sihh..” ujarnya, saat itu juga aku
menatapnya serius sekaligus heran.
“ Aku minta maaf,
aku ngga tau dengan sikapku yang tadi..” ujarku sambil tertunduk.
“ Aku kecewa karena
kamu lebih memilih tempat sampah untuk bunga secantik ini..” ujarnya sambil
menunjukkan bunga mawar yang akan aku berikan tapi karena terlanjur cemburu
pada Yupi, jadi aku membuangnya ke tempat sampah. Aku hanya kaget karena ia
mengetahui hal itu.” Aku sudah dengar dari Yupi tadi waktu kalian di kantin..”
tambahnya lagi, aku tambah kaget ternyata dia mengikutiku..
“ Aku minta maaf,
Dis. Aku hanya merasa tidak pantas memberikannya padamu..” jelasku.
“ Jangan minta maaf
terus, nanti stok maaf untuk habis..” candanya, aku hanya tersenyum. “ Yuk..”
ajakanya menarikku masuk kedalam rumahnya karena jujur kakiku mulai keram
karena berdiri terlalu lama di depan pintu apalagi perutku lapar.
“ Mamamu mana..??”
tanyaku sambil duduk di ruang tamu sambil jelalatan seperti biasa.
“ Mama lagi keluar
kota, setengah jam yang lalu..” jelasnya sambil kedalam rumahnya yang besar
itu, tak lama kemudian dia kembali dengan membawa juice
“ Ada urusan
apa..??” tanyaku lagi.
“ Ngga tau tuh..”
jawabnya sambil menyodorkanku segelas juice, tapi tiba-tiba KRIIIUUUSSXX.
Perutku protes, karena belum diisi sejak tadi pagi. Aku hanya menunduk malu.
Disa terlihat tersenyum.
“ Yuk..” ajaknya lagi sambil menarik tanganku
ke dalam rumahnya menuju dapur.
“ Kita mau kemana
Dis..??” tanyaku tapi ikut saja.
“ Menyelesaikan
masalahmu..” ujarnya sambil memandang ke perutku kemudian sambil tersenyum dia
menatapku.
Aku hanya tersenyum
***
Saat pulang dari
kampus, Disa memaksaku lagi untuk singgah ke rumahnya dia turun dari motornya
di halaman rumahnya yang luas, dia lalu bergegas ke arahku dan langsung merebut kunci kontak
motorku.
“ Disa, ngga boleh
gitu dong. Aku mau pulang nih..!!” ujarku sambil masih di atas motorku.
“ Ngga aku kasi kalau ngga masuk dulu..”
ujarnya sambil berjalan menuju pintu utama rumahnya.
“ Dis, aku ada
urusan ni..” jelasku lagi.
“ Paling alasan
lagi, iyyakan Rey..??” tanyanya, aku terdiam.
“ Nggalah Dis..!!”
jawabku ngeles
“ Ya udah masuk
dulu..” ujarnya ngotot
“ Baiklah, tapi
Cuma bentar yah..”
“ Terserah, yang
jelas kamu masuk dulu..” ujarnya sambil
menggandeng tanganku memasuki rumahnya yang besar itu. Aku hanya ikut saja
dengan canggungnya, apalagi Disa menggandeng tanganku.
“ Assalamu
Alaikum..” ujarku sambil mataku jelalatan kiri kanan atas bawah ketika memasuki
rumah itu.
“ Duduk dulu, kamu
mau minum apa,,??” tanyanya lagi.
“ Apa aja deh
Dis..” ujarku ambil duduk dengan canggungnya.
“ Ok, tunggu yah..”
ujarnya lagi, aku hanya mengangguk sedangkan Disa berlalu ke dalam rumahnya.
Tak lama kemudian Disa kembali bersama mamanya, Tante Ayu datang.
“ Dah lama Rey..??”
tanya Tante Ayu.
“ Baru kok Tante..”
jawabku sambil berdiri menyalamiya.
“ Oww, duduk
silahkan dulu..” ujarnya ramah. Sedangkan Disa menyodokan minuman yang di
bawanya.
“ Iyya tante,
terima kasih..” ujarku lagi.
“ Gimana kabar nih,
sehat..??” tanya Tante Ayu lagi, sedangkan Disa duduk di sampingku.
“ Alhamdulillah
Tante sehat, tante sendiri..??”
“ Yah, seperti yang
kamu lihat lah nak. Eh kata Disa kamu ngekos dekat sini yah..??” tanya mama
Disa, aku hanya tersenyum.
“ Iyya tante..!!”
jawabku lagi.
“ Tapi ngga pernah
Disa tuh diajak ke kos dia..!!” potong Disa, aku hanya tersenyum malu-malu
sambil tertunduk.
“ Maklumlah tante,
sayakan orang baru di sini. Kenal Disa aja baru beberapa minggu, kok langsung
maen ngajak ke kos segala..” jelasku. Mama Disa hanya mangut-mangut.
“ Tapi
setidaknyakan aku tau kos kamu, jadi kalau ada apa-apa aku kan bisa ke kos
kamu. Nanyain tugas misalnya..” jelas Disa lagi sambil tersenyum malu karena
Mama Disa sedang berada diantar kami.
“ Bentar aku mau Jogging mau ikut..?? Sekalian kekos aku
aja dulu..” jelasku berusaha agar tidak grogi dan terlihat gemetar.
“ Tuhkan Dis, kamu
sih buru-buru amat..” ujar mama Disa. Aku hanya terkekeh.
“ Ngga apa-apa saya
ajak Disa Jogging bentar sorekan
tante..??” tanyaku minta izin.
“ Terserah Disa, tante
sih ngga ngelarang..” ujar mama Disa lagi.
“ Ya mau dong ma,
aku mau ikut..” ujar Disa. Tak terasa sore menjelang, setelah Disa bersiap
dengan pakaian khusus untuk Jogging aku
segera pamit pada mama Disa.
“ Tante, kami pergi
dulu..” pamitku dengan sesopan mungkin.
“ Iyya hati-hati
ya..” pesan beliau.
“ Tapi aku bawa
Disa ke kos aku dulu nih, mau ganti pakaian setelah itu berangkat..” jelasku
lagi.
Mama Disa hanya
mengangguk.
***
Kami
sepakat untuk memakai motorku saja. Dalam perjalan kekos aku, Disa hanya
terdiam di belakangku duduk selayaknya teman. Entah mengapa aku merasa nyaman
bersamanya, walau jantungku berdetak tak karuan aku mencoba menenangkan hatiku.
“ Dis..” panggilku.
“ Ya Rey..??”
“ Kamu diam aja yah
saat teman-teman di kos aku nanya kamu yang aneh-aneh..” jelasku padanya dengan
dada yang berdebar, serasa jantungku menggedor-gedor tulang dadaku.
“ Kenapa Rey..??
tanyanya heran.
“ Teman-temanku
memang begitu saat salah satu dari kami membawa cewe ke kosan entah itu teman
atau pacarnya, mereka selalu kepoin apa lagi cewenya secantik kamu..” jelasku
sambil ngegombal yang terlontar begitu saja.
“ Baiklah..”
ujarnya sambil memelukku dari belakang. Tiba di depan kos aku, aku lalu
memarkir motorku di luar pagar karena aku akan pergi lagi.
“ Yuk..” ajakku
sambil berjalan duluan. Disa hanya mengekor di belakangku. Tapi saat tiba di
lantai dua, teman-temanku yang sedang bercengkrama melihatku membawa Disa
langsung kepoin aku dan Disa.
“ Siapa tuh Rey,
bening amat..??” tanya salah seorang temanku, aku hanya cuek bebek pada mereka.
“ Jangan ribut ya..!!
timpalnya lagi. Aku hanya cuek sampai di kamar nomor 5, itulah kamarku. Aku
lalu membuka pintu kamarku dan masuk setelah itu aku tutup kembali.
“ Beginilah keadaan
kamarku, maaf ya berantakan..” jelasku lagi sambil membereskan baju yang masih
belum terlipat.
“ Ngga apa-apa kok
Rey..” ujarnya sambil duduk diatas kasurku, sedangkan aku hanya duduk di lantai
maklum anak kosan semuanya serba melantai. Disa membuka tasku dan mengambil
tabku, itu pertama kali dia memakai Tabku.
“ Dis, aku mandi
dulu yah..” jelasku.
“ Ngga usah Rey,
entar kamu berkeringat lagi kan. Mending kamu ganti baju aja baru kita
berangkat, ok..” usulnya.
“ Baiklah..” ujarku
sambil mengambil celana pendek di lemai pakaianku dan kaos dalam hitam tanpa
lengan kemudian masuk ke wc. Setelah keluar, Disa sedang membereskan kamarku
yang berantakan.
“ Ngga usalah Dis,
ntar juga berantakan lagi kok..” jelasku mencegahnya
“ Ngga apa-apa
Rey..” ujarnya.
***
Tiba
di tempat aku biasa Jogging sore-sore,
aku memarkir motorku di tempat yang aman kemudian kami mulai berjalan untuk
melakukan gerakan pemanasan dulu baru setelah itu aku mulai berlari-lari pelan
untuk mengimbangi Disa yang katanya baru pertama kali ke tempat itu. Aku sangat
senang bisa berduaan dengan Disa seharian hari ini. Saat istrahat pun manjanya
padaku ngga hilang-hilang padahal kami cuma teman, sambil minum Pop Ice kami
berdua Cuma Selfic dengan tabku.
“ Hari ini aku
senang banget deh Rey..” ujarnya saat duduk diatas motorku, aku hanya tersenyum.
Ternyata seharian itu Yupi juga sedang membuntutiku.
“ Aku juga Dis,
ternyata kamu asyik juga ya orangnya..” ujarku sambil menatapnya. Disa hanya
tersenyum.
“ Eh, ternyata rame
juga yah sore-sore di sini..” ujarnya sambil sesekali menyeka keringat di
dahinya.
“ Iyya seperti yang
kamu liat..” tambahku.
“ Kamu capek
ya..??” tanya Disa sambil melap keringat yang ada di keningku dengan tissue.
Aku hanya tersenyum.
“ Hmm, dikit..”
jawabku sambil membalas membelai rambutnya yang tersgerai, mirip orang pacaranlah
cuma belum saling mengungkapkan perasaan saja.
“ Rey temani aku ke
toko yah..” mohonya.
“ Kebetulan Dis,
tadinya aku mau ngajak kamu ke toko aku mau beli alat menggambar..” jelasku
lagi.
“ Sekarang aja,
nanti kita kesorean..” jelasnya sambil melihat jam tangannya yang menunjukkan
pukul 04.30 sore. Aku lalu menyalakan motorku dan meninggalkan lapangan tempat
kami Jogging menuju toko tempat menjual
alat-alat seni. Disa yang tadinya hanya memengang pinggangku saat aku bonceng
kini mulai memelukku lagi, aku hanya tersenyum senang. Setelah dari toko seni
dan mengantar Disa pulang ke rumahnya.
“ Makasih ya Rey
untuk hari ini, aku seneng banget deh..” jelasnya sambil menatapku yang lagi
tersenyum.
“ Iyya, aku juga
senang kok hari ini, oh ya ni punya kamu..” ujarku sambil membuka tasku dan
memberinya cat air dan brus yang dia beli tadi waktu ke toko.
“ Oh iyya hampir
lupa..” ujarnya sambil tersenyum dan menerima alat lukis itu.
“ Ok kalau begitu
aku pamit yah..” ujarku sambil menyalakan motorku.
“ Hati-hati..”
pesannya, aku hanya menggangguk.
Di kos aku sambil istirahat, aku membuka
foto-foto kami saat dilapangan tadi. Banyak juga, mungkin hampir 50an foto Selfic kami. Ternyata dia Gifo (gila
foto) juga ya. Setelah aku rasa istrahatku cukup, aku lalu mengeluarkan alat
lukis yang aku beli tadi. Aku lalu mencari pose fotoku dengan Disa yang
terbaik, dan mulai melukis dengan pensil sambil medengarkan lagu Colbie_Caillat
I Do. Karena aku memang lebih suka sketsa hitam putih daripada yang Fullcolour. Tak lama kemudian BBM dari
Disa masuk
From: Disa
“ Lagi ngapain,Rey..?”
25/11/14 22:45
Baru saja mau sms, eh dia BBM,
batinku.
To: Disa
“ Lagi tiduran aja, kalau kamu..?”.
25/11/14 22:46
From: Disa
“ Lagi main game, pusing banyak tugas..”
25/11/14 22:47
To: Disa
“ Jangan main game terus, lakuin hal yang bermanfaat kek..”
25/11/14 22:47
From: Disa
“ BBM Rey..?”
25/11/14 22:48
To: Disa
“ Kalau BBM aku bermanfaat, BBM aku aja setiap detik :D..”
25/11/14 22:50
From: Disa
“ Insya Allah..”
25/11/14 22:51
Aku dan Disa berkomunikasi cukup lama. aku
mendengarkan ceritanya, begitupun sebaliknya. Tak terasa lukisan
pensilku sudah jadi sekitar 4 lembar, semuanya lukisan aku dan Disa kadang Disa
sendiri kadang aku dan kami berdua. Saat itu kami mulai makin lengket, setiap
pagi saat ke kampus aku selalu menjemput Disa.
Mamanya terlihat
tidak keberatan.
***
Minggu
pagi setelah aku mandi, aku lalu duduk santai di depan laptopku masih memakai
handuk sambil memindahkan foto-foto yang kemarin. Tiba-tiba pintu kamarku di
ketok.
“ Rey..!! suara
lembut itu aku kenal, aku lalu berdiri dan membuka pintu.
“ Eh, kamu Dis.
Masuk..” ujarku lalu menutup pintu kembali.
“ Ni buat kamu..”
ujarnya sambil menyodorkanku rantang Pink.
“ Apa ni
isinya..??” tanyaku sambil membukanya.
“ Yang jelas bukan
bomb dong, ayo buka..” canda Disa.
“ Sarapan pagi
nih..” ujarku ketika melihat nasi goreng yang begitu menggiurkan.
“ Sudah sarapan
dulu gih..” ujarnya sambil memberiku sendok.
“ Bareng yuk..”
ajakku sambil menyodorkan sendok berisi nasi goreng, dia hanya menatapku aku
lalu mengangguk dia lalu membuka mulutnya dan menerima suapanku. Aku hanya tersenyum.
“ Kamu lagi
ngapain, nonton bokep yaa..??” tanyanya asal menebak saja sambil menyalakan
kembali laptopku yang dalam keadaan mode sleep.
“ Nggalah..” ujarku
enteng sambil membereskan alat makan kami.
“ Wah, mindahin foto ya. Minta dong..!!”
ujarnya merengekk. Aku lalu mnegambil Tabku an tiduran di atas kasur diikuti
olehnya.
“ Kamu kok pesek ya
dan kalau di sini..” ujarku sambil melihat foto-foto kami di tabku, dia yang
berbaring disamping dan berbantal lenganku.
“ Ihh, kamu
ngeledek melulu sih..” ujarnya sambil mencubit pinggangku dan tertawa.
“ Aww, sakit tau..”
sepanjang hari itu hanya bercanda dan melakukan hal-hal bodoh seperti BBMan
padahal dia sedang tiduran di sampingku, saling melempar bantal sampai bulu
angsa dari dalam bantal itu berhamburan di dalam kamar. Saat capek, kami hanya
menjatuhkan diri di atas kasur sambil bertatapan dan tersenyum. Perlahan aku
dekatkan wajahku ke arah wajahnya, Disa hanya memejamkan matanya tapi tiba-tiba
HP aku berdering. Disa membuka matanya sambil menatap mataku aku gegalapan dan
salah tingkah.
“ A..a..a.aku harus
angkat telepon dulu..” ujarku sambil turun dari kasurku, sedangkan Disa
tertunduk sambil tersenyum dengan wajah merah. Ternyata Cuma sepupuku yang Misscall. Arrggghhh, kenapa misscall sih
pada saat seperti ini.
****
Di
kelas keesokan harinya setelah pembagian kelompok, dosen kami meninggalkan
ruangan. Hari itu tugas kelompokku hanya menggambar sketsa wajah, temanya bebas
asalkan tidak mengandung SARA. Sambil bermain gitar di taman fakultasku, Disa
menghampiriku dan memintanya untuk mengajarinya bermain gitar tapi belum aku
izinkan. Saat teman-temanku sudah di luar kelas, aku masih sibuk melengkapi
catatanku di dalam kelas. Disa yang melihatku hanya menghela nafas beratnya dan
kembali kedalam ruangan kelas.
“ Makanya jangan
malas mencatat..” ujarnya sambil membacakan materi yang dosen kami tulis di WhiteBoard. Aku hanya tersenyum
mendengar tegurannya itu.
“ Kamu ada acara
ngga bentar malam..??” tanyaku sambil menatapnya.
Disa hanya
menggeleng.
“ Kenapa Rey..??”
tanyanya sambil duduk di depanku. Aku lalu membereskan bukuku dan berjalan
beriringan dengannya keluar kelas.
“ Keluar yuk..!!” ajakku sambil menatapnya
kemudian meraih gitarku.
“ Kencan nih
maksudnya..??” tanyanya ingin memastiakan niatku mengajaknya keluar.
“ Terserah mau
menganggapnya apa..” ujarku lagi. Disa kembali tersenyum dan mengangguk.
“ Baiklah..”
ujarnya.
“ Jam 7..?? tanyaku
memastikan
Disa kembali
mengangguk.
***
Dikamarku,
aku mandi dan berpakaian rapi. Setelah itu aku menjeput Disa ke rumahnya. Di
rumah Disa, aku lalu menekan bell rumahnya dan yang membuka pintu adalah mama
Disa, Tante Ayu.
“
Assalamu alaikum tante..” ujarku sambil menyalaminya.
“
Walaikum salam, masuk dulu. Disa masih di kamarnya tuh..” ujar mama Disa sambil
menutup pintu kembali saat aku sudah di ruang tamu. Sedangkan beliau ke dalam.
“ Iyya tantee..
ujarku.
“ Kamu gitu deh
Rey, selalu canggung kalau datang ke rumah tante..” ujarnya sambil membawakanku
segelas minuman dingin. Aku hanya tersenyum.
“ Maaf tante, aku
kan jarang ke mari. Kan Disa yang selalu nyamperin Rey ke kos..” jelasku masih
canggung. Tak lama kemudian Disa datang.
“ Dah lama Rey..??”
tayanya sambil duduk di sampingku, mamanya hanya tersenyum.
“ Baru aja kok,
Dis..” jawabku.
“ Ma, kita keluar
dulu yah..” pamit Disa. Mamanya hanya mengangguk.
“ Aku pinjam Disa
ya tante..” candaku membuat mama Disa tersenyum.
“ Ya, hati-hati..”
pesan mama Disa. Dalam perjalanan Disa kebanyakan diam saja, dia lebih suka
memeluk punggungku yang katanya hangat. Tiba di cafe tempatku bias nongkong
sendiri, aku memarkir motorku.
“ Ayo masuk..”
ujarku sambil menarik tangannya. Dia hanya ikut saja.
“ Tempatnya adem
ya..” ujar Disa ketika sudah santai.
“ Ngga kayak dikos
aku ya..” candaku, Disa tertawa.
“ Abis makan kita
jalan-jalan yuk..” ajaknya, aku sedikit kecewa mendengar kalimat itu. “ Rey,
kamu kenapa..??” tanya Disa lagi.
“ Ngga apa-apa
kok..” ujarku. Setelah makan, aku hanya mengikuti kemauan Disa untuk
jalan-jalan, aku membawanya menjauh dari arah keramaian kota seperti
pemintaannya dan di suatu taman kami berhenti.
“ Kita mau kemana
Dis..??” tanyaku yang sedang mengkutinya karena menarik tanganku kearah balik
bukit.
“ Ayo ikut aja..”
jelasnya. “ Ta-Da.. bagus ngga..??” tanyanya saat tiba di balik bukit sambil
menikmati keramain kota dari kejauhan. Aku hanya tersenyum menyadari
kebodohanku, Disa kan orang kaya jadi apapun pasti sudah dia dapatkan termasuk
makan makanan yang enak. Kenapa pemikiranku ngga sampai kesana, aku baru nyadar
ternyata orang kota seperti Disa lebih suka suasana yang berkaitan langsung
dengan alam karena keadaan kota yang begitu sesak dengan polusinya.
“ Rey..??” panggil
Disa
“ Hmm, ya..??”
ujarku.
“ Kamu kenapa..??
“ Ngga
kenapa-kenapa kok..!!. kami lalu duduk di bukit itu di temani bulan yang sedang
purnama. Disa menyandarkan kepalanya di pundakku, aku masih belum berani
mengatakannya kalau suka padanya. Aku hanya berusah menikmati malam itu, perlahan
aku merangkulnya dia menatapku tapi aku tetap menatap jauh ke depan. Aku tak
mampu menatap matanya.
“ Hmm Dis..??”
panggilku sambil duduk diatas rumput.
“ Ya, kenapa
Rey..??”
“ Ngga ada yang
cemburukan kalau aku ngajakin kamu jalan seperti ini..??” tanyaku ingin
memastikan. Kali aja ada keberanianku tuk nembak padahal dia sudah punya pacar
kan sakitnya tuh di sini <3. Jadi mending pastikan aja sekarang. Biar
sakitnya ngga kebangetan. Hehehehee..
“ Ngga ada, kenapa
kamu bertanya seperti itu..??”
“ Ngga enak kan
ngajakin cewe orang jalan..” jelasku, membuatnya tersenyum.
“ Ngga mungkin dong
Rey, aku mau kamu ajak keluar jika aku punya pacar. Nanti pacar aku pasti akan
cemburu..” jelasnya lagi, aku hanya tersenyum.
Sambil menatapku yang menatap kosong ke depan.
Setelah mengantar Disa pulang kerumahnya, aku melanjutkan perjalananku ke
kosku. Tak berselang beberapa ratus meter dari rumah Disa, Yupi datang bersama
beberapa orang yang tidak aku kenal. Mungkin dia orang yang tidak terkenal yaa,
hehehe. Yupi langsung menghadangku dan langsung menggebuki aku.
“
Jangan ganggu Disa lagi..” ujarnya, aku hanya meringis menahan sakit di sekujur
tubuhku.
Yupi terlihat
menjauh dariku
***
Pagi menjelang aku
merasa tidak enak badan dan sedikit demam tapi aku memaksakan ke kampus karena
ada asistensi gambar dari pembagian kelompok, aku tak menjemput Disa pasti dia
sangat khawatir karena Heandphone aku
terus berbunyi baik BBM, sms dan telepon. Setelah memarkir motorku, aku melihat
Yupi sedang menatapku dan tersenyum mengejek. Aku tak mempedulikannya hanya
langsung menuju taman samping fakultasku dan membaca novel pinjaman dari teman
pondokanku. Aku memakai switer yang memakai hodie hingga sebagian wajahku
tertutup. Tak berapa lama seseorang telah berdiri di depanku, dari parfumnya
aku bahwa itu adalah Disa.
“ Rey, kenapa ngga
jemput sih. Di BBM, sms di telepon ngga di balas..??” tanyanya sedikit marah,
aku masih tidak berani menoleh ke arahnya, pandanganku hanya ke novel dan
tiba-tiba novel itu di rebut olehnya dan di lemparnya ke rumput. Aku lalu
memungut novel itu dan beranjak pergi tapi Disa menarik pundakku hingga dengan
terpaksa aku berbalik ke arahnya dan cepat-cepat aku memalingkan wajahku.
Dengan wajah keheranan, Disa mengusap luka itu.
“ Rey..” ujarnya
lirih.
“ Perih Dis..”
ujarku berusaha menepis tangannya agar Disa tidak khawatir.
“ Pasti Yupi
kan..??” tanyanya padaku mencoba menebak, aku hanya terdiam. Dia berbalik arah
dan ingin mencari Yupi, tapi aku mencegahnya.
“ Sudahlah Dis,
nanti tambah runyam lo..” ujarku masih menahannya dengan lemah karena tenagaku
belum pulih.
“ Ngga bisa Rey, ini harus di selesaikan..” ujarnya nyolot
“ Jika kamu ingin
menyelesaikan masalahku dengan Yupi, maka aku harus jauh darimu..” jelasku
sambil beranjak pergi, Disa hanya menatapku meninggalkannya sendiri di taman.
Aku tak bisa seperti ini terus kan..?? tapi jika ini jalan terbaik, aku harus
mengalah demi Disa. Saat usai kuliah hari sudah siang, terlihat matahari pas
diatas kepala. Mungkin karena terlalu
emosi dengan apa yang dilihatnya tadi pagi Yupi kembali menghajarku di depan
teman-temanku, aku hanya menahan semampuku saja, sedang Disa yang mencoba
menahan Yupi.
“ Hei Pi, kenapa
sih kamu ini.??” Ujar Disa sambil mendorong Yupi dan mengangkat kepalaku.
“ Akukan sudah
ingatin kamu Rey, agar menjauhi Disa. Tapi kayaknya kamu minta di hajar lagi
yah..” ujarnya masih menghampiriku tapi teman-temanku menahannya. Aku lalu
bangkit dan pergi begitu saja dengan luka yang belum sembuh di wajahku.
“ Rey..” ujar Disa,
dia lalu berbalik ke Yupi dan menamparnya cukup keras. Sedangkan Yupi hanya
berdiri diam. “ Jangan dekat-dekat aku lagi Yup..!!” tegas Disa kemudian
memburuku.
“ Jangan dekat aku
lagi Dis..” ujarku pada Disa yang berusaha membalikkan badanku tapi aku tidak
mempedulikannya aku hanya berlalu begitu saja berjalan terseok di bantu Aldo.
***
Siang itu di
kamarku, aku hanya termenung di depan laptopku yang menyalah sambil mendengar
lagu Moon Myung Jin – Crying Again (또_운다) yang aku repeat terus, rasanya lagu itu membuatku larut dalam kegalauan
hatiku, cieee. Tak berapa lama Disa menelpon. Tapi aku tak mempedulikannya.
Badanku terasa lemas dan kepalaku sangat sakit.
Aku hanya sesekali
meringis sambil melap sendiri darah yang mengalir dengan tissue kemudian
menatap foto yang dulunya adalah wallpaper Sword
Art Online film animasi favoritku menjadi foto Disa dan beberapa sketch kami berdua masih berserakah di
lantai dan diatas kasurku yang belum sempat aku bereskan.
“ Maafkan aku
Dis..” ujarku masih sambil menatap wallpaper laptopku dan sesekali batuk-batuk
, aku melihat sedikit darah di tanganku.
Aku tidak menyadari kalau Disa sudah berdiri
di belakangku menatapku yang sedang termenung. Aku kemudian berdiri dan kaget
melihat Disa berdiri di belakang pintu yang tertutup yang sedang menangis.
“ Disa..” ujarku
datar, Disa tak menjawab dia hanya menghambur memelukku.
“ Dasar bodoh,
tolol, kenapa sih kamu membiarkannya memukulimu..??” tanyanya teisak di
dadaku.“ badan kamu panas, kamu lagi sakit..??” sambungnya tapi aku hanya
diam.” Rey..!!” panggilnya lagi sambil menatapku. Disa lalu membimbingku ke
kasur dan membarikanku kemudian membereskan seketsa-sketsa wajahnya ke dalam
tabung Sketsa milikku. Dia terlihat sangat khawatir saat mengompres kepalaku
karena aku sedikit meringis. Taklama kemudian aku tertidur.
Entah berapa lama
aku tertidur, aku kembali terbangun dan melihat Disa masih di dekatku tertidur
sambil menggenggam tanganku. Aku hanya merasa kasihan padanya karena pasti dia
kecapean karena belum istirahat dari kampus hari ini, aku lalu membelai
rambutnya sesaat dia terbangun.
“ Eh Rey dah
bangun..” ujanya sambil menegakkan duduknya.
Aku hanya
tersenyum.
“ Kamu dah makan.
Muka kamu pucat gitu..??” tanyaku khawatir.
Dia hanya tersenyum
sambil mengambil tasnya dan mengeluarkan bubur ayam kesukaanku.
“ Aku sengaja bawa
sebanyak ini, agar aku bisa memakannya bersamamu..” ujarnya, aku kembali
tersenyum mendengar alasannya itu. “ kamu makan ya, setelah itu minum obat..”
ujarnya sambil membuka rantang mungil berwarna pink miliknya. Aku hanya
mengangguk.
“ Dis..” cegahku
sambil menahan tangannya saat sendok yang aku pakai, juga akan di pakai Disa.
“ Kenapa Rey..??”
tanyanya heran.
“ Maaf ya, tapi aku
ngga suka seperti itu..” jelasku berbohong.
“ baiklah, mana
obat kamu..??” tanyanya sambil berdiri mencari di mana obatku berada.
“ Ngga usah aku
aja..” ujarku bangkit dan menahan laci lemari pakaianku, Disa kanget.
“ Kenapa sih
Rey..??” tanyanya heran.
“ Maaf..” ujarku
sambil mengambil obat demamku, dan membuka laci itu. Disa kaget saat melihat
ada banyak obat di sana. Karena sampai kapan pun penyakitku ini aku
sembunyikan, Disa pasti akan mengetahuinya tapi tidak pada teman-teman satu
pondokanku. Aku tak ingi mereka mengetahui hal ini.
“ Kamu sakit apaan
sih..??” tanya Disa heran.
“ Ngga ada, Cuma
demam dan sakit kepala. Kan wajar..” jelasku berbohong.
Disa hanya terdiam,
entalahlah mungkin dia punya banyak pertanyaan di kepalanya tapi melihat
keadaanku yang sedanng sakit dia lebih memilih diam.
***
Keesokan harinya
aku tidak ke kampus, pagi itu seperti biasa Disa selalu menghubungiku sebelum
kekampus untuk memastikan aku menjemputnya.
From: Disa
“ Kamu dah mandi..??”
25/01/15 07:47
To: Disa
“ Sepertinya aku ngga ngampus deh..”
25/01/15 07:48
From: Disa
“ Demam lagi..?”
25/01/15 07:48
To: Disa
“ Iyya, tapi jangan khawatir kamu
ngampus aja. Maaf yah :D..”
25/01/15 07:50
Tidak ada lagi
balasan BBM dari Disa, aku menjadi khawatir jangan-jangan Disa ke kosku dan
kekhawatiranku itu terjadi juga. Beberapa saat Disa muncul dari balik pintu
kamarku. Aku yang sedang akan meminum obatku, bingung mencari obatku yang lain
karena salah satu jenis obatku hilang itu obat peredah sakit kepalaku.
“ Mencari ini,
Rey..??” tanya Disa tiba-tiba. Aku yang kaget langsung menoleh ke belakang.” Rey,
kamu bohong..!!” ujar Disa lagi dengan mata yang mulai berkaca-kaca.” Katakan
padaku, sudah berapa lama..??” tanyanya lagi sambil meletakkan obat itu di depan
laptopku, aku hanya tertunduk. Disa memelukku.
“ Seharusnya kamu
ke kampuskan Dis, kok kamu kesini..” ujarku tak membalas pelukannya.
“ Karena kau
mengkhawatirkanmu dan maaf kemarin aku mengambil salah satu obatmu dan
menanyakannya pada dokter..” ujarnya membentakku. Aku menghela nafas berat,
akhirnya Disa tahu aku betul-betul sakit dan tiba-tiba hidungku berdarah lagi
aku berusaha melapnya dengan lengan bajuku. Disa melepas pelukannya dan dia
tambah khawatir melihat darahku. Buru-buru aku mengambil tissu dan melapnya,
lalu duduk di depan laptopku lagi. Denga cekatan Disa membersihkan darah yang masih
mengalir di hidungku, aku hanya menatapnya. Akankah aku memilikinya Tuhan..??
tanyaku dalam hati yang berperang antara ego dan hati nuraniku, di satu sisi
aku harus membiarkannya bahagia pada seseorang yang cocok dan pasti orang itu
bukan Yupi. Aku merasa tidak pantas untuknya yang sebentar lagi akan
meninggalkan dunia ini, di sisi lain aku sangat mencintainya karena semenjak
kami pertama bertemu di parkiran hari itu aku berikrar dalam hatiku bahwa aku
harus memilikinya dan aku sudah berusaha sejauh ini yang hanya menembaknya
saja.
“ Rey..” panggil
Disa menyadarkan lamunanku.
“ Hmm..” gumanku
tersadar. Disa tak menjawab, dia hanya memelukku sambil kembali menangis.
“ Aku sangat
bahagia tiap hari bersamamu..” ujarnya berbisik.
“ Dan aku akan
menghabiskan sisa hidupku bersamamu, kamu mau kan..??” tanyaku ikut meneteskan
air mata. Disa mengangguk sambil melepas pelukannya.
“ Dasar cengeng..”
ujarnya sambil menghapus air mataku ,aku hanya tertawa mendengar candaannya.
***
Minggu pagi
menjelang aku merasa lebih sehat, aku lalu mandi dan menghubungi Disa lewat
BBM.
To: Disa
“ Pagi Disa..”
29/01/15 07:30
From: Disa
“ Kamu dah baikan..?”
29/01/15 07:30
To: Disa
“ Iyya, aku merasa cukup sehat pagi
ini :D..”
29/01/15 07:31
From: Disa
“ Baguslah, kamu yakin..??”
29/01/15 07:31
To: Disa
“ Iyya dong, kamu lagi dimana..??”
29/01/15 07:32
From: Disa
“ Di rumah..”
29/01/15 22:32
Aku tak membalas
lagi BBM dari Disa, aku cepat-cepat berpakaian dan setelah rapi aku lalu
mengunci kamarku lalu meninggalkan pondokanku. Dengan santai ku kendarai
motorku menuju rumah Disa. Tak berapa lama aku sudah di pekarangan rumahnya.
Perlahan ku dekati pintu utama dan memencet bel tamu.
“ Assalamu
alaikum..” ujarku sambil menunggu, tak lama suara sendal mendekati pintu dan
pintupun terbuka. Terlihat Disa yang masih memakai baju tidurnya dari balik
pintu merasa kaget, karena sepagi itu aku sudah di depan pintu rumahnya.” Hey
Dis..” sapaku dengan tersenyum, Disa tak menjawab dia hanya memperhatikanku
yang terlihat rapi.
“ Hey, rapi amat
Rey.. ujar Disa masih memperhatikanku.
“ Aku mau ngajak
kamu keluar, kamu maukan..?? Maaf ya,
karena ini masih terlalu pagi..” ujarku pelan takut Disa marah. Disa berkerut
kening.
“ Masuk dulu deh..”
ujarnya sambil membuka lebar pintu utama rumahnya dan mempersilahkan aku masuk.
“ Thanks, mama kamu
mana..??” tanyaku tak meilihatnya.
“ Masih tidur..”
jelasnya sambil duduk.
“ Oww, aku harus
minta izin dulu pada beliau..” ujarku lagi.
“ Kita mau kemana
sih..??” tanya Disa sambil menatapku.
“ Pokoknya ikut
aja..” jelasku.
“ Okok, aku mandi
dulu..” ujarnya sambil berdiri. “ Kamu mau nunggu di sini apa mau ke kamar
aku..??” tanya Disa. Aku hanya diam bengong.
“ Ok deh..” ujarku
sambil mengikutinya ke lantai dua rumah itu. Jujur ini yang pertama aku ke kamar Disa. Di kamar Disa yang berornamen
anime SAO (Sword Art Online) yang
juga film animasi favorit aku. Terlihat mulai dari wallpaper dinding kamar itu,
poster, buku, pulpen, baju, lemari hingga pintu kamar mandinya. Aku hanya
terdiam sambil kembali jelalatan memperhatikan tiap inci kamar itu. Disa hanya
tersenyum. Setelah Disa mandi dan berpakaian dia kembali ke depan komputernya
yang dalam keadaan mode Sleep.
“ Aku punya alasan
mengapa aku suka dengan animasi ini..!!” ujar Disa sambil ikut memperhatikan
isi kamarnya lagi.” Karena pemeran utama pria mampu mempertahankan apa yang dia
cintai dalam hal dan keadaan apapun, bahkan rela berkorban..” sambung Disa, aku
kaget mendengar penggalan kalimat itu, aku lalu menatap Disa. “ Maaf, tak
sengaja aku membaca Diarymu kemarin..” untung saja itu cuma diary biasa, ujarku
dalam hati. Diary yang sebenarnya ada di dalam Tab aku.
“ Sejak kapan..??”
tanyaku tanpa menoleh ke arahnya lagi.
“ Sudah lama sih,
tapi aku perbaharui kemari sore..” jelasnya sambil menarikku keluar kamar, tak
sengaja aku menyentuh mousepack dan
otomatis komputer yang sedang mode Sleep menampilkan
screensaver komputer tersebut dan
yang tampak adalah saat aku sedang bermain gitar di sampingnya dengan serius
Disa menatapku. Entah foto itu siapa yang ngambil.
***
Di taman tempat
dimana Disa yang pernah tunjukkan beberapa bulan yang lalu. Waduh, sudah
berbulan-bulan yah lama amat ni baru tamat. Hehehehe.. Aku kembali membawanya
kesana, cuma suasananya saja yang berbeda waktu itu Disa mengajakku ke tempat
ini pertama kali pada malam hari, sekarang aku mengajaknya saat pagi. Disana
penyakit Disa kambuh lagi, saat memegang Tab aku dia mulai membuka Retrica dan mengajakku Selfic. Aku hanya ikutan saja tapi
dengan Refleks aku mencium pipi Disa,
mungkin karena tanggung Disa hanya membiarkannya saja. Sambil duduk
berdampingan di hamparan rumput hijau, Disa tak henti-hentinya mengambil gambar
aku.
“ Maaf..” ujarku
sambil tertunduk saat Disa menoleh kearahku, aku tahu dia minta penjelasan
maksud aku mencium pipinya. Disa kembali fokus pada Tab yang ada di tanganya
dan membuka foto-foto lamaku. Disana ia melihat beberapa foto aku sedang
bermain gitar.
“ Sekarang gitarnya
mana..??” tanya Disa tiba-tiba, aku hanya terdiam.
“ Sudah di jual
kok..” jawabku berbohong.
“ Kok dijual..??”
tanyanya lagi.
“ Ya, pengen aja..”
jawabku seenaknya.
“ Kok kamu bohong
sih..??” tanya Disa datar, aku kembali terdiam. Kenapa Disa tahu kalau aku
berbohong.
“ Maksud kamu..??”
balikku heran.
“ Gitar kamu
hilangkan, waktu nolongin aku saat kecelakaan..??” tanyanya memastikan.
Lagi-lagi aku terdiam, jangan-jangan Disa juga sudah membaca diay yang ada
dalam Tabku. Aku hanya mengangguk pelan.” Kok kamu ngga bilang sih..??”
sambungnya.
“Karena..”
“ Aku lebih
berharga daripada gitar itu, iyyakan Rey..??” tebaknya, aku semakin heran dan
malu dibuatnya.
“ Iyya..” jawabku
pelan.
“ Tapi Rey..”
“ Ssstt... Aku
mengajakmu kesini bukan untuk itu semua Dis..” ujarku mengajukkan telunjukku
dan meletakkannya di bibirnya sambil menatapnya.” Aku cuma ingin hari ini kamu
bersamaku..” sambungku lagi.
Disa terdiam sambil
menyenderkan kepalanya di bahuku.
Aku lalu mengambil
sesuatu di dalam ransel aku.
“ Dis, ini untuk
kamu..” ujarku sambil memberinya sebuah camera SLR type EOS 7D.
“ Wah bagus banget,
thanks ya Rey..” ujarnya sambil menerima camera itu dari tanganku. Tak terasa
jam 09.00 berlalu, pantas aja aku lapar karena belum sarapan.
“ Sarapan dulu
yuk..” ajakku sambil berdiri duluan, dia lalu mengulurkan tangannya dan ikut
berdiri.
“ Iyya deh, aku
juga dah lapar nih..” ujarnya sambil berjalan beriringan menuju motorku.
“ Maaf ya sudah
menculikmu pagi-pagi..” candaku sambil naik kemotorku di susul Disa. Disa hanya
tersenyum dan memelukku dari belakang.
“ Tapi aku khawatir
nih, pasti mama mencariku..” ujarnya. Aku lalu menyetir motorku ke tempat makan
terdekat.
“ Buktinya
mana..??” tanyaku sedikit tersenyum dari balik helmku.
“ Kamu pasti sudah
hubungi mama ya..??” tanyaya. Aku mengangguk.
***
Di tempat makan aku
hanya ditatap Disa yang mungkin melihatku terlalu lahap menyantap nasi goreng
yang sudah kami pesan, sadar dengan itu aku lalu berhenti menyendok makananku
dan menatap Disa yang berada di sampingku sambil duduk, karena memang tempatnya
lesehan dan berbilik.
“ Kok ngga makan
sih..??” tanyaku serius. Disa hanya tersenyum
“ Mungkin karena
terlalu asyik memperhatikanmu..” jawabnya membuat mukaku memerah.
“ Ntar sakit lo..”
ujarku lagi.
“ Iyya, iyya aku
makan..” ujarnya sambi mengambil sendoknya dan mulai makan. Hari ini, ternyata
penyakitku mendukung aku karena baik batuk maupun mimisan tidak hadir menghiasi
mukaku. Setelah makan aku lalu membuka ranselku dan mengeluarkan sejumlah obat
sambil menatap Disa yang agak kurang bersemangat.
“ Maaf..” ujarku
setelah meminum beberapa obatku itu.
Disa hanya bisa
menghela nafas berat.
“ Ngga seru yah,
jalan sama orang penyakitan..” ujarku tanpa melihatnya.
“ Rey..” panggilnya
perlahan.
Aku mengela nafas
beratku.
“ Pulang yuk..”
ajakku padanya sambil membereskan ranselku, Disa hanya mengikuti keinginanku
untuk pulang.
“ Katanya hari ini
ingin seharian denganku..” ujarnya mengingatkan.
“ Aku lupa sesuatu
yang harus aku kerjakan..” ujarku bohong sambil keluar dari tempat makan itu
duluan.
“ Rey..” panggil
Disa lagi, tapi aku pura-pura tak mendengarnya dengan cepat-cepat memakai
helmku. Di perjalanan kami hanya diam, mungkin Disa tahu kesalahannya hingga
dia diam saja di belakangku. Tiba di depan rumah Disa kami lalu turun dan
mengantarnya hingga di depan pintu utama rumah itu.
“ Aku balik dulu
yah..” ujarku sambil berbalik.
“ Rey..” panggilnya,
aku lalu berbalik lagi ke arahnya. “ Maaf..” sambungnya lagi, aku hanya
memaksakan untuk tersenyum dan kembali ke motorku.
***
Di dalam kamarku
aku lalu merebahkan tubuhku karena aku merasa terlalu letih, aku kembali batuk
dan kamarku kembali berantakan karena tisue yang aku pake untuk melap darahku
berserakah dimana-mana. Setelah ngecarge semua gadgedku dan minum obat, aku
kembali tiduran. Taklama kemudian aku kembali tertidur dan kembali terbangun
saat aku merasa seseorang duduk diatas kasurku. Perlahan aku membuka mataku dan
melihat Disa tersenyum padaku padahal matanya mulai basah. Aku juga ikut
tersenyum sambil bangkit dari tidurku kemudian melap air matanya yang jatuh.
“ Dasar cengeng..”
ujarku kemudian memeluknya.
“ Rey..” panggilnya
lagi.
“ Hmmm...”
“ Bolehkah aku
merawatmu..??” tanyanya.
“ Ngga usah deh..”
jawabku cuek, karena aku tak mau Disa terbebani karena aku.
Disa terdiam, aku
tau betapa tulusnya dia mau menolongku.
“ Kenapa Rey..??”
tanya Disa heran.
“ Ngga apa-apa, aku
terlanjur nyaman aja di sini..” jelasku. Karena di pondok tempat aku ngekos
teman-temanku sangat saling menjaga dan akur, aku tidak mau kehangatan kami
berlalu begitu saja.
“ Kamu lebih milih
teman-temanmu apa aku sih..??” tanya Disa dengan nada cemburu, ngga pantaslah cowo
dia cemburui. Aku masih normal keleees.
“ Kamu tahukan Dis,
teman lebih berharga dari pacar..?? dan kamu itu sahabatku yang bukan hanya
sekedar teman yang sangat berharga bagiku dan kamu tahu itu juga kan..!”
jelasku sambil memeluknya, karena diantara kami sampai detik inipun masih teman
akrab.
“ Tapi aku sayang
kamu..” ujarnya masih memelukku.
“ Aku juga sayang
kamu kok..” balasku.
“ Aku sayang dan
cinta sama kamu..” ulangnya lagi, aku tediam sebenarnya itu juga yang aku
rasakan tapi aku tidak boleh egois.
“ Kenapa kamu
katakan itu pada orang yang sebentar lagi akan meninggalkanmu Dis..” ujarku
masih memeluknya.
“ Aku tak bisa lagi
menahannya Rey, aku tidak bisa terus-terusan membohongi diriku sendiri..”
jelasnya membuatku meneteskan air mata. Aku juga sebenarnya tidak bisa
menahannya, tapi aku berusaha untuk menjauh darimu Dis. Dan melihat keadaan
kita yang bukannya renggang tapi kamu malah ingin merawatku yang akan membuat
kita akan lebih sering bertemu.
***
Saat aku sedang di
kampus, aku hanya duduk di bawah pohon yang berada di taman samping fakultas
kami sambil termenung. Aku harus memberi tahu Tante Ayu tentang diriku yang
sebenarnya. Aku lalu merogoh saku celanaku dan mengambil Hp.
“ Assalamu alaikum
tante..” sapaku saat teleponku pada Mama Disa terhubung.
“ Waalaikum salam
Rey, ada apa Nak..??” tanya Mama Disa.
“ Tante sekarang di
mana, saya ingin bertemu tante..” jelasku sambil berharap beliau mengijinkan.
“ Lagi di Butik,
memangnya ada apa ingin bertemu sama tante..??” tanya Mama Disa lagi.
“ Ada sesuatu yang
ingin aku ceritakan pada tante, tapi itupun kalau tante ngga sibuk sih..”
jelasku.
“ Baiklah kamu ke butik
tante saja yah..”
“ Baiklah tante..”
ujarku sambil menutup teleponku dan bergegas ke parkiran kemudian meninggalkan
kampusku siang itu. Tidak membutuhkan waktu yang lama, aku sudah berada di
depan butik tante Ayu.
“ Masuk nak..” ujar
mama Disa saat melihatku.
“ Iyya tante..”
sambil mengikutinya menuju samping ruang kerjanya.
“ Kamu mau cerita
apa nak Rey..??” tanya mama Disa To The
Point.
“ Aku mau jujur
sama tante, nanti setelah aku ceritakan semua pada tante terserah tante mau
benci dan melarang Rey bertemu lagi dengan Disa..!!” jelasku dengan tekad bulat
untuk menceritakan semuanya.
“ Kamu kenapa nak
Rey..??” tanya mama Disa dengan sangat heran, aku yakin itu.
“ Begini tante,
setahun belakangan ini saya sakit dan Disa tahu itu. Tapi tante tenang saja,
saya belum sakit saat saya mendonorkan darah saya ke Disa. Saya juga sudah
yatim piatu dan yang membiayai saya sekarang adalah kakak saya. Dan yang paling
penting, saya sayang Disa tante, tapi saya tidak ingin dia terbebani olehku.
Mungkin tante sudah tahu yang ini tapi tolong jaga Disa..” jelasku sambil
tertunduk, aku belum berani menatap mama Disa. Hening..
“ Kamu mendonorkan
darah ke Disa..??” tanya mama Disa, aku lalu menatapnya dan mengangguk. Jadi
tante Ayu belum tahu kalo aku mendonorkan darah padanya.
“ Tante belum
tahu..??” tanyaku heran, Tante Ayu menggeleng.
“ Kenapa Disa ngga
cerita ya..” ujar Tante Ayu.
“ Maaf tante Rey
baru bisa jujur pada Tante sekarang..” jelasku masih tertunduk.
“ Rey, Tante ngga
mau melarang Disa untuk selalu menemuimu dan Tante juga ngga bisa membenci
orang yang telah menyelamatkan putri Tante satu-satunya. Tante memang tahu
kalau Disa suka padamu dan itu sudah lama, bahkan Tante kira kalian sudah
pacaran, soal penyakitmu tante akan membantumu..” jelas mama Disa panjang.
“ Tapi Rey ngga mau
Disa terbebani tante, selama ini aku selalu berusaha untuk menjauhinya tapi Rey
ngga bisa tante. Dan mungkin Disa belum cerita pada tante yang namanya Yupi,
dialah orang yang tepat buat Disa bukan Rey tante. Dia lebih apapun dari Rey..”
jelasku membuat Tante Ayu sangat sedih.
“ Rey, tante ngga
butuh materi. Tante hanya ingin anak tante bahagia dengan siapa pun itu...”
hibur mama Disa.
“ Makasih tantee..”
ujarkuu.
***
Saat siang
menjelang kelasku belum kelar juga, dosen kami sedang berencana mengadakan
camping bersama selama 2 hari sambil melukis pemandangan yang ada sebagai MID
tengah semester kelas kami dan akan di kumpulkan saat pulang. Maka diskusipun
di lakukan hingga siang ini, aku menjadi dilema. Jika aku ikut siapa yang akan
menolongku, padahal tak seorangpun yang tau penyakitku selain Disa. Jika Disa
yang aku harapkan, aku pasti merepotkannya dan teman-temanku akan tau jika aku
sakit. Ah, seandainya saja ini ngga wajib diikuti aku hanya browse aja lalu aku lukis. Diskusipun ditutup dengan
keputusan camping di lakukan seminggu lagi.
“ Kamu ngga boleh
ikut Rey..” ujar Disa melarangku.
Aku hanya terdiam
di pojok kamar kosku.
“ Aku khawatir kamu
akan kenapa-kenapa dan itu pasti..” sambungnya lagi, sambil mendekatiku dan
duduk di kursi yang ada di depanku.
“ Aku tahu Dis,
tapi aku harus bagaimana lagi aku harus ikut..” ujarku.
“ Rey, walaupun ini
demi kebaikanku kamu rela membohongi hatimu tapi baiklah aku akan mendukungmu,
aku akan membiarkanmu ikut aja. Aku tahu kamu tak ingin aku sakit hati..”
ujarnya sambil menatapku.
“ Dis, kamu bicara
apa sih..??” ujarku sambil menatapnya juga.
“ Aku sudah membaca
semuanya Rey. Jadi jika kamu ikut mendaki dan kamu khawatirkan aku tidak bisa
mengurusimu, kamu salah..” ujarnya sambil mempelihatkan catatan harianku dari
Tabku.
Aku semakin
tertunduk lesu, aku ngga bisa apa-apa lagi. Disa sudah tahu semuanya. Disa
kemudian berdiri lalu mengenggam tanganku.
“ Aku juga sayang
dan cinta banget sama kamu Rey. Jangan khawatirkan aku, khawatirkan dirimu..”
ujarnya sambil mencium punggung tanganku aku hanya menatapnya dia melakukan
itu.
“ Disaa..”
“ Rey, aku sudah
tahu semuanyaa..”
***
Hari masih gelap
saat kami berkumpul di kampus, setelah mengecek kembali persiapan kemudian
semua peserta masuk kedalam mobil dengan absensi nama mereka. Di dalam mobil
pagi-pagi buta itu, Disa tampak tenang kelihatannya dia senang sekali aku ajak
duduk bersamaku.
“ Ngga ada lagi
yang kamu lupakan..??” tanyanya sambil memeriksa tas kecil yang berisi barang
pribadiku.
“ Sepertinya sudah ngga ada deh..” jawabku memastikan sambil mengecek ke
dalam tas kecil yang selalu bersamaku.
“ Kabarmu hari ini gimana..??” tanyanya lagi sambil mempehatikan wajahku
dengan seksama membuatku merasa ngga enak.
“ Hmm, baik cuma masih ngantuk aja..” jawabku sambil merapikan kembali tas
kecilku.
“ Kalau ngantuk sih
sama, aku juga masih mau tidur..” ujarnya sambil tersenyum kemudian memeluk
lenganku lalu menyandarkan kepalanya di pundakku.
Aku hanya tersenyum
melihat tingkah manjanya.
“ Kamu harus kuat
ya Rey demi kesehatanmu dan juga demi aku..” ujarnya lagi pelan.
Aku hanya
mengangguk sambil menatapnya. Dia tersenyum lagi.
“ I Love You..”
Ujarnya lagi sambil mencium pipiku.
“ Diliati Yupi
tuh..” ujarku padanya saat Yupi menatap tajam ke arah tempat kami duduk, Disa
kemudian memastikannya hanya melihat dengan ekor matanya saja.
“ Biarin aja..”
ujarnya judes. Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya.
***
Tiba di lokasi,
kami istirahat karena kami harus berjalan kaki untuk menuju ke lokasi ini.
Pemandangannya cukup keren bagiku. Tanah lapang yang hanya seluas lapangan
sepak bola dan di kelilingi perbukitan hutan pinus. Tampak jauh moment
keseriusanku itu di abadikan Disa dengan camera SLR pemberianku, aku berkerut
dahi saat aku tahu itu adalah Disa. Perlahan dia menghampiriku.
“ Kamu tambah keren
deh kalau lagi serius seperti itu..” ujarnya saat dia dihadapanku.
“ Sudah, dirikan
tendamu dulu..” ujarku sambil berlalu menuju kursi yang berda di bawah pohon.
“ Yah, Rey
istirahat dulu..” ujarnya sambil mengejarku.
“ Iyya, aku mau
istirahat sekarang. Badanku pegal-pegal semua..” ujarku lagi sambil berjalan
beriringan dengannya menuju tendanya yang masih di dalan tasnya.
“ Tendamu sendiri
sudah jadi belum..??” tanyanya sambil duduk di kursi yang berada di bawah
pohon, aku hanya menunjuk ke arah Aldo yang sedang sibuk mendirikan tenda kami.
Di menghela nafas.
“ Kamu dengan
siapa..??” tanyaku sambil memperhatikannya.
“ Hmm, tuh si
Raisa..” tunjukknya pada Raisa yang sedang asik sendiri, selfi di dekat
pancuran air. Aku hanya tersenyum, kemudian aku bangkit dan menarik tendanya
menuju dekat tendaku. “ Rey, ngapain sih..?? aku sendiri aja yang pasang..”
cegahnya sambil menahanku, aku lalu berhenti dan menghela nafas berat.
“ Dis, jangan
memanjakan aku seperti ini. Aku bisa kok..” jelasku sambil melanjutkan
mendirikan tendanya. Disa terdiam di sampingku.
“ Maaf Rey. Aku
ngga tega liat kamu, katanya pegal-pegal kok kamu memasang tenda aku..” ujarnya
sambil dengan perasaan bersalah dia menyeret langkahnya menuju kursi di bawah
pohon itu lagi. Disa kembali duduk dan memperhatikannku memasang tenda
miliknya, tapi saat tenda itu akan selesai tiba-tiba aku merasa pusing dan terjatuh.
Gelap..
***
Perlahan
aku membuka mata dan mendapati Disa sedang di sampingku dengan wajahnya yang
pucat karena khawatir. Aku tersenyum.
“
Kamu baik-baik saja kan Rey..??” tanya Aldo yang duduk di samping kananku, aku
hanya mengangguk.
“
Bisa tinggalkan kami dulu..!!” ujar Disa meminta, perlahan satu per satu
teman-temanku kelua dari tenda itu.
“
Maaf Dis..!!” ujarku sambil menatapnya yang sedang menagis kemudian bangkit dan
duduk.
“
Dasar keras kepala..” ujarnya sambil memukul lenganku.
“
Maaf Dis..maaff..” ujarku sambil menahan kedua tanganya yang memukulku lalu
memeluknya.
“
Kenapa kamu ngga mendengarkan aku sih..??” ujarnya masih dalam pelukanku.
“
Maaf, aku tahu aku yang salah..” ujarku sambil melepas pelukanku dan menatapnya
Disa hanya tersenyum lalu kembali memelukku.
“
Lain kali jangan paksakan dirimu..” nasehatnya kembali melepas pelukannya dan
bergegas keluar dari tenda dan mendapati Yupi sedang berdiri menatapi Disa,
Disa hanya berlalu tidak mempedulikan Yupi.
“
Dia sakit apa Dis..???” tanya Yupi, Disa behenti sejenak.
“
Bukan urusanmu Yup..” ujar Disa sambil melanjutkan langkahnya.
“
Disaa..” teriak Yupi, tapi Disa tidak mempedulikannya.
“
Untuk apa kamu mengetahuinya jika kamu pernah hampir membunuhnya Yup..” teriak
Disa keras, aku yang mendengar percakapan mereka hanya diam di dalam tenda
karena memang mereka dekat dengan tendaku. Sedangkan teman-temanku yang
mendengar ucapan Disa hanya menoleh ke arahnya, Disa menagis. Sedangkan Yupi
terdiam menunduk dan meninggalkan mereka yang sedang menghibur Disa.
“
Sudalah Dis..” hibur Raisa sambil menenagkan Disa.
“
Tapi Yupi jahat Sa, dia hampir saja membunuh Rey. Kamu liatkan waktu pulang
dari kampus tempo hari, saat Yupi memukul Rey..” jelas Disa masih menangis.
Raisa hanya menganggunk dengan wajah sedihnya.
“
Rey sakit apa Dis..??” tanya Aldo, Disa menoleh ke arah Aldo, “ Lupakan saja..”
sambung Aldo cepat sambil memelingkan wajah seriusnya dari tatapan Disa.
“
Rey..Reyy..” ucap Disa tergagap, mungkin dia takut.
“
Disaa..” ujarku dari dalam tenda, aku takut teman-temanku akan menjauhiku saat
tahu penyakitku.
“
Iyya Rey..” ujar Disa sambil menghapus air matanya dan menghampiriku diikuti
teman-temanku yang lain.
“
Aku mau minum..” ujarku sambil berusaha berbaring di bantu Aldo. Sedang Disa
bergegas keluar tenda untuk mengambil air minum
“
Hati-hati.” ujar Aldo.
***
Malam menjelang,
aku hanya duduk bersama Aldo di depan tendaku sambil bermain gitar dan
menyanyikan lagu indie yang menurutku sangat cocok dengan keadaanku sekarang. Entalah
lagu ini lagu siapa tapi ini sangat aku sukai.
Pernah kucoba mencintaimu
Sebagai tuntutan hati agar ku bahagia
Harus kuterima begini adanya
Bukan kubahagia hatiku perih terluka
Tunjukkan aku cara membencimu
Biarlah biar semua berlalu
Pergilah kasih jauhkan luka ini dariku
Ajari aku tepiskan wajahmu
Agar tak lagi tersiksa di hati
Temukanlah dia yang ternyata memang
Lebih baik dariku.
Ini semua,
kemana kubawa
Teguhkan cinta tuk pulihkan semua
Harus kucoba tuk menutup mata
Melupakan semua langkah tuk memilikimu
Dari jauh Disa
terus memperhatikanku dengan raut wajah yang sedih, entah apa yang dia
fikirkan. Aku lalu berdiri dan duduk di bawah pohon tempat kami biasa bercanda.
Sambil mendengarkan lagu dari Tabku dengan volume kecil dengan ear phone, aku membuka foto-foto saat
kami di taman pinggir kota dan saat jogging. Tak lama aku asyik dengan Tabku,
aku mendengar suara ribut dari arah belakangku, aku lalu berbalik dan melepas ear phone yang aku pakai. Disana Yupi
dan Disa berdiri berhadapan.
“ Aku minta maaf
Dis..” ujar Yupi sambil berusaha meraih tangan Disa.
“ Minta maaf utuk
apa..??” tanya Disa sambil menepis tangan Yupi.
“ Yang terjadi pada
Rey, aku benar-bener gelap mata..” jelas Yupi.
“ Minta maaf pada
Rey, jangan padaku karena jika kamu minta maaf padaku aku tidak akan
memaafkanmu. Kan aku sudah bilang, jangan dekati aku lagi..” jelas Disa sambil
berbalik arah tapi Yupi mencengahnya.
“ Untuk apa kamu
melindunginy Disa..??” tanya Yupi lagi.
“ Karena aku sayang
padanya, aku sangat mencintainya..” jelas Disa membuatku merasa sakit.
“ Aku juga sayang
dan cinta sama kamu Dis..” ujar Yupi sambil menatap Disa yang matanya mulai
berkaca-kaca lalu.
“ Tapi aku ngga
bisa Yup, seandainya Rey ngga ada kamu ngga pernah punya kesempatan mengucapkan
kalimat yang tidak bergunamu itu..!!” ujar Disa sambil duduk di tanah, menagis.
Yupi hanya diam, mengikuti Disa. Tak lama kemudian Raisa datang menghampiri
Disa yang tidak bisa lagi berkata
apa-apa.
“ Maksud kamu apa
bicara begitu..??” tanya Yupi ngga mengerti. Disa menggeleng.
“ Nggak apa-apa
Dis, mungkin Rey belum siap..” hibur Raisa dan Terry.
“ Sampai kapan aku
harus menunggunya Sa, ini sudah 2 tahun..”jelas Disa, Raisa membimbing Disa
menuju ke tempatku meninggalkan Yupi yang diam seribu bahasa aku lalu
cepat-cepat memasang ear phone aku
kembali dan mereka kaget saat melihatku.
“ Rey..” desah
Disa, tapi aku pura-pura sedang asyik mendengarkan musik padahal aku Cuma
memakai ear phone saja tanpa ada
musik, dia buru-buru menghapus air matanya dan perlahan dia duduk di hadapanku
di temani Raisa.
“ Eh, kalian.
Kenapa belum tidur..??” tanyaku sambil melepas ear phoneku lagi, pura-pura kaget. Disa tersenyum.
“ Lagi suntuk di
tenda.” Jawab Raisa.
“ Kamu ngapain di
sini..??” tanya Disa tertunduk sambil menghapus air matanya lagi.
“ Sama seperti
kalian, suntuk..” jawabku pendek. Disa lalu merebut Tab dari tanganku dan
bermain game, hmm dia sangat pandai menyembunyikan rahasia dariku.
“ Kamu sudah dapat
bahanmu untuk besok..??” tanya Disa tanpa menoleh ke arahku.
“ Belum, kalian
sendiri bagaimana..??” tanyaku sambil menatapnya satu-satu. Disa menggeleng
sama halnya dengan Raisa.
***
Malam semakin larut
Aldo terlihat sangat nyenyak tapi mataku belum bisa terpejam, gelisah. Aku lalu
keluar dari tendaku dan langsung menoleh ke arah tenda Disa dan Raisa, lampu
tendanya masih menyalah. Aku lalu melanjutkan langkahku menuju tepian gunung
itu sambil mencari bahan likusanku nanti. Sambil bermain gitar, aku duduk di
bawah pohon yang cukup rindang.
“ Kenapa belum
tidur..??” tanya seseorang di dekatku aku menghentikan aktifitasku dan meoleh
ke sumber suara itu dan ternyata Disa.
“ Belum ngantuk,
kamu sendiri..??”
“ Mengkhawatirkan
kamu..” jelas Disa sambil menoleh ke arahku tapi aku tetap menatap kosong
kedepan. Menghela nafas berat.
“ Aku takut
menyakitimu Dis..” ujarku terlontar begitu saja.
“ Kenapa kamu
beranggapan begitu..???” tanya Disa dengan nada sedikit getir sambil menghadap
ke arahku.
“ Itu karena aku
sangat sayang padamu..”
“ Sebagai
sahabatmukan..??” potong Disa hampir menangis, aku terdiam.
“ Aku tak bisa
menganggapmu lebih dari itu Dis, dan tak seorang gadispun yang akan
mendapatkannya..!!” jelasku, aku tahu ini cukup menyakiti Disa. Tapi aku
terpaksa.
“ Kemarin aku di
marahi mama..” ujarnya sedikit lemah. Aku memutar badanku hingga kami
berhadapan,
“ Ada, kenapa tante
Ayu marah padamu..??” tanyaku sambil menatapnya.
“ Ini kesalahan aku
sih, mama kaget dan bingung kenapa aku tidak pernah cerita ke beliau masalah
darah yang kamu donorkan saat itu. Dan aku heran kenapa mama baru menanyakan
itu kamarin..” jelasnya.
“ Aku yang cerita
Dis, tapi bukan itu intinya. Tanya sama mama kamu aja yah..” ujarku lalu lalu
berbaring ke rumput. Disa tampak tidak puas dengan pernyataanku. Tapi aku yakin
dia tidak akan memaksaku. Tak terasa aku terlelap dan kembali terbangun saat
Disa sedang duduk di sampingku menatapku, apa dia tidur disini juga..??. Jam
07.00 pagi, teman-temanku sibuk dengan perlengkapan lukis mereka masing-masing,
lalu lalang mencari pemandangan yang keren. Sedang aku sibuk memotret sejak
bangun. Setelah itu aku duduk dibawah pohon dekat tebing sambil memindahkan
foto dari camera SLR yang di belikan oleh Disa ke laptopku. Dan disana aku
mulai mencari gambar pemandangan saat menemukan satu gambar yang menurutku
bagus aku mulai melukisnya sambil mendengarkan musik di temani roti isi dan
segelas susu coklat buatan Disa.
***
Tiba di kosku aku
berbaring kelelahan, mungkin karena berjalan seharian bersama teman-teman. Aku
dan teman-teman yang lain berpisah di kampus karena bus yang kami tumpangi
hanya bisa mengantar kami cuma sampai depan kampus saja. BBM, SMS dan yang
lainnya aku cuekin dulu. Setelah istirahat beberapa jam aku kemudian mandi dan
berpakaian lalu duduk di depan laptopku. Aku lalu membuka BBMku.
From: Disa
“ Kamu dah baikan..?”
20/07/15 18:30
To: Disa
“ Iyya :D..”
20/07/15 18:31
From: Disa
“ Baguslah, aku ada di depan nih”
20/07/15 18:31
To: Disa
“ Serius..??”
20/07/15 18:32
Disa tak menjawab
hanya ada ketukan di pintu kamarku, aku lalu berdiri dan bergegas menuju pintu
dan membukanya.
“ Masih capek..??”
tanya Disa sambil masuk ke kamarku dan menutupnya kembali saat Disa sudah duduk
di tepi kasurku.
“ Sudah agak
mendingan sih. Kamu sendiri gimana..??” tanyaku sambil kembali duduk di depan
laptopku.
“ Makan dulu yuk..”
ujarnya sambil membuka tasnya dan mengeluarkan rantang berisi makanan.
“ Kamu yang
masak..??” tanyaku sambil menghampirinya. Dia hanya mengangguk sambil
menyuapiku.
“ Ngga enak
ya..??”tanyanya sambl menatapku.
“ Ngga, ini enak
kok, makasih ya..” ujarku sambil membelai rambutnya.
***
Siangya
di kampus saat jam kosong Disa tak kelihatan, BBMku pun belum di read. Kemana sih ni anak, bikin khawatir
deh. Aku lalu berjalan di koridor fakultasku dan melihat Disa sedang menagis
disebelahnya ada Yupi yang sedang menghiburnya
Disa menyebut namaku. Sambil merekam lewat kamera Tabku karena iseng
saja merekan, aku menghampiri mereka.
“
Ngga enak ya jadi cewe..” ujarnya sambil terisak, ” Ngga bisa ngungkapin perasaan
duluan pada cowo yang disukai..” sambungnya sambil sandaran di bahu Yupi.
“ Aku bisa
membantumu kok Dis..” hibur Yupi sambil menepuk bahu Disa.
“ Ngga Yup, aku
ngga mau Rey terbebani. Cukup aku saja yang selalu sayang dan cinta padanya..”
jelas Disa.
“ Kamu sudah
katakan pada Rey..??” tanya Yupi sambil menatap Disa. Disa menggeleng.
“ Tapi aku sudah
mengatakannya lewat perhatianku padanya, tapi sepertinya dia tidak
merasakannya..” jelas Disa lagi.
“ Sudahlah Dis,
pasti dia akan tau. Aku yakin itu..” hibur Yupi lagi, Disa terlihat mengangguk.
“ Yuk ke kelas..” ajak Yupi lagi, Disa kembali mengangguk. Aku lalu bergegas
pula berlawanan arah dengan mereka bertiga dan hampir saja menabrak Terry yang
sedang berdiri tepat di depanku.
“ Eh, maaf Ter..”
ujarku sambil berlalu.
“ Kamu kenapa sih
Rey..??” ujar Terry, aku berhenti melangkah “seharusnya jika kamu tidak suka
pada Disa kamu jangan memberinya harapan. 2 tahun Rey dia nunggu kamu, kamu
bisa bayangin ngga..” sambungnya. Aku menghela nafas berat, mengapa semua
teman-temanku tahu hal ini.
“ Jika kamu ingin
membahas ini, sebaiknya jangan disini..” ujarku sambil berlalu kemudian Terry
menjajariku menuju sudut taman samping fakultas kami.
“ Aku minta maaf
Rey jika aku mencampuri urusanmu, tapi Disa adalah sahabatku begitupun denganmu
Rey. Aku ngga bisa diam saat sahabatku terkena masalah..” jelas Terry sambil
duduk di depanku.
“ Ngga apalah Ter,
aku juga lagi nyari teman tuk curhat..” ujarku sambil membuka Tabku dan
memperlihatkannya pada Terry.
“ Apa ini Rey..??”
tanya Terry tak mengerti.
“ Di dalamnya ada
semua kenangan aku dan Disa selama 2 tahun ini Ter..” jelasku, Terry sambil
mengotak atik aplikasi didalam Tabku.
“ Sudah berapa
banyak foto dan rekamannya kamu kumpulkan..??” tanya Terry ingin tahu sambil
melihat fotoku bersama Disa.
“ Cukup banyak sih,
sebagian ada di notebook...” jelasku.
“ Katanya kamu
sakit ya..???” tanya Terry mengalihkan pembicaraan, aku hanya terdiam. “ Maaf,
Disa cerita banyak tentangmu..” sambungnya lagi.
“ Ngga apa-apa Ter,
yah setahun belakangan ini aku sakit..” jelasku pelan.
“ Itu sebabnya kamu
ngga bisa menerima Disa..??” tanya Terry lagi, aku mengangguk.
“ Disa sudah tahu
kalau aku juga suka padanya, tapi dia ingin mendengarnya langsung dariku bukan
lewat tulisan tanganku. Disa sudah mengenalku dengan baik, apa yang aku suka,
apa yang tidak aku suka Disa tahu semuanya..” jelasku panjang.
“ Termasuk
penyakitmu..??” tanya Terry pelan, aku mengangguk
Terry terdiam
***
Saat pulang dari
kampus Disa tampak tak biasanya, dia sangat pucat dan sedikit kusut mamanya
yang sedang duduk santai di ruang keluarga kaget dan heran kenapa anak gadisnya
seperti itu, beliau lalu menaruh majalahnya dan mengikuti Disa ke kamarnya.
“ Disa..” panggil
mamanya sat Disa menggenggam handle pintu kamarnya, Disa menghentikan langkahnya.
“ kamu kenapa nak..??” tanya mamanya lagi sambil membalikkan tubuh Disa
kemudian membelai rambutnya.
“ Rey ma..” jawab
Disa pedek sambil memeluk mamanya.
“ Ada apa dengan
Rey ceritakan pada mama, apa dia menyakitimu..??” tanya mamanya lagi ingin
memastikan, Disa hanya menggangguk di pelukan mamanya.
“ Ma, aku minta
maaf sebelumnya. Masalah donor darah yang di berikan oleh Rey, mama bener-bener
ngga tahu..??” tanya Disa melepas pelukannya dan menatap mamanya, mamanya
mengangguk. “ kirain mama sudah tahu dari RS tempat Disa di rawat dulu jadi
Disa ngga mengungkitnya lagi..” sambung Disa.
“ Sudahlah nak,
mama sudah ngerti sekarang..” jelasnya.
“ Disa mau nanya,
apa bener mama sama Rey pernah bertemu dan ada sesuatu yang Rey bicarakan sama
mama..??” tanya Disa lagi.
“ Iyya..” jawab
mamanya lemah.
“ Kok mama jawabnya
gitu sih, ada apa maa..??” tanya Disa semakin mendesak mamanya.
“ Mama tahu kamu
suka pada Rey begitupun sebaliknya, tapi Rey berpesan pada mama agar menjagamu.
Katanya dia ngga mau menyakitimu dan lagi dia sakit Dis, tapi mama belum
mengetahui dia sakit apa. Mama kasian padanya di samping harus kuliah, dia
harus berjuang melawan sakitnya dari biaya kakaknya..” jelas mamanya panjang.
“ Kakaknya..??”
“ Iyya..”
“ Kok Disa ngga
pernah tahu sih..”
Mama Disa hanya
diam
“ Rey kanker otak
ma..” ujar Disa pelan dan hampir ngga kedengaran. Mama Disa tambah ngga bisa
berkata lagi.
***
Keesokan harinya
aku hanya menghabiskan waktuku di dalam kamar
hanya membuat blog, entahlah ideku untuk membuat blog terlintas begitu
saja saat Terry mengintrogasiku tentang hubunganku dengan Disa kemarin sore.
Aku lalu mengupload isi diaryku 2 tahun ini saat bersama Disa dan beberapa lagu
indi favoritku. Saat sedang asyik mengetik, darah dari hidungku menetes lagi.
Aku lalu mengusapnya dan bergegas mengambil tissu. Sesaat aku membersihkan
hidungku dan berdiri di depan cermin lemari pakaiannku, tak lama lagi rambut
gonrongku akan habis. Aku tersenyum getir menatap banyangan pucatku di cermin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar