A.Tikus
Tikus
(Rattus argentiventer (Rob.& Kloss)) merusak tanaman padi pada semua
tingkat pertumbuhan, dari semai hingga panen, bahkan di gudang
penyimpanan.Kerusakan parah terjadi jika tikus menyerang padi pada fase
generatif, karena tanaman sudah tidak mampu membentuk anakan baru.Tikus merusak
tanaman padi mulai dari tengah petak, kemudian meluas ke arah pinggir.Tikus
menyerang padi pada malam hari.Pada siang hari, tikus bersembunyi di dalam
lubang pada tanggul-tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah perkampungan
dekat sawah.Pada periode bera, sebagian besar tikus bermigrasi ke daerah
perkampungan dekat sawah dan kembali lagi ke sawah setelah pertanaman padi
menjelang fase generatif.
Cara
pengendalian
Kendalikan
tikus pada awal musim tanam sebelum memasuki masa reproduksi.Kegiatan tersebut
meliputi gropyok masal, sanitasi habitat, pemasangan TBS (Trap Barrier System)
/ Sistem Bubu Perangkap) dan LTBS (Linear Trap Barier Sistem).Gropyok dan
sanitasi dilakukan pada habitat-habitat tikus seperti sepanjang tanggul
irigasi, pematang besar, tanggul jalan, dan batas sawah dengan
perkampungan.Pemasangan bubu perangkap pada pesemaian dan pembuatan TBS
dilakukan pada daerah endemik tikus untuk menekan populasi tikus pada awal
musim tanam.
B.Keongmas
Keong
mas (Pomacea canaliculata Lamarck) diperkenalkan ke Asia pada tahun 1980an dari
Amerika Selatan sebagai makanan potensial bagi manusia.
Namun, kemudian keong mas menjadi hama utama padi yang menyebar ke Filipina, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Keong mas memakan tanaman padi muda serta dapat menghancurkan tanaman pada saat pertumbuhan awal.
Namun, kemudian keong mas menjadi hama utama padi yang menyebar ke Filipina, Kamboja, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Keong mas memakan tanaman padi muda serta dapat menghancurkan tanaman pada saat pertumbuhan awal.
Cara
pengendalian
Saat-saat
penting untuk mengendalikan keong mas adalah pada 10 hari pertama untuk padi
tanam pindah dan sebelum tanaman berumur 21 hari pada tabela (tanam benih
secara langsung). Setelah itu, tingkat pertumbuhan tanaman biasanya lebih
tinggi daripada tingkat kerusakan akibat keong.
Semut
merah memakan telur keong, sedangkan bebek (dan kadang-kadang tikus) memakan
keong muda.Bebek ditempatkan di sawah selama persiapan lahan tahap akhir atau
setelah tanaman tumbuh cukup besar (misalnya 30-35 hari setelah tanam); keong
dapat dipanen, dimasak untuk dimakan oleh manusia.
Pungut
keong dan hancurkan telurnya. Hal ini paling baik dilakukan di pagi dan sore hari
ketika keong berada pada keadaan aktif. Tempatkan tongkat bambu untuk menarik
keong dewasa meletakkan telurnya.
Tempatkan
dedaunan dan pelepah pisang untuk menarik perhatian keong agar pemungutan keong
lebih mudah dilakukan.
Keong
bersifat aktif pada air yang menggenang/ diam dan karenanya, perataan tanah dan
pengeringan sawah yang baik dapat menekan kerusakan. Buat saluran-saluran kecil
(misalnya, lebar 15-25 cm dan dalam 5 cm) untuk memudahkan pengeringan dan
bertindak sebagai titik fokus untuk mengumpulkan keong atau membunuh keong
secara manual. Apabila pengendalian air baik, pengeringan dan pengaliran air ke
sawah dilakukan hingga stadia anakan (misalnya, 15 hari pertama untuk tanam
pindah dan 21 hari pertama untuk tabela).
C.Penggerek Batang
Penggerek
batang adalah hama yang ulatnya hidup dalam batang padi. Hama ini berubah
menjadi ngengat berwarna kuning atau coklat; biasanya 1 larva berada dalam 1
anakan.Ngengat aktif di malam hari. Larva betina menaruh 3 massa telur
sepanjang 7-10 hari masa hidupnya sebagai serangga dewasa. Massa telur
penggerek batang kuning berbentuk cakram dan ditutupi oleh bulu-bulu berwarna
coklat terang dari abdomen betina. Setiap massa telur mengandung sekitar 100
telur.
Cara
pengendalian
Lindungi
agen pangendalian hayati—Untuk melindungi musuh alami penggerek batang, jangan
gunakan pestisida berspektrum luas, mis.methyl parathion.
oSayat
ujung helaian daun sebelum tanam pindah.—Telur-telur penggerek batang kuning
diletakkan dekat ujung helaian daun. Dengan menyayat bibit sebelum tanam
pindah, pengalihan telur dari persemaian ke sawah dapat dikurangi.
oTanam
belakangan (sedikit terlambat) untuk menghindari ngengat penggerek batang
kuning.
oVarietas
tahan—Beberapa varietas seperti PB36, PB32, IR66, dan IR77 mampu menghasilkan
anakan baru sehingga mengkompensasi anakan yang mati.
oJemur
atau hamparkan jerami di bawah sinar matahari untuk membunuh larva yang
terdapat di situ.
oJaring
larva penggerek batang pada daun yang mengapung dengan jaring.
oOlah
dan genangi sawah setelah panen.
Pengendalian
kimiawi
Insektisida
sistemik berbentuk granular seperti karbofuran, bensultap, bisultap,
karbosulfan, dimehipo, atau fipronil yang masuk ke dalam tanaman, merupakan
bahan kimia yang dapat Beluk pada stadia reproduktif.Sundep.Larva penggerek
batang padi putih.Imago penggerek batang padi putih.Imago penggerek batang padi
merah jambu.Larva penggerek batang padi merah jambu.mengendalikan penggerek
setelah masuk ke dalam batang. Penyemprotan efektif untuk kupu-kupu.Sebagaimana
halnya dengan pestisida lainnya, keuntungan dari penggunaan insektisida harus
mempertimbangkan risiko terhadap kesehatan dan lingkungan. Penggunaan
insektisida yang tidak sesuai akan mengganggu keseimbangan alami karena
terbunuhnya musuh alami hama penggerek batang, menyebabkan resurjensi atau
ledakan serangan hama. Sebelum menggunakan pestisida, hubungi petugas
perlindungan tanaman atau penyuluh untuk mendapatkan saran dan petunjuk.Baca
petunjuk yang tertera di label dengan teliti setiap sebelum pestisida digunakan.
D.Tungro
Tungro
adalah penyakit virus pada padi yang biasanya terjadi pada fase pertumbuhan
vegetatif dan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil dan berkurangnya jumlah
anakan.Pelepah dan helaian daun memendek dan daun yang terserang berwarna
kuning sampai kuning-oranye. Daun muda sering berlurik atau strip berwarna
hijau pucat sampai putih dengan panjang berbeda sejajar dengan tulang daun.
Gejala mulai dari ujung daun yang lebih tua.Daun menguning berkurang bila daun
yang lebih tua terinfeksi.Dua spesies wereng hijau Nephotettix
malayanus dan N.virescens adalah serangga yang menyebarkan
(vektor) virus tungro.
Cara
pengendalian
° Varietas
tahan. Penggunaan varietas tahan seperti TukadUnda, Tukad Balian, Tukad Petanu,
Bondoyudo, dan Kalimas merupakan cara terbaik untuk mengendalikan tungro.
Rotasi varietas penting untuk mengurangi gangguan ketahanan. Pembajakan di
bawah sisa tunggul yang terinfeksi.Hal ini dilakukan untuk mengurangi sumber
penyakit dan menghancurkan telur dan tempat penetasan wereng hijau.Bajak segera
setelah panen bila tanaman sebelumnya terkena penyakit.
° Cabut
dan bakar tanaman yang sakit. Ini perlu dilakukan kecuali bila serangan tungro
sudah menyeluruh.Bila serangan sudah tinggi maka mungkin ada tanaman yang
terinfeksi tungro tapi kelihatan sehat.Mencabut tanaman yang terinfeksi dapat
mengganggu wereng hijau sehingga makin menyebarluaskan infeksi tungro.
° Tanam
benih langsung (Tabela): Infeksi tungro biasanya lebih rendah pada tabela
karena lebih tingginya populasi tanaman (bila dibandingkan tanam pindah).
Dengan demikian wereng cenderung mencari dan makan serta menyerang tanaman yang
lebih rendah populasinya.
° Waktu
Tanam: Tanam padi saat populasi wereng hijau dan tungro rendah.
°
Tanam serempak: Upayakan petani tanam serempak. Ini mengurangi
penyebaran tungro dari satu lahan ke lahan lainnya karena stadium tumbuh yang
relatif seragam.
° Bera
atau rotasi. Pertanaman padi terus-menerus akan meningkatkan populasi wereng
hijau sehingga sulit mencegah infeksi tungro. Adanya periode bera atau tanaman
lain selain padi dapat mengurangi populasi wereng hijau dan ketersediaan inang
untuk virus tungro.
E.Hawar Bakteri
(HB-Bacterial blight)
Hawar
Bakteri (HB) atau Hawar Daun Bakteri (HDB) merupakan penyakit yang dapat
menginfeksi bibit dan tanaman tua.Bila HB terjadi pada tanaman muda disebut
kresek dan bila terjadi pada tanaman tua disebut hawar daun.Tanaman yang
terinfeksi kehilangan areal daun dan menghasilkan gabah yang lebih sedikit dan
hampa.Pada pembibitan, daun yang terinfeksi berubah hijau keabu-abuan
menggulung dan akhirnya mati.
Cara
pengendalian
Gunakan
varietas tahan. Ini adalah cara yang paling efektif dalam mengendalikan
penyakit. Pemupukan lengkap—Penyakit semakin parah bila pupuk N dipakai secara
berlebihan, tanpa P dan K.
Kurangi
kerusakan bibit dan penyebaran penyakit
Infeksi
bibit terjadi melalui luka dan kerusakan bagian tanaman.Penanganan yang buruk
atau angin kencang dan hujan dapat menyebabkan tanaman sakit.Penyakit menyebar
melalui kontak langsung antara daun sehat dengan daun sakit melalui air dan
angin.
Kurangi
penyebaran penyakit dengan
•penanganan
bibit secara baik waktu tanam pindah,
•pengairan
dangkal pada persemaian, dan
•membuat
drainase yang baik ketika genangan tinggi
Kurangi
jumlah inokulum
Tunggul
tanaman yang terinfeksi dan gulma dapat menjadi sumber inokulum.
•Pertahankan
kebersihan sawah — buang atau bajak gulma, jerami yang terinfeksi, ratun padi
yang semuanya dapat menjadi sumber inokulum.
•Keringkan
sawah — upayakan sawah bera mengering untuk membunuh bakteri yang mungkin
bertahan dalam tanah atau sisa tanaman.
Pengendalian
Hama Dan Penyakit Tanaman Padi
Tanaman padi (Oryza
sativa) sebagai sumber utama makanan pokok memegang peranan yang sangat
penting dalam usaha pemenuhan kebutuhan pangan. Dalam usaha pertanian
padi adalah potensi hasil yang maksimal, meskipun menggunakan
varietas unggul, pemupukan, pengairan dan perbaikan cara bercocok tanam telah
diterapkan. Pengenalan terhadap jenis hama dan penyakit yang menyerang merupakan
langkah awal yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan dalam usaha
pengendalian. Apalagi dengan penggunaan Pupuk Organik
Nasa DanPestisida Organik Nasa dimana produk ini sudah banyak petani
yang telah membuktikannya.Adapun Hama Dan Penyakit pada tanaman padi
sebagai berikut :
A. Penggerek
Batang / Sundep beluk .
Penggerek
batang merupakan hama paling menakutkan pada pertanaman padi, karena sering
menimbulkan kerusakan berat dan kehilangan hasil yang tinggi. Di lapang,
kehadiran hama ini ditandai oleh kehadiran ngengat (kupu-kupu) dan kematian
tunas padi, kematian malai, dan ulat penggerek batang.
Hama
ini merusak tanaman pada semua fase tumbuh, baik pada saat pembibitan, fase
anakan, maupun fase berbunga. Bila serangan terjadi pada pembibitan sampai fase
anakan, hama ini disebut sundep, dan jika terjadi pada saat berbunga, disebut
beluk.
Cara
Pengendaliannya :
Sampai
saat ini belum ada varietas yang tahan penggerek batang. Oleh karena itu gejala
serangan hama ini perlu diwaspadai, terutama pada pertanaman di musim hujan.
Waktu
tanam yang tepat, merupakan cara yang efektif untuk menghindari serangan
penggerek batang.
Hindari
penanaman pada musim Desember-Januari, karena suhu, kelembaban, dan curah hujan
pada saat itu sangat cocok bagi perkembangan penggerek batang, sementara
tanaman padi yang baru ditanam, sangat sensitif pada hama ini. Tindakan
pengendalian harus segera dilakukan, kalau > 10% rumpun memperlihatkan
gejala sundep atau beluk.
Pemakaian
produk nasa yang berupa Natural BVR dari awal tanam sangat
efektif untuk mencegah hama sundep beluk tersebut.Natural BVR yang
mengandung jamur Beuveria bassiana, dengan kandungan 10 pangkat 10 spora
per gram nya mampu mencegah sundep beluk dengan tidak mematikan musuh alaminya.
Jadi, dengan sekali semprot, maka hama dan penyakit pada padi serta merta
tercegah dan terkendali, dengan didukung sertifikasi serta kualitas yang tidak
perlu diragukan maka pemakaian NATURAL BVRsangat dianjurkan bagi
petani dari awal tanam.
Pemakaian
produk nasa yang berupa Natural Glio di awal tanam dengan di
campurkan pupuk kandang atau dengan di campurkan Super Nasa.
Pemupukan
yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro maupun mikro yang di perlukan
tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk organik nasa yang
berupa Super Nasa dengan di campurkan 50% pupuk kimia yang biasa di
pakai.
B.
Wereng Hijau.
Peran
wereng hijau (WH) dalam sistem pertanaman padi menjadi penting oleh karena WH
merupakan vektor penyakit tungro, yang merupakan salah satu penyakit virus
terpenting di Indonesia. Kemampuan WH sebagai penghambat dalam sistem pertanian
padi sangat tergantung pada penyakit virus tungro.Sebagai hama, WH banyak
ditemukan pada sistem sawah irigasi teknis, ekosistem tadah hujan, tetapi tidak
lazim pada ekosistem padi gogo.WH menghisap cairan dari dalam dari dalam daun
bagian pinggir, tidak menyukai pelepah, atau daun-daun bagian tengah.
Adapun
gejala tanaman padi yang terkena serangan Werwng hijau ( WH ) :
WH
menyebabkan daun-daun padi berwarna kuning sampai kuning oranye.
Penurunan
jumlah anakan, dan pertumbuhan tanaman yang terhambat (memendek).
Pemupukan
unsur nitrogen ( Urea / ZA ) yang tinggi sangat memicu perkembangan WH.
Cara
Pengendaliannya :
Dianjurkan
menanam varietas tahan tungro seperti Tukad insektisida.
Pemakaian
produk nasa yang berupa Natural BVR dari awal tanam sangat
efektif untuk mencegah hama sundep beluk tersebut.Natural BVR yang
mengandung jamur Beuveria bassiana, dengan kandungan 10 pangkat 10 spora
per gram nya mampu mencegah wereng hijau ( WH ) dengan tidak mematikan musuh
alaminya. Jadi, dengan sekali semprot, maka hama dan penyakit pada padi
serta merta tercegah dan terkendali, dengan didukung sertifikasi serta kualitas
yang tidak perlu diragukan maka pemakaian NATURAL BVR sangat dianjurkan
bagi petani dari awal tanam.
C.
Walang sangit.
Walang
sangit merupakan hama yang umum merusak bulir padi pada fase pemasakan.
Mekanisme merusaknya yaitu menghisap butiran gabah yang sedang mengisi. Apabila
diganggu, serangga akan mempertahankan diri dengan mengeluarkan bau. Selain
sebagai mekanisme mempertahankan diri, bau yang dikeluarkan juga untuk menarik
walang sangit lain dari species yang sama. Walang sangat merusak tanaman ketika
mencapai fase berbunga sampai matang susu. Kerusakan yang ditimbulkannya
menyebabkan beras berubah warna dan mengapur, serta gabah menjadi hampa.
Cara
Pengendaliannya :
Mengendalikan
gulma, baik yang ada di sekitar sawah maupun yang ada di sekitar pertanaman.
Meratakan
lahan dengan baik dan pemupukan yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro
maupun mikro yang di perlukan tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk
organik nasa yang berupa Super Nasa dengan di campurkan 50%
pupuk kimia yang biasa di pakai.
Pemakaian
produk nasa yang berupa Natural BVR dari awal tanam sangat efektif
untuk mencegah hama sundep beluk tersebut.Natural BVR yang mengandung
jamur Beuveria bassiana, dengan kandungan 10 pangkat 10 spora per gram nya
mampu mencegah walang sangit dengan tidak mematikan musuh alaminya. Jadi,
dengan sekali semprot, maka hama dan penyakit pada padi serta merta
tercegah dan terkendali, dengan didukung sertifikasi serta kualitas yang tidak
perlu diragukan maka pemakaian NATURAL BVR sangat dianjurkan bagi
petani dari awal tanam.
Menyemprotkan Pestisida
Organik Nasa yang berupa Pestona + Aero-810 dengan interval 10
hari sekali.Lakukan dari awal tanam dan diwaktu sore hari.
D.
Wereng Coklat (WCK)
Wereng
coklat dapat menyebabkan daun berubah kuning oranye sebelum menjadi coklat dan
mati.Dalam keadaan populasi wereng tinggi dan varietas yang ditanam rentan
wereng coklat, dapat mengakibatkan tanaman seperti terbakar atau
“hopperburn“.Wereng coklat juga dapat menularkan penyakit virus kerdil hampa
dan virus kerdil rumput, dua penyakit yang sangat merusak.
Ledakan
WCK biasanya terjadi akibat penggunaan pestisida yang tidak tepat, penanaman
varietas rentan, pemeliharaan tanaman, terutama pemupukan, yang kurang tepat,
dan kondisi lingkungan yang cocok untuk WCK (lembab, panas, dan pengap).
Cara
pengendaliannya :
Melakukan
pemantauan secara rutin dan terjadwal yang dilakukan dengan cara mengamati
areal tanaman padi dalam interval waktu tertentu (misalnya seminggu sekali),
sejak awal persemaian, penanaman sampai panen.
Memusnahkan
singgang (sisa tanaman) yang terserang virus kerdil rumput dan kerdil hampa
dengan cara mengolah tanah sesegera mungkin setelah tanaman padi dipanen.
Dengan kita membiarkan lahan tersebut, maka kemungkinann timbulnya serangan
virus akan lebih besar saat kita memulai penanaman kembali.
Menanam
padi varietas unggul tahan hama. Penanaman varietas tahan hama terbukti mampu
dan efektif mengurangi serangan wereng coklat.
Melakukan
pemusnahan selektif terhadap tanaman padi yang terserang ringan. Artinya
memilih tanaman padi yang terserang dengan cara mengambilnya untuk kemudian
dibuang/dibakar di tempat lain. Bila terjadi serangan berat, maka perlu
dilakukan pemusnahan (eradikasi) total.
Pemupukan
yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro maupun mikro yang di perlukan
tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk organik nasa yang
berupa Super Nasa dengan di campurkan 50% pupuk kimia yang biasa di
pakai.
Pemakaian
produk nasa yang berupa Natural BVR dari awal tanam sangat
efektif untuk mencegah hama sundep beluk tersebut.Natural BVR yang
mengandung jamur Beuveria bassiana, dengan kandungan 10 pangkat 10 spora
per gram nya mampu mencegah wereng coklat dengan tidak mematikan musuh
alaminya. Jadi, dengan sekali semprot, maka hama dan penyakit pada padi
serta merta tercegah dan terkendali, dengan didukung sertifikasi serta kualitas
yang tidak perlu diragukan maka pemakaian NATURAL BVR sangat
dianjurkan bagi petani dari awal tanam.
Menyemprotkan Pestisida
Organik Nasa yang berupa Pestona + Aero-810 dengan interval 10
hari sekali.Lakukan dari awal tanam dan diwaktu sore hari.
E.
Hawar Daun Bakteri.
Hawar
daun bakteri (HBD) merupakan penyakit bakteri yang tersebar luas dan menurunkan
hasil sampai 36 %.Penyakit terjadi pada saat musim hujan atau musim kemarau
yang basah, terutama pada lahan sawah yang selalu tergenang, dan dipupuk N
tinggi (> 250 kg Urea/ha).
Penyakit
HDB menghasilkan dua gejala khas, yaitu kresek dan hawar.Kresek adalah gejala
yang terjadi pada tanaman berumur < 30 hari (persemaian atau yang baru
pindah).Daun-daun berwarna hijau kelabu, melipat, dan menggulung.Dalam keadaan
parah keadaan daun menggulung, layu, dan mati, mirip tanaman yang terserang
penggerek batang atau terkena air panas (lodoh).Sementara, hawar merupakan
gejala yang paling umum pada tanaman yang telah mencapai fase tumbuh anakan sampai
fase pemasakan.
Gejala
diawali dengan timbulnya bercak abu-abu (kekuningan) umumnya pada tepi daun.
Dalam perkembangannya gejala akan meluas, membentuk hawar, dan akhirnya daun
mengering. Dalam keadaan lembab (terutama pagi hari), kelompok bakteri, berupa
butiran berwarna kuning keemasan, dapat dengan mudah ditemukan pada daun-daun
yang menunjukkan gejala hawar. Dengan bantuan angin, gesekkan antar daun, dan
percikan air hujan, massa bakteri ini berfungsi sebagai alat penyebar penyakit
HDB.
Cara
pengendaliannya :
Pemupukan
yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro maupun mikro yang di perlukan
tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk organik nasa yang
berupa Super Nasa dengan di campurkan 50% pupuk kimia yang biasa di
pakai.
pengaturan
air air yang cukup.
Hindari
penggenangan air yang terus menerus, misalkan 1 hari digenangi dan 3 hari
dikeringkan.
Pemakaian
produk nasa yang berupa Natural Glio di saat olah tanah
dengan di campurkan pupuk kandang atau dengan di campurkan Super Nasa.
Menyemprotkan Pestisida
Organik Nasa yang berupa Pestona + Aero-810 dengan interval 10
hari sekali.Lakukan dari awal tanam dan diwaktu sore hari.
F.
Busuk batang .
Busuk
batang merupakan penyakit yang menginfeksi bagian tanaman dalam kanopi dan
menyebabkan tanaman menjadi mudah rebah.Untuk mengamati penyakit ini, kanopi
pertanaman perlu dibuka.Perlu diwaspadai apabila terjadi kerebahan pada
pertanaman, tanpa sebelumnya terjadi hujan dengan angin yang kencang.
Gejala
awal berupa bercak berwarna kehitaman, bentuknya tidak teratur pada sisi luar
pelepah daun dan secara bertahap membesar.Akhirnya, cendawan menembus batang
padi yang kemudian menjadi lemah, anakan mati, dan akibatnya tanaman menjadi
rebah.
Cara
pencegahannya :
Tunggul-tunggul
padi sesudah panen dibakar atau didekomposisi.
Keringkan
petakan dan biarkan tanah sampai retak sebelum diairi lagi.
Pemupukan
yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro maupun mikro yang di perlukan
tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk organik nasa yang
berupa Super Nasa dengan di campurkan 50% pupuk kimia yang biasa di
pakai.
Pemakaian
produk nasa yang berupa Natural Glio di saat olah tanah
dengan di campurkan pupuk kandang atau dengan di campurkan Super Nasa.
G.
Bercak Cercospora.
Bercak
cercospora disebabkan oleh jamur Cercospora oryzae.Penyakit menyebabkan
kerusakan yang serius pada pertanaman dilahan yang kurang subur.Penyakit
menghasilkan gejala lurus sempit berwarna coklat pada helaian daun bendera,
pada fase tumbuh-pemasakan.Gejala juga dapat terjadi pada pelepah dan kulit
gabah.
Cara
pengendaliannya :
Pemupukan
yang teratur dengan menyeimbangkan unsur makro maupun mikro yang di perlukan
tanaman padi.Yaitu dengan pemakaian pupuk organik nasa yang
berupa Super Nasa dengan di campurkan 50% pupuk kimia yang biasa di
pakai.
Pemakaian
produk nasa yang berupa Natural Glio di saat olah tanah
dengan di campurkan pupuk kandang atau dengan di campurkan Super Nasa.
Pengendalian
Hama & Penyakit Tanaman Padi
HAMA
DAN PENYAKIT TANAMAN PADI DAN PENGENDALIANNYA
Berisi
Tulisan mengenai Pengendalian Hama dan penyakit yang ada pada tanaman Padi di
mulai dari Bioekologi hama dan penyakit tanaman padi, pengendalian baik secara
kimia maupun pengendalian secara hayati.
A.
HAMA TANAMAN PADI
a.
Tikus sawah ( Rattus argentiventer Rob & Kloss )
Bioekologi
:
Bagian
punggung berwarna coklat muda berbecak hitam, perut dan dada
putih. Panjang kepala dengan badan 130-210 mm, ekor 120- 200mm, dan
tungkai 34-43 mm. Jumlah putting susu tikus betina 12 buah, 3 pasang di dada
dan 3 pasang di perut.
Kepadatan
populasi tikus berkaitan dengan fase pertumbuhan tanaman padi. Serangan tikus
dapat terjadi sejak di pesemaian, pertanaman sampai pasca panen. Pada pesemaian
sampai tanaman fase vegetatif , populasi tikus umumnya masih rendah dan
kepadatan populasi meningkat pada fase generatif.
Di
lahan yang ditanami padi secara terus menerus ( 2 kali/tahun) puncak populasi
akan terjadi 2 kali , yaitu pada saat tanaman fase generatif. Di lahan yang
ditanami padi 1 kali/tahun , puncak populasi hanya terjadi 1 kali, yaitu fase
generatif.
Pada
saat tanaman fase generatif, kebutuhan gizi tikus jantan belum terpenuhi, untuk
membuahi tikus betina. Perkembangbiakannya mulai terjadi saat primordial dan
terus berlangsung sampai fase generatif. Tikus jantan siap kawin pada umur 60
hari, sedangkan tikus betina siap kawin pada umur 8 hari. Masa bunting
berlangsung selama 19-23 hari. Dua hari setelah melahirkan, tikus betina mampu
kawin lagi.
Jumlah
anak berkisar 2-18 ekor/induk/kelahiran :
-
kelahiran I : 6-18 ekor/induk.
-
kelahiran II s/d VI : 6 – 8 ekor/induk.
-
kelahiran VII, dst : 2-6 ekor/induk.
Secara
teoritis dari 1 pasang tikus dapat menjadi ± 2.000 ekor dalam waktu 1 tahun.
Pada
saat tanaman fase vegetatif, tikus hidup soliter dan di luar liang, sedang pada
fase generatif, tikus hidup berpasang-pasangan dan tinggal di dalam liang.
Pada
saat tanaman fase vegetatif, kontruksi liang dangkal dan tidak
bercabang-cabang. Setelah fase generatif , liang dibuat lebih dalam, lebih
panjang, bercabang-cabang dan mempunyai pintu lebih dari satu. Persawahan
dengan pematang yang sempit ( lebar < 30 cm ), hanya sedikit digunakan
sebagai tempat liang.
Luas
wilayah dan jarak jelajah harian tikus dipengaruhi jumlah sumber pakan da
populasi tikus. Bila sumber pakan berlimpah ( fase generatif tanaman ), jelajah
hariannya pendek ( 50-125 m ) dan bila sumber pakan sedikit ( fase pengolahan
tanah sampai dengan akhir vegetatif ) jelajah harian panjang ( 100- 200 m ).
Migrasi tikus mencapai 1-2 km. Tetapi bila daya dukung wilayah menjamin, tikus
tidak akan bermigrasi.
Untuk
kelangsungan hidupnya, tikus memerlukan pakan, air dan tempat persembunyian.
Keberadaan tikus di lapang dapat diketahui dengan cara pengumpanan tanpa racun
yang dipasang minimal sebanyak 20 titik umpan/ha atau pengamatan jejak dan jalan
lintas tikus.
TEKNIK
PENGENDALIAN.
Pengendalian
tikus harus sudah dilaksanakan pada saat tanaman padi di persemaian sampai
anakan maksimum dengan teknik pengendalian sebagai berikut :
1. Pada
saat pra tanam atau pengolahan tanah dilakukan gropyokan, sanitasi lingkungan
dan pengumpanan beracun di habitatnya.
2. Tanam
serentak dengan selang < 10 hari dalam areal luas (+ 300 Ha) sehingga
masa generatif tanaman hampir serempak yang diharapkan pertumbuhan populasi
tikus dapat dideteksi dan upaya pengendalian dapat direncanakan dengan baik.
3. Minimalisasi
ukuran pematang dan tanggul disekitar persawahan sehingga mengurangi kesempatan
pembuatan liang
4. Sanitasi
lingkungannam persawahan (semak, rumput dan tempat persembunyian lain)
5. Pemagaran
persemaian dengan plastik dan dikombinasikan dengan pemasangan perangkap bubu
6. Pada
tanaman muda dilakukan pemasangan umpan beracun antikoagulan, pengemposan,
sanitasi lingkungan, pemasangan pagar plastik dan dikombinasikan dengan
perangkap bubu pada pertanaman yang berbatasan dengan sumber serangan
7. Pemasangan
bubu yang dikombinasikan dengan pagar plastik serta tanaman
perangkap. Untuk setiap + 13 ha dapat diwakili satu petak
tanaman perangkap.
8. Pemanfaatan
musuh alami antara lain kucing, anjing, ular sawah, burung elang dan burung
hantu.
Normal
0 false false false EN-US X-NONE X-NONE /* Style Definitions */
table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";}
TEKNIK
PENGENDALIAN.
1.
Pengaturan Pola Tanam.
Pengaturan
pola tanam yang diterapkan adalah tanam serentak, pergiliran tanaman dan
pergiliran varietas berdasarkan tingkat ketahanan dan tingkat biotipe wereng
batang coklat
Dengan
tanam serentak diharapkan tidak terjadi tumpang tindih generasi hama sehingga
populasi wereng coklat tidak mempunyai kemampuan untuk berkembangbiak terus
menerus, memudahkan pengamatan dan tindakan korektif apabila
diperlukan. Tanam serentak juga dapat membantu memutus ketersediaan
makanan hama karena adanya periode tidak ada tanaman (bera). Tanam serentak
hendaknya dilakukan pada areal yang sekurang-kurangnya satu petak tersier atau
wilayah kelompok tani dengan selisih waktu tanam paling lama 2 minggu.
2.
Penggunaan Varietas Tahan.
Penggunaan
varietas tahan dan pergiliran varietas tahan dilakukan untuk menekan dan
menghambat perkembangan biotipe baru. Varietas yang digilir harus dari kelompok
varietas yang memiliki gen tahan baik dalam musim maupun antar musim namun
demikian penggunaan varietas tahan masih mengandung resiko karena ketahanan
genetik varietas tahan dapat dipatahkan oleh adanya perkembangan biotipe wereng
coklat.
3.
Pengendalian Hayati.
Penggunaan
cendawan entomopathogen yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan Wereng
coklat antara lain : Beauveria bassiana, Metarrhizium anisopliae, M.
flavoviridae dan Hersutella citriformis.
4.
Eradikasi.
Eradikasi
dilakukan apabila ditemukan serangan kerdil rumput dan kerdil hampa dengan
pencabutan dan pemusnahan.
5.
Penggunaan Insektisida.
Pengedalian
dengan insektisida dilakukan apabila telah ditemukan populasi wereng coklat 10
ekor / rumpun (1 ekor / tunas) pada tanaman berumur< 40 HST dan 20 ekor/
rumpun pada tanaman berumur > 40 HST. Insektisida yang dipilih bersifat
selektif, efektif dan diijinkan untuk digunakan pada tanaman padi.
Untuk
daerah yang telah ditemukan serangan virus (kerdil rumput dan atau kerdil
hampa) digunakan insektisida butiran 1 hari sebelum pengolahan tanah
secara seed bed treatment. Dan dilanjutkan penyemprotan
insektisida pda persemaian apabila ditemukan adanya populasi wereng
coklat.
Normal
0 false false false EN-US X-NONE X-NONE /* Style Definitions */
table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";}
TEKNIK
PENGANDALIAN :
Pengaturan
air irigasi, yaitu dengan mengeringkan air pada persemaian dan persawahan yang
terserang (5-7 hari) untuk mencegah perpindahan larva sehingga mati.Hal ini
disebabkan larva hanya bertahan hidup bila ada air.
Karen
hama putih hanya menyerang tanaman muda, maka pengendalian dengan insektisida
tidak dianjurkan. Aplikasi pestisida diijinkan bila intensitas serangan
rata-rata > 25 %.
PEMANFAATAN
NPV (Nuclear Polyhedrosis Virus)
Details
Written
by Dwi Hariyanto, Sri Hartati, Marwoto **)
SEBAGAI
AGENS PENGENDALI HAYATI
Sampai
saat ini penanganan OPT masih tergantung pada insektisida Kimiawi semata,
sehingga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif, ekonomis dan ekologis.
Teknologi pengendalian OPT yang didasarkan atas konsep pengendalian hama
terpadu masih belum merata, sehingga belum dapat diterapkan sepenuhnya.
Dalam
menangani OPT penggunaan insektisida kimiawi bukan satu-satunya cara yang
dianjurkan, namun ada cara lain yaitu dengan memanfaatkan musuh alami, salah
satu cara yang dikembangkan yaitu dengan memanfaatkan pathogen serangga
terutama golongan virus.
Ada enam
kelompok virus serangga yaitu baculovirus, cytoplasmic-polyhedrosis virus,
entomopoxvirus, iridovirus, densovirus danvirus yang memiliki RNA kecil.(Payne
dan Kelly, 1981). Diantara virus-virus tersebut yang telah direkomendasikan dan
dikembangkan dewasa ini yaitu dari Kelompok Baculovirus sub kelompok NPV
(Nuclear Polihedrosis Virus). NPV banyak diketemukan pada permukaan tanaman dan
tanah , infeksi ke serangga inang melalui saluran pencernaan. Beberapa NPV yang
telah dikembangkan diantaranya yaitu :
o Sl-NPV
(Spodoptera Litua-NPV) untuk mengendalikan ulat Grayak pada tanaman Palawija,
o Se-NPV
(Spodoptera exigua-NPV) untuk mengendalikan ulat tanaman bawang,
o Ha-NPV
(Helicoperve armigera-NPV) untuk mengendalikan ulat penggerek buah palawija.
o Ms-NPV
(Mymthimna separata –NPV) untuk mengendalikan ulat grayak tanaman Padi.
NPV
bersifat spesifik inang.Meskipun memiliki potensi yang cukup tinggi,
keberadaaannya dilapangan secara alamiah dan teknologi pemanfaatannya telah
diketahui namun dalam hal ini masih belum dimanfaatkan secara luas dan
maksimal.
DISKRIPSI.
Virus
ini berbentuk batang dan terdapat dalam inclusion bodies yang disebut
polihedra. Polihedra berbentuk kristal bersegi banyak dan terdapat didalam inti
sel yang rentan dari serangga inang, seperti hemolimfa, badan lemak, hypodermis
dan Matriks trakea. Polihedra berukuran 0,5 –15 um dan mengandung partikel virus
(virion).
Virion
berbentuk batang, berukuran 40 – 70 nm x 250 – 400 nm dan mengandung molekul
deoxy-ribonucleid acid (DNA) (iggnoffo and Couch, 1981, Tanada dan Kaya,
1993).Morfologi polihedra dan virion dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop
elektron.
PROSES
DAN GEJALA INVEKSI
Proses
infeksi NPV dimulai dari tertelannya polihedra oleh larva bersama pakan.
Didalam saluran pencernaan yang bersuasana alkalis (pH 9.0-10,5) selubung
polihedra larut sehingga membebaskan virion. Virion menembus dinding saluran
pencernaan untuk masuk ke rongga tubuh, kemudian menginfeksi sel-sel yang
rentan.Dalam waktu 1 – 2 hari setelah polihedra tertelan hemolimfa yang semula
jernih berubah menjadi keruh, Larva tampak berminyak dan berwarna pucat
kemerahan, terutama pada bagian perut.Kemampuan larva makan menjadi berkurang
sehingga pertumbuhan melambat, larva cenderung merayap ke puncak tanaman
kemudian mati dalam keadaan menggantungdengan kaki semu pada bagian
tanaman.Integumen ulat yang mati mengalami lisis dan desintegrasi sehingga
sangat rapuh.Apabila terkena tusukan, intgumen menjadi robek dan dari dalam
tubuh keluar hemolimfa yang mengandung banyak polihedra. Larva muda mati dalam
2 hari sedangkan larva tua dalam 4 – 9 hari setelah polihedra tertelan (
Ignoffo dan Couch, 1981).
Ciri-ciri
ulat mati terkena virus :
Untuk
membedakan antara ulat terkena virus dengan pestisida di lapang dapat dilihat
cirri-ciri dan perbedaan yang ditimbulkan yaitu:
o Matinya
ulat terkena virus cenderung memanjang (mengembang) atau tidak mengkeret
sedangkan apabila terkena pestisida cenderung mengkeret .
o Larva
yang mati terkena virus apabila dipijit atau ditusuk akan mudah robek dan
mengeluarkan lendir seperti nanah yang berbau busuk sekali, sdangkan ulat yang
terkena pestisida tidak berbau busuk.
POTENSI
DAN KENDALA.
Sebagai
agens pengendali OPT secara hayati, NPV memiliki beberapa sifat yang
menguntungkan antara lain :
· Memiliki
inang spesifik dalam kelompok genus atau familia yang sama.
· Tidak
mempengaruhi parasitoid dan predator dan tidak membahayakan serangga bukan
sasaran, manusia dan lingkungan.
· Dapat
mengatasi masalah kereistensian OPT terhadap insektisida kimiawi
· Kompatibel
dengan insektisida kimiawi lainnya. ( Maddox, 1975; Starnes et.al, 1993)
Disamping
sifat menguntungkan , NPV juga memiliki sifat merugikan antara lai :
o Peka
terhadap sinar matahari
o NPV
memiliki daya bunuh lambat dibandingkan dengan Insektisida
o Dipengaruhi
oleh keadaan alam n(Suhu tinggi > 40 oC, bersifat asam pH 4-9 dan pengaruh
bahan kimia formalin / natrium hipoklori/desinfektan).
TEKNIK
PRODUKSI
Teknik
produksi NPV yang dikemukakan disini yaitu teknik perbanayakan dengan
menggunakan serangga inang. Dalam produksi NPV perlu dilakukan dalam ruang
terpisah antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya ( pemeliharaan,
penyimpanan, perbanyakan dll) sehingga proses produksi dapat berjalan dengan
baik.
Ada tiga
tahapan kegiatan yang dilakukan dalam pembuatan NPV yaitu : a) Pembiakan masal
serangga inang b) Inokulasi dan Panen Larva Mati c) Pemformulasian NPV.
Pembiakan
Masal serangga inang.
Pembiakan
masal serangga inang selain ditujukan untuk penelitian juga untuk memproduksi
polihedra.Berikut ini dikemukakan teknik pembiakan masal ulat grayak dengan
pakan alami. :
Larva
hasil pembiakan di laboratorium atau hasil koleksi dari lapang dipelihara dalam
kotak pemeliharaan (Box plastik yang diberi ventilasi) dan diberi pakan alami
sesuai inangnya yaitu Spodoptera litura dengan menggunakan daun Kedelai, Daun
Talas, Daun Daun Ketela Rambat dll, Spodoptera exigua dengan daun bawang,
Heliotis armigera dengan jagung muda hingga menjelang pra pupa. Selama instar I
dan II pakan sebaiknya berupa dedaunan yang mengandung zat cair yang banyak dan
lebar, karena untuk mempermudah pemeliharaan larva dan setelah larva instar III
dan VI pemeliharaan dilakukan secara intensif untuk menjaga ketersediaan
makanan bagi larva. Pemberian makanan dilakukan tiga kali sehari yaitu pagi,
siang dan malam hingga membentuk pupa.Untuk menjaga kebersihan kandang maka
pembersihan kandang dilakukan setiap hari dari sisa-sisa makanan.Setelah
menjelang pra pupa ulat dipindahkan ke dalam wadah baru (kotak pemeliharaan
atau tanaman yang ikerudung kain kasa) yang telah diisi dengan campuran serbuk
gergaji dan tanah untuk berkepompong setelah menjadi pupa dalam wadah/kandang
dimasukan tanaman perangkap (kedelai/Kacang tunggak dalam pot) sebagai
peletakan telur imago Spodoptera litura.Sebagai pakan imago digunakan larutan
madu 10 %.Dan setelah bertelur dilakukan pengumpulan kelompok telur setiap
harinya dan dimasukan dalam wadah yang telah dipersiapkan untuk penetasan
kelompok telur.Untuk imago Spodoptera exigua pada pinggira box plastik diberi
lapisan kertas untuk peletakan telur.( Proses pembiakan Masal Lab. PHPT
Surakarta).
Inokulasi
dan Panen Larva Mati.
Larva
instar IV – V yang akan dijadikan media perbanyakan virus dimasukan dalam box
plastik ukuran 30 x 20 x 8 cm yang bagian atasnya diberi ventilasi.
Masing-masing 50 – 100 ekor (disesuaikan dengan kepadatan ulat dalam box).
Sebagai NPV awal bisa digunakan NPV yang dipunyai dengan cara melarutkan 1
sendok (10 gram) NPV kedalam 1 liter air atau bisa menggunakan ulat yang
terinfeksi NPV 40 ekor / 1 liter air. Kemudian daun yang akan dijadikan pakan
larva tersebut dicelupkan dalam larutan tersebut atau diolesi secara merata
dengan larutan virus tersebut. Setelah dikering anginkan daun tersebut
digunakan sebagai pakan larva yang telah disiapkan dalam Box.Biarkan pakan
tersebut sehari semalam dan besoknya daun diganti/ditambahkan pakan baru.Larva
yang ada dipelihara sampai semuanya mati. Agar larva yang terinfeksi dapat
diambil /dipanen dengan baik sebaiknya pemanenan dilakukan sebelum larva mati
atau baru mati karena apabila telah lanjut ulat mati akan pecah.
Formulasi
NPV.
NPV
diformulasikan dalam bentuk tepung untuk mempertahankan patogenitasnya.
Pemformulasian NPV dilakukan dengan cara sebagai berikut :
o Ulat
Grayak yang terinfeksi dikumpulkan kedalam kantong larva (disimpan di lemari
es) kemudian digerus dan ditambah 2 ml air / larva.
o Hasil
gerusan kemudian disaring dengan kain halus diatas erlemeyer, penyaringan
dilakukan 3 kali sehingga diperoleh NPV-1.
o Larutan
NPV-1 dimasukan kedalam sentrifuse selama 30 menit dengan kecepatan 3500
putaran per menit atau dikocok dengan erlemeyer, yang kemudian dihasilkan
larutan yang terbagi menjadi 3 bagian yaitu air, lemak dan endapan pellet.
o Endapan
pellet diambil lalu ditambahkan aquades dengan perbandinagn 1 : 9 dalam
erlemeyer atau tabung reaksi diperoleh NPV-2.
o Larutan
NPV-2 dimasukan dalam cawan kemudian ditambahkan bubuk kaolin/laktosum (100
gram/1500 ulat grayak kedelai atau 3000 ekor ulat bawang). Secara bertahap,
sesendok-sesendok hingga membentuk pasta.
o Pasta
kemudian dimasukan dalam nampan plastik diangin-anginkan (dikeringanginkan) 2 –
5 hari, setelah kering diambila dan digerus sampai membentuk tepung, lalu
dimasukan dalam kantong plastik (wadah) dan siap diaplikasi.
o Jika
disimpan sebaiknya dimasukan dalam lemari pendingin.
Produksi
NPV Secara Praktis ;
Petani
(kelompok Tani) dapat membuat NPV secara praktis. Untuk itu petani perlu
diinformasikan dosis efektif terhadap OPT sasaran dan banyaknya polihedra yang
terkandung dalam tubuh larva. Sebagai contoh dosis efektif terhadap ulat grayak
adalah 1,5 x 1012 PIBs/ha (tanpa bahan formulasi), dan rata-rata seekor larva
instar VI mati terinfeksi NPV mengandung 8 x 109 PIBs (4 x 109 – 2 x 1010
PIBs). Berdasarkan informasi tersebut, banyaknya larva mati terinfeksi NPV yang
dibutuhkan untuk mengendalikan ulat grayak pada tanaman kedelai seluas 1 ha
sebanyak (1,5 x 1012 PIBs/ha) / (8 x 109 PIBs/ekor) = 187,5 ekor atau + 200
ekor.
Larva
dikoleksi dan dipelihara sebagaimana halnya dengan pembiakan masal ulat grayak,
tetapi dengan pakan alami.Larva (generasi berikutnya) berumur seminggu sebanyak
200 – 300 ekor diberi pakan alami yang telah diolesi dengan suspensi polihedra
kasar. Suspensi dibuat dengan cara melumatkan seekor larva instar VI yang mati
terinfeksi NPV kemudian dicampur dengan 10 ml air. Larva dipelihara sampai
mati, sebanyak 200 ekor larva instar VI mati terinfeksi NPV dikumpulkan
kemudian dilumatkan dengan menambahkan 0,5 liter air dan selanjutnya disaring
dengan kain halus. Pelumatan dan penyaringan diulang 4 kali hingga diperoleh
polihedra kasar sebanyak 2 liter. Saat akan digunakan suspensi polihedra kasar
ini diencerkan dengan menambah air sehingga diperoleh suspensi cair sebanyak
400 – 500 liter yang cukup untuk diaplikasikan ke tanaman kedelai seluas 1 ha.
Agar aktivitas NPV dapat dipertahankan stabil, sebaiknya hasil pemrosesan
disimpan dalam lemari es.
TEKNIK
APLIKASI
NPV
diaplikasikan dengan menggunakan alat penyemprot yang umum dgunakan untuk
mengaplikasikan insektisida kimiawi.Hasil terbaik dicapai bila NPV
diaplikasikan selama awal stadium perkembangan serangga, alasannya larva instar
awal lebih mudah dikendalikan dengan NPV daripada instar akhir.
Agar
efektif dosis, frekuensi, Waktu, dan cara aplikasi harus tepat, Dosis aplikasi
yang digunakan sebagnyak 1000 g / ha (setara dengan 1,5 x 1012 PIBs/ha).
Apabilakepdatan populasi OPT sasaran relatif tinggi, aplikasi sebaiknya diulang
1 – 2 minggu kemudian. Dasarnya, karena NPV mengalami umur paruh yang relatif
singkat. Yaitu 2 hari setelah aplikasi dan menjadi inaktif 14 hari setelah
aplikasi (Ignoffo dan Couch,1981)
Sinar
Matahari mempengaruhi NPV, Oleh karena itu ada dua hal yang perlu diperhatikan
1) Aplikasi harus dilakukan sore hari atau senja hari agar polihedra segera
tertelan oleh larva pada malam hari. Aplikasi pada pagi hari atau siang hari
akan merusak polihedra sebelum tertelan oleh larva. 2) Aplikasi sebaiknya
diarahkan ke bagian bawah permukaan daun agar persistensi polihedra berlangsung
lebih lama. NPV yang diaplikasikan ke bagian atas permukaan daun menurun
aktivitasnya hingga 50 % . (Okada, 1977)
PENUTUP.
NPV
merupakan salah satu agensia pengendali hayati pada beberapa jenis serangga
berstatus OPT, khususnya ulat grayak. Patogen ini memiliki potensi yang cukup
tinggi, mudah diperbanyak dengan biaya yang murah dan mudah diaplikasikan
seperti pestisida kimiawi dan terbukti efektif, sehingga memberikan peluang
untuk diproduksi dalam skala industri dimasa mendatang yang diharapkan dapat
menggantikan peranan insektisida kimiawi.
DAFTAR
PUSTAKA.
Arifin,
M, Penggunaan Virus (NPV) dalam penanganan OPT dan Implementasinya di Lapangan.
Makalah Balitbio, Pertemuan Koordinasi Penanganan OPT dan Perumusan Komponen
PHT Spesifik Lokasi tanggal. 3 - 5 Agustus 1997.
Arifin,
M, Pemanfaatan Sl-NPV sebagai Agensia Pengendalian Hayati Ulat Grayak Pda
Kedelai, Dalam Makalah Pelatihan Pemanfaatan dan Pengelolaan Agens Hayati
Santoso
T, 1992, Penggunaan Nuclear Polyhedrosis Virus Spodoptera Litura dan Bacillus
thuringensis untuk pengendalian Hama Perusak Daun Kedelai, Seminar Hasil
Penelitian Pendukung Pengendalian Hama Terpadu, Cisarua 7 – 8 September 1992.
Sismiharjo
H, 1996, Spodoptera litura Nuclear Polyhedrosis Virus (Sl-NPV) Sebagai Sarana
Pengendali Hayati terhadap Ulat Grayak Pada Tanaman Kedelai, Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan dan Hortikultura, Direktorat Nbina Perlindungan
Tanaman, Jakarta.
Perbanyakan
dan Standarisasi.
Perbanyakan
NPV dilakukan dengan mencelup pakan kedalam larutan NPV dikeringanginkan dan
dimasukan dalam wadah plastik, selanjutnya larva instar VI dimasukan dalam
wadah yang telah diberi pakan celupan NPV Setelah periode inkubasi 10 hari,
larva umumnya akan mati. Larva mati atau menjelang mati dikumpulkan kemudian
diekstrasi dengan menggunakan kaun penyaring 100 mesh. Suspensi polihedra kasar
dimurnikan dengan menggunakan sentrifuse berkedepatan 3500 putaran / menit
selama 30 menit, endapan yang dihasilkan dari beberapa pemurnian kemudian
disimpan dalam lemari es.
Konsentrasi
polihedra stok distandarisasi dengan menggunakan haemacytometer melalui
penghitungan banyaknya PIBs/ml. Dari hasil perhitungan rata-rata seekor larva
instar VI mati terinfdeksi NPV mengandung 8 x 109 (4 x 109 – 2 x 1010) partikel
polihedra.